Rindu yang sudah tak berbalas lagi

3.1K 665 38
                                    

Weekend besok rata-rata penghuni dream house sedang ada kegiatan di luar, Haikal diajak untuk latihan di wall dekat taman PU oleh senior-senior di Mapala, Mark dan Nareshta ada kegiatan jurusan, sedangkan Rendy mau pulang ke rumah neneknya, jadi mereka malam itu memutuskan makan di luar mumpung Nareshta ulang tahun, mau traktir katanya.

"Pak nasi goreng dua, ayam geprek satu nasinya dua, mie pangsit satu, bakso dua." Pesan Haikal yang sudah datang duluan, memesan makanan sekaligus tempat untuk teman-temannya.

Tidak lama para pemuda itu datang sembari berbincang akrab menunggu makanan mereka, ada yang membicarakan film action terbaru, ada yang membicarakan cewek cantik di sebelah meja, ada juga Rendy yang sibuk menganalis bangunan dan properti tempat mereka makan, kebiasaan pemuda itu setelah masuk arsitektur.

"Eh Je, lo kenal Serena kan temen sekelas elo pas SMA?"

Jeno hampir tersedak air putih yang diminumnya.

"Hem, kenal kenapa Mark?"

Mark terlihat bingung, ia membuka ponsel dan menunjukkan pesan Serena padanya.

"Nyariin elo, katanya hp lo rusak. Gue bilang enggak, cuma dititipin soalnya elo ikut diksar UKM Mapala,"

Membaca chat itu membuat Jeno ingin mengumpat, ada rasa kesal sekaligus bersalah saat kebohongannya terbongkar semudah itu. Tapi tidak ingin dicurigai sahabat-sahabatnya, Jeno berusaha terlihat normal dan tenang menanggapinya.

"Udah ngehubungin elo lagi belum?"

"Udah kok, tadi kita teleponan pas sebelum gue ke sini, bahas reunian kelas."

"Wah teman sekelas SMA lo kompak banget ya? Salut gue." Puji Mark yang hanya berbuah cengiran canggung di wajah Jeno.

Hadeh, reuni apa coba? Jeno saja sudah keluar dari group kelasnya sejak kelulusan. Ternyata benar kata pepatah kalau satu kebohongan akan membuat banyak kebohongan lainnya.

Pulang dari tempat makan Jeno tidak langsung masuk ke dalam rumah, ia ada di depan pagar, berjongkok menghisap sebatang rokok dan mulai mencari kontak Serena untuk menghubunginya.

"Loh? Katanya neleponnya besok?" Gadis itu terkejut sekaligus terdengar senang mendapat panggilan telepon dari Jeno.

"Kenapa sih Sei?" Pertanyaan Jeno dengan suara yang rendah namun bercampur sedikit amarah membuat kening gadis itu berkerut bingung.

"Ke...kenapa gimana Je?"

"Kenapa ampe DM Mark di instagram? Kamu sekarang mau semua orang tahu kalau kita pacaran? Bukannya kamu sendiri yang bilang pengen hubungan kita privat? Kamu tuh....plinplan yah?"

Jeno mengeluarkan kekesalan besamaan dengan asap rokok dari bibirnya.

"Aku cuma... gak tahu mau hubungin siapa soalnya kamu gak ngabarin udah dua hari Je. Jadi aku inisiatif DM Mark, soalnya aku tahu dia serumah sama kamu. Salah aku sebagai pacar kamu nyari kamu? Khawatir sama kamu?" Suara Serena dari ujung telepon sana mulai meninggi, tinjunya mengerat tanda amarah yang coba ia genggam sendiri.

"Gak salah, cuma aku gak habis pikir aja. Akukan udah bilang aku sakit, aku cukup percaya aja dan nunggu emang gak bisa?"

Serena memejamkan matanya kuat-kuat dan mendongkak menatap langit-langit kamarnya bersamaan dengan air mata yang mati-matian kini ditahannya. Selama berpacaran dengan Jeno untuk pertama kalinya, pemuda itu membuat Serena menangis seperti sekarang.

"Kamu kenapa sih Je ampe marah gini? Kamu takut bohongnya kamu soal hp rusak ketahuan?" Tantang Serena. "Kalau lagi gak mood ngomong ya bilang. Gak usah pake acara hp kamu sok rusak segala."

Jeno mengerang frustasi, sisa rokok di mulutnya dilepeh lalu diinjak kesal.

"HP ku beneran rusak Serena. Mark gak tau, lagian buat apa aku kasi tahu Mark hp aku rusak?"

Serena tahu emosi mereka berdua sedang di puncak-puncaknya hingga gadis itu berusaha meredah sedikit lagu pula semua yang dikatakan Jeno masuk akal, mungkin hanya Serena yang terlalu berlebihan menanggapinya.

"Ya udah oke, aku minta maaf kalau ternyata aku salah paham Je."

Jeno diseberang sana sedikit tenang mendengar kalimat maaf itu.

"Hem, iya. Aku juga, maaf kalau aku marah atau cara komunikasi aku gak bisa kamu tangkep, sorry that's my bad Sei."

"Je," Panggil Serena setelah ada hening yang lama antar keduanya.

"Hem?"

"Kamu gak mau ngasi aku kontak temen sekontrakan kamu, biar kalau ada apa-apa bisa aku hubungin? Jujur aku gak mau khawatir gak jelas sama kamu kayak yang kemarin Je. Jadi kalau kamu gak keberatan aku pengen minta salah satu kontak mereka... mungkin temen sekamar kamu?"

Permintaan Serena itu membuat Jeno mengigit bibir dalamnya kebingungan, ia mengacak rambutnya frustasi dan memaksa otaknya memikirkan sebuah jawaban.

"Kamu tahukan dengan kayak gitu hubungan kita gak privat lagi Sei? Mau? Katanya kamu maunya kita diam-diam aja, friend at public, couple at private, kata kamu itu romantis."

"Hem, punya hubungan yang cuma aku, kamu dan Tuhan yang tahu emang romatis Je. Tapi aku akan bingung nyari kemana kalau kamu ngilang..."

"Aku gak bakal hilang Sei!"

"Je, go public aja yuk? Gak apa-apa deh semua orang tahu. Gimana?"

Jeno tidak langsung menjawabnya, ia perlua waktu lama memikirkannya sebelum berkata....

"Jangan ya Sei? Aku udah nyaman begini."

Namun betapa patahnya hati Serena saat sang kekasih menolak usulan itu.

"Tapi Je—"

"Lagian ini ide kamu dari awal. Aku cuma ikut, masa sekarang saat aku yang udah nyaman begini mau kamu ubah begitu aja? Tolong ikutin mau aku kali ini Sei."

Serena mengangguk dalam diam.

"Hem ya udah kalau kamu senengnya kayak gini, gak masalah."

"Iya, aku janji gak akan hilang kok."

Sekali lagi Serena memilih mempercayai Jenonya, Jenonya yang bahkan hanya sekedar membuat janji karena selanjutnya perlahan-lahan ia seperti didorong, ditarik, didorong lagi, merasakan sakit, bahagia, lalu sakit lagi, tapi Serena bisa apa? 

Ia menyayangi Jeno dan Serena percaya, Jeno juga begitu padanya.

-To be continued -

(Don't forget to touch the stars Button if you like the story 😊 👉🌟)

BE MY MISTAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang