Kriteria menjadi playboy yang handal:
Pertama, berwajah tampan dan memiliki karisma.
Kedua, selalu tenang dan selalu menyelipkan harapan di setiap tuturan kata.
Ketiga, memiliki senyum paling manis.
Keempat, sopan dan bisa diandalkan.
Kelima, selalu memastikan permainan tarik-ulur berjalan dengan lancar dan target merasa terpesona.
Keenam, berbicara terus terang, humoris, pintar, dan perkataan diusahakan sebijak mungkin, kalau bisa setara motivator.
Ketujuh...
"Kriteria macam apa ini bangsat!" Henry Alvaro melempar lembaran kertas yang diberikan Jason ke meja ruangan kerja Jason. Saudara sepupu dari Jason Alvaro itu berkacak pinggang di depan laki-laki yang duduk di meja kerjanya dengan ekspresi bingung.
"Katanya lu pengen jadi playboy, gue kasih rincian kriteria playboy handal kok lu malah marah-marah sih," cetus Jason tidak memahami jalan pikiran Henry.
Napas Henry memburu. "Gue tuh mintanya taktik mendapatkan gebetan, Son. Bukan kriteria macam begini! Ini sih ya sama aja lu merendahkan gue tanpa lu sadari," ketusnya emosi.
"Lah, merendahkan di mana?" tanya Jason aneh.
"Ini apaan, berwajah tampan dan berkarisma," Henry menunjuk kriteria pertama dengan emosi mengebu-ngebu.
"Lu mau ngeledek kalau lu ganteng gue kagak, gitu?" seru Henry tidak terima.
Jason mengangkat bahunya acuh tak acuh. "Salahnya dimana? Kalau mau jadi playboy, kegantengannya itu harus dipertanyakan Hen, lu cukup ganteng kok, bisalah ngikutin rules walaupun gue gak yakin bisa kagak itu gebetan nyantol di hati," sahut Jason santai.
"Emang gak serius aja lu bantuin sodara sendiri," gumam Henry tersenyum samar. Ia berjalan menuju jendela besar yang menunjukkan pemandangan kota Jakarta dari lantai atas.
"Siapa sih cewek yang pengen lu gebet ini? Lakuin aja cara pendekatan biasa, itu jauh lebih baik daripada direncanain," kata Jason akhirnya mengalah dan memusatkan perhatiannya pada Henry.
"Sahabat lu," balas Henry terang-terangan. Laki-laki itu membalikkan badannya dan tersenyum lebar. "Nayara. Gue pengen ngedeketin tuh cewek," lanjutnya lagi.
"Semua cewek boleh, kecuali dia. Gue gak bakal setuju," ucap Jason, nada suaranya terdengar serius.
"Gue sukanya sama dia, Son."
"Gue gak peduli," sela Jason. "Asalkan jangan dia. Nayara terlalu berharga buat cowok bajingan kayak lu, Hen. Gue gak rela," katanya tanpa memikirkan apa mungkin kata-katanya akan menyinggung perasaan Henry.
Henry menyipitkan matanya, menilai sikap Jason yang menurutnya agak berlebihan. "Lu suka sama dia?" tanyanya langsung.
"Sukalah, dia temen gue. Tapi perasaan gue sebatas itu," jawab Jason jujur.
"Apa lu sadar kalau ini sama aja ngurung Nayara buat diri lu sendiri? Lu gak pernah ngebiarin dia deket sama cowok lain, apalagi pacaran, bahkan sekadar PDKT. Ini sama aja kayak lu nahan Nayara buat bahagia," ujar Henry menyampaikan keluh kesahnya pada hubungan Jason.
Pembahasan mengenai Jason dan Nayara memang bukan hal tabu di kalangan keluarga mereka. Semua itu tak terlepas dari ibunda Jason yang selalu membahas Nayara di beberapa kesempatan. Itulah sebabnya Henry merasa tertarik, dan ingin mendekati gadis itu. Namun ibu Jason selalu mengingatkan kalau Nayara berada ditengah-tengah keadaan yang memusingkan, di satu sisi ibu Jason ingin Nayara menjadi kekasih anaknya dan di satu sisi pula beliau ingin melihat Nayara menjalin hubungan dengan seseorang selain Jason.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Did I Fall in Love With You (END)
Ficción GeneralPesona Jason Alvaro ternyata mampu menembus benteng Nayara Pratista yang ia buat sejak dulu. Nayara pikir ia tidak akan mungkin mencintai tetangga sekaligus sahabatnya sendiri. Bagaimanapun juga Jason bukan orang yang pantas dicintai perempuan mana...