Keempat calon anggota UKM Mapala itu banyak terdiam saat diperintahkan kembali ke tenda mereka.
Dengan penerangan seadanya, Shakila, Winda, Jeno dan Haikal menuliskan jurnal perjalanan pribadi mereka, para calon anggota sudah diwanti-wanti membuat laporan perjalanan jika diklatsar telah selesai berdasarkan jurnal pribadi mereka masing-masing.
"Yang ditulis vegetasi, flora, fauna sepanjang perjalanan, jauhnya, terus apa?" Shakila meminta informasi dari Jeno yang serius menulis jurnal miliknya.
"Suhu udara juga Kil."
"Ah iya."
"Tadi kata bang Tanjung, di jurnal pribadinya ditambahin catatan atau puisi biar bisa kita kenang kalau dibaca lagi." Sela Haikal yang sudah sok menuliskan puisi cringe dibalik jurnal pribadi hari pertamanya.
Judulnya, Haikal dan Alam.
Weeeeeekkkkkk!
"Aaaaa, otak gue gak jalan habis direndem di sungai, nulis jurnal pribadi aja berat gimana nulis puisi jir? Gak lama gue nulis di sana gunung, di sini gunung, di tengah-tengah ada pendiksaran." Celetukan Winda membuat ketiga 'saudara' itu berusaha menahan tawanya.
"Ganti baju dulu gue."
"Gue juga."
Winda berganti pakaian di bifak sedangkan Haikal di semak-semak, meninggalkan Shakila yang masih menulis jurnalnya dan Jeno yang setia memberikan penerangan untuknya.
"Nulis apa sih panjang banget?" Jeno yang berjongkok di hadapan Shakila mencoba melirik isi jurnal itu.
"Hem apa ya namanya? Gue selalu nulisin pelajaran hidup apa yang gue dapet dari hari yang gue jalani. Jadi gue nulis itu."
Jeno mengangguk paham.
"Hari ini pelajaran hidupnya apa?"
"Alam tuh kejam, kalau mau selamat ya harus bertahan dan punya ilmu."
"Terus kenapa elo nangis?"
Shakila meraih wajah Jeno dengan kedua tangannya, ibu jarinya mengelus lembut pipi Jeno yang masih lembab karena air sungai itu dan tersenyum.
"Karena gak ada yang ngelindungin gue. Gue dari kecil selalu berdua Je, walaupun Shafik gitu modelnya tapi dia selalu ngelindungin gue. Tapi tadi pas ngelaluin 6 pos itu gue sadar, ternyata gue cuma sendiri, gak bakalan ada Shafik yang disini, terus gue tiba-tiba mellow aja karena ternyata tantangan besar itu kadang harus dilaluin sendiri."
Jeno balik meraih wajah Shakila, memperlakukannya persis seperti Shakila mengelus lembut pipinya.
"Ada gue." Ucap Jeno hampir seperti berbisik. "Jangan takut ya?"
Shakila mengangguk.
"Kil, gue udah selesai. Sana gih ganti baju!" Suara Winda yang keluar dari bifak membuat Jeno dan Shakila buru-buru melepas kontak fisik mereka.
"Je, nih baju lo gue bawain juga. Ganti baju lo, nanti masuk angin."
"Makasih Win."
"Heh! Lo mau kemana?" Winda menarik kerah belakang bahu Jeno.
"Ganti baju."
"Ada Shakila di dalam!"
"Bedua!"
Tatapan galak Windayana Pratiwi Syarief membuat Jeno ciut lalu tersenyum bodoh dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Becanda Win, gue mau ke semak-semak situ sama Haikal."
Shakila yang mendengarkan perdebatan itu dari dalam bifak hanya bisa tertawa, padahal kalaupun Jeno ganti baju di dalam bersamanya, Shakila tidak keberatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BE MY MISTAKE
Genel KurguPada Serena Jeno menemukan ketenangan, pada Shakila Jeno menemukan kebebasan. Kalau kata lagunya The 1975 you do make me hard, but she makes me weak. Tapi pada siapa Jeno akan berlabuh?