Nayara Pratista tidak mempunyai gambaran apa-apa mengenai masa depan percintaannya. Ia telah kehilangan perasaan semacam itu yang dapat mengantarnya pada detak jantung yang berdebar keras karena bahagia. Rasanya terlalu takut berangan-angan agar dapat merasakan perasaan itu lagi, karena waktu bisa saja memberikan jawaban lain semisal dirinya ingin perasaan hangat itu menetap lebih lama.
"Gue gak bisa janjiin apa-apa selain minta lu buat percaya kalau gue bisa jadi orang yang tepat buat lu pertimbangkan. Tolong kasih kesempatan bagi gue buat mencoba ngeyakinin lu kalau gue juga berhak jadi bagian penting di hidup lu, Nay."
Tapi... Sebenarnya apa yang sedang terjadi di depannya?
Bukankah tidak ada janji sama saja seperti yang menjalani sebuah hubungan tanpa arah? Yang pada akhirnya, Nayara akan mengulang rasa sakit yang sama layaknya dilakukan Jason padanya di masa lalu.
Bisakah ia memercayai Henry? Setelah semua yang telah menimpanya selama ini...
"Henry, gue takut gak bisa ngasih apa yang lu mau. Walaupun gue tau cuma berdiri di sini dan nolak lu, sadar gak sadar gue udah ngelukain lu. Apa lu sanggup nerima itu selama menunggu gue? Bahkan gue aja gak sanggup, dan gue berharap orang lain gak ngerasain hal yang sama seperti gue." Nayara mengatakannya sungguh-sungguh.
Henry tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya. "Gue udah siap kasmaran atau patah hati, Nay. Yang penting nyoba dulu, kan? Daripada nyesel karena gak pernah nyoba," katanya.
Nayara terbahak kecil, ia membasahi bibirnya lalu menarik napas dalam-dalam. "Oke," jawabnya. "Gue bakal ngasih lu kesempatan."
Entah apa yang dipikirkan Nayara pada malam itu, ia memberikan kesempatan bagi Henry agar mendekatinya dalam artian yang berbeda. Hanya saja waktu itu Nayara berpikir kalau tak ada salahnya mencoba memercayai laki-laki itu. Hubungan yang sehat, saling menghargai, selalu ada saat susah, atau sekadar menemanimu, bukankah itu yang diinginkan semua orang alih-alih mencintai sepihak tanpa arah?
Masa-masa pendekatan mereka juga terbilang manis, Henry memperlakukannya sangat baik dan sopan. Laki-laki itu selalu menghubunginya setiap waktu senggang meskipun tidak ada hal penting yang dibicarakan. Mereka juga sering menghabiskan waktu bersama, entah itu sekadar makan siang bersama, menghabiskan waktu akhir pekan, bahkan sampai menemani Nayara pergi ke salon pun Henry sama sekali tidak keberatan.
Semuanya terasa sempurna. Sangat sempurna malah. Hanya saja, ia masih belum menyukai Henry sebagai pria. Namun ada keinginan besar dalam diri Nayara agar dapat membalas perasaan laki-laki sebaik Henry. Nayara tidak mau mengecewakan Henry.
***
Pukul enam pagi, Sesilia Barack sengaja berkunjung ke gedung apartemen Jason untuk menemui laki-laki itu secara langsung, karena gadis itu tahu kalau Jason tidak akan mau menemuinya terlebih dulu. Gadis itu juga tidak mungkin menemui Jason di kantornya karena pasti akan menimbulkan masalah yang lebih pelik.
Sudah tiga kali Sesilia mengetuk pintu apartemen Jason namun pintu tak kunjung dibuka. Apa jangan-jangan Jason sudah berangkat kerja? Sepagi ini? Rasanya tidak mungkin, tapi mungkin saja terjadi kalau Jason sedang ada rapat mendesak.
Sesilia menghela napas berat. Mungkin hari ini bukan waktu yang tepat, gadis itu akan mengunjungi apartemen Jason lain kali.
Begitu Sesilia berbalik hendak pergi, langkahnya tertahan ketika ia melihat seorang wanita berdiri membeku tak jauh dari posisinya. Napas Sesilia tercekat, secara refleks ia mencengkeram tali tas tangan yang ia pegang saking terkejutnya.
Delin Alvaro yang sedang memeluk paper bag besar berisi buah-buah, dan makanan untuk ia taruh di kulkas Jason untuk cadangan makanan anaknya menatap perempuan yang menjadi boomerang dalam keluarganya tanpa ekspresi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Did I Fall in Love With You (END)
Ficción GeneralPesona Jason Alvaro ternyata mampu menembus benteng Nayara Pratista yang ia buat sejak dulu. Nayara pikir ia tidak akan mungkin mencintai tetangga sekaligus sahabatnya sendiri. Bagaimanapun juga Jason bukan orang yang pantas dicintai perempuan mana...