Bab 24 - Memories

10.9K 1K 70
                                    

Dingin. Sendiri. Sepi.

Hari demi hari tiga hal itu mulai melekat pada diri Jason Alvaro. Tidak ada senyum, sapaan ramah, atau leluconnya yang membuat orang lain tergelak. Ia berubah menjadi orang lain dalam sekejap mata.

Jason membuka matanya, menatap langit-langit putih kamarnya dengan pikiran kosong. Rutinitas yang sama seperti kemarin, kemarinnya lagi, dan kemarin-kemarinnya lagi. Rutinitas membosankan yang membuatnya tak bersemangat bahkan hanya untuk melihat matahari pagi.

Kepalanya menoleh ke arah nakas meja di samping ranjang yang menunjukkan layar ponselnya menyala tanda ada yang menelepon. Jason mendesah pelan, ia mengubah posisinya menjadi duduk di atas ranjang kemudian mengambil ponselnya tersebut. Telepon dari ibunya. Laki-laki itu mendesah berat dan langsung mematikan ponselnya agar orang-orang tidak mencoba menghubunginya.

Sudah lima bulan semenjak skandal yang menyebabkan masalah besar bagi keluarganya, dan sudah lima bulan pula, Jason memilih menyendiri ketimbang bertemu dengan orang-orang terdekatnya.

Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pengangguran sepertinya, walaupun beruntungnya ia masih memiliki aset pribadi dan tabungan untuk bertahan hidup. Lagipula aset dan uang itu tidak akan habis dalam waktu singkat, karena Jason nyaris tidak menggunakannya. Alhasil sekarang tubuhnya tampak kurus, wajahnya terlihat lelah, rambutnya agak panjang, dan kamar yang seperti kapal pecah. Ia tampak berbeda dengan Jason Alvaro yang dikenal sebagai pemikat hati perempuan.

***

"Dia masih gak mau ngangkat teleponnya," gumam Delin seraya kembali menaruh ponselnya di atas meja.

Dua orang wanita yang duduk di hadapannya menatapnya dengan ekspresi bingung. Syahfara mengetuk-ngetuk telunjuknya di atas meja, ia sedang memikirkan apa yang perlu ia katakan kepada Delin agar teman dekatnya itu merasa tenang.

"Gimana kalau kamu dateng ke apartemennya aja? Kamu panggil dia, ngomong baik-baik, dan selesain semuanya dengan baik pula. Kalau gini terus, kalian gak bakal menyelesaikan apa-apa," ujar Syahfara memberikan saran.

Denise mengangguk-angguk. "Itu keliatan mudah tapi Jason bener-bener nutup diri dari kita. Dia gak mau keluar dari apartemen, dan dia gak mau ngobrol sama semua keluarga," Denise menjelaskan kepada Syahfara.

"Ini semua karena aku, dia sakit hati dengan apa yang aku bilang pas di rumah sakit. Aku bisa ngerti kenapa dia sampai menjauh kayak gini," ucap Delin. Wanita itu menatap Syahfara. "Apa kamu gak bisa bantu aku dikit aja, Ra? Cuma kamu yang punya kontak Nayara sekarang. Aku yakin Nayara bisa ngomong baik-baik sama Jason. Aku khawatir kalau seumpama Jason nyakitin dirinya sendiri," pinta Delin pada Syahfara.

"Nayara juga gak pernah ngabarin aku di email, terakhir dia ngabarin pas dia katanya mau jalan-jalan ke Hokkaido sama sensei-nya. Dia bener-bener pengen nikmatin hidupnya di sana, dan aku gak bisa ganggu dia terus-terusan. Maafin aku, Lin. Tapi aku harap kamu mau ngerti kalau alasan Nayara pergi ke Jepang adalah buat ngelupain Jason," kata Syahfara.

"Jadi Nayara belum tau kalau Jason batal nikah?" tanya Denise kaget.

Syahfara mendesah. "Dia tau," jawabnya pelan. "Aku udah nyeritain semuanya lewat email, tapi Nayara sama sekali gak ngebales. Aku sendiri gak tau apa dia udah baca pesannya atau belum. Makanya aku berspekulasi kalau Nayara bener-bener pengen move on dari Jason," kata Syahfara.

Delin memejamkan matanya kuat-kuat mendengar ucapan Syahfara. Ia mengusap air matanya yang terjatuh tiba-tiba. Sungguh, Delin tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Keluarganya menjadi berantakan.

"Aku harus gimana lagi," lirih Delin tidak kuat.

***

"Lu dapet surat cinta?"

Why Did I Fall in Love With You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang