Bab 12 - Different

7.8K 723 97
                                    

Angin bertiup kencang malam itu, Nayara bahkan harus berkali-kali menyelipkan rambutnya ke belakang telinga agar tidak mengganggu bagian wajahnya. Arah pandangnya beralih pada buket bunga yang ada di atas meja.

"Dingin?" tanya Jason Alvaro pada Nayara. Laki-laki itu segera melepas jasnya dan menyampirkan ke bahu Nayara. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa atau mungkin memang belum mengatakan apa-apa. Pertemuannya dengan Jason jelas sebuah kejutan yang tak pernah diduganya.

"Kayaknya Tante yang bilang sama lu," ucap Nayara setelah pelayan membawakan makanan pesanan mereka. Sekarang mereka sedang makan di restoran tidak jauh dari kampus swasta tempat Nayara mengajar, seperti biasa mereka berdua selalu memilih makan di luar ruangan.

"Keliatannya lu gak seneng bisa ketemu gue lagi," kata Jason pelan. Ia menyadari kalau ada jarak besar yang dibuat Nayara untuk Jason.

Haruskah ia menjawab dengan jujur? Tentu saja ia senang bisa bertemu dengan Jason lagi, karena bagaimanapun juga ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa bisa melihat Jason secara langsung merupakan impiannya setiap bangun di pagi hari.

Jason mendesah pelan saat ia tak kunjung mendapatkan jawaban. "Sebenernya apa yang buat lu sampe semarah ini sama gue? Bukannya lebih baik lu nanya daripada pergi dengan banyak kesalahpahaman. Ini sifat yang paling gue gak suka dari lu," kata Jason mencoba melakukan negosiasi bersama Nayara.

"Lu pikir bagi gue ini keputusan paling tepat? Gue cuma pengen cari ketenangan. Siapa tau... gue bisa ngilangin semua perasaan gue ke elu dalam satu hari. Ketemu sama lu sama aja bunuh gue secara perlahan-lahan," kata Nayara pelan.

Jason menghempaskan punggungnya ke kursi yang didudukinya. "Terus lu mau gue kayak gimana sekarang? Lu gak bisa memfokuskan sama persoalan lu sendiri, apa lu bahkan gak mikirin perasaan gue? Udah berapa kali lu kayak gini sama gue, tiba-tiba marah, tiba-tiba pergi, tiba-tiba gak mau bales pesan," cetus Jason meluapkan seluruh perasaan yang menghimpi dadanya akhir-akhir ini. "Kalau itu elu... kalau seandainya elu yang gak cinta sama gue, apa lu bakal terima diperlakuin kayak gini sama gue?" lanjut Jason dengan rahang mengeras. Ia sudah lelah menghadapi Nayara yang keras kepala.

Nayara tertegun, mulutnya sedikit terbuka dan air mata terjatuh begitu saja tanpa sempat ia cegah.

"Kita cuma ada di posisi yang gak dipengenin banyak orang, terutama yang udah sahabatan lama. Tapi lu gak bisa nganggap gue jahat cuma karena... gue gak bisa nerima perasaan lu. Seandainya itu elu, apa bisa lu maksain perasaan sama gue yang seumpana jatuh cinta sama lu? Apa lu bisa maksain diri lu sendiri?" tanya Jason pelan namun penuh penekanan dalam setiap tutur katanya.

"Gue gak cinta Nay sama lu, lu pasti tau itu. Walaupun gue ngeliat lu nangis pun, hati gue gak ngerasa sakit, Nay. Gak ada alasan khusus kenapa gue kayak gitu, tapi itu yang bener-bener gue rasain sama lu. Apa lu sanggup berada dalam hubungan kayak gitu? Apa itu bakal buat lu bahagia? Oke!" seru Jason. "Kita pacaran sekarang. Meskipun gue tau semua itu bakal berakhir, mari kita coba," kata Jason langsung tanpa ragu.

Nayara mengusap air matanya yang malah makin berjatuhan, membiarkan angin mengeringkan sisanya. Semudah itu? Semudah itu Jason menganggap perasaan dan harapannya bagaikan permainan. "Gue mau pulang," lirihnya bergetar. Gadis itu membenarkan letak tasnya kemudian berdiri, membuat jas yang disampirkan di bahunya terjatuh ke lantai.

Jason memejamkan matanya kuat-kuat, sebelah tangannya mengusap wajahnya dengan kasar. Astaga, ia lelah terus-menerus berada di keadaan yang menyebalkan ini.

***

Siapa seseorang yang mau menerima penolakan? Sudah pasti tidak ada. Di dunia ini, semua orang pasti benci ditolak meskipun kau sudah menduga akhir cerita yang sesungguhnya.

Why Did I Fall in Love With You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang