Jika ingin lintas seperti saat mereka diklatsar dulu, butuh waktu setidaknya satu minggu namun karena ada anggota yang baru sembuh dari cedera dan belum boleh melalui jalur-jalur pendakian ekstrem, maka keempat saudara seangkatan itu memutuskan kalau mereka akan finish di tempat mereka camp di hari ke empat.
Di sana ada pada savana luas dan sungai yang jernih, meskipun bukan puncak gunung yang tertinggi dan hanya hamparan bukit setidaknya ekspedisi mereka berarti.
"Lo inget gak gue nemenin lo berak di semak-semak sana Win?"
"Gue pergi sendiri ya anjir ke sana! Elo cuma nungguin di situ tuh dekat pohon situ."
"Ngawur. Gue masih denger suara kentut lo ya masa sejauh itu?"
Pertengakaran kecil Haikal dan Winda selalu terjadi baik itu dulu saat diklatsar maupun sekarang saat ekspedisi akhir, tapi itu juga selalu jadi hiburan Jeno dan Shakila yang benar-benar menikmati perjalanan mengenang itu lewat angin dan kabut yang turun
Ini hari terakhir dan mereka benar-benar mendapati lokasi camp mereka dulu, lima tahun lalu mereka sampai di sana hampir petang dan pergi saat subuh hingga tidak mendapati indahnya padang Savana yang menghampar luas di kelilingi hutan.
Kini mereka sampai saat siang, matahari benar-benar di atas kepala dan ketiganya langsung menganga takjub karena ternyata memang tempatnya seindah itu, hanya Jeno yang terlihat tidak terlalu terkejut mungkin benar kalau ia sering ke sana.
"Kita campnya di sanakan dulu?" Tunjuk Shakila yang mengingat tempat itu jelas.
"Ah iya, gila gue masih inget banget, tenda kita di sini, tenda senior jauh banget ke sana, kalau mau manggil kita mereka pake sirine, habis diksar gue ampe trauma sama bunyi sirine anjir." Haikal meletakkan carriernya lalu berlari ceria dan berteriak tidak jelas ke tengah pada savanna, disusul Winda dan juga Shakila.
"Jen, ayo!" Shakila mengulurkan tangannya.
Senyuman Jeno yang disertai anggukan akhirnya mengenggam tangan mungil itu lagi setelah sekian lama, ia ikut berlari bersama Shakila ke tengah savana, bertemu Haikal dan Winda, bercanda tawa tak peduli panas matahari dan mengambil banyak gambar,
Akhirnya setelah sekian lama Jeno merasa bahagia lagi.
Puas bermain-main, menjelang sore saat tenda sudah berdiri, Winda sudah siap untuk memasak makan malam dan menyeduh kopi, Haikal yang kelelahan berbaring di dalam tenda, Shakila masih di savana menikmati matahari terbenam sedangkan Jeno berinisiatif ke sungai untuk mengambil pasokan air.
"Kal, lo ngapain tidur sih? Cantik banget tau sunsetnya tadi."
"Bodo gue capek! Lo bantuin Winda masak gih, gue laper banget."
"Jeno mana?"
"Lagi ngambil air."
"Kil, cuciin beras dong."
Dulu saat ingin masak dan makan mereka berburu dengan waktu yang diberikan senior kini sudah tidak, mereka memasak dengan santai, dengan banyak varian menu, tanda jika sudah berpengalaman dan tahu apa kebutuhan tubuh saat sedang ekspedisi pendakian.
"Anjir perasaan dulu sungainya gak sejauh itu deh."
Jeno datang dengan wadah air yang penuh disertai keluhan.
"Gue lupa jalanannya ke sungai, jadi muter anjir."
"Sungai tempet kita di rendam malem-malemkan?"
"Itu mah dibawah-bawah lagi, ini sungai tempat gue dibawa sama bang Tanjung buat diceramahin," Jeno tersenyum mengenangnya.
"Diceramahin biar gak jatuh cinta sama temen seangkatan, eh ternyata malah pacaran dan jadi mantan."
KAMU SEDANG MEMBACA
BE MY MISTAKE
General FictionPada Serena Jeno menemukan ketenangan, pada Shakila Jeno menemukan kebebasan. Kalau kata lagunya The 1975 you do make me hard, but she makes me weak. Tapi pada siapa Jeno akan berlabuh?