07.00
Pagi ini Nara berangkat ke kantor dengan dijemput menggunakan mobil fasilitas kantor. Darel, asisten pribadi bosnya itu semalam memberitahu lewat pesan bahwa motornya masih diletakkan di kantor, sehingga pagi ini Nara akan dijemput. Ada gila-gilanya juga bos dan asisten ini. Ternyata mobil jemputan yang dimaksud Darel sudah terparkir di depan rumah Nara. Nara yang sedang menghabiskan sarapannya pun sedikit terburu-buru karena sudah ditunggu.
"Yah, Bu, Nara berangkat dulu, ya. Udah ditunggu, ngga enak kalo kelamaan." Nara pun bersalaman dengan kedua orang tuanya. Pun dengan Ressa yang hari ini akan pemotretan dan mengharuskan dia berangkat pagi. Tidak, Ressa tidak pergi bersama Nara, ia akan dijemput oleh pacarnya.
"Iya, ati-ati, ya, anak-anak cantiknya Ayah. Semangat buat hari ini!" Kata Nugroho menyemangati.
Nara pun memasuki mobil. Mobil melaju menuju PT Adiwarna. Sesampainya di lobby, Nara pun turun. Semua mata tertuju pada Nara. Nara merutuki kebodohannya kali ini, mengapa dia berani sekali turun di lobby? Mengapa dia tidak memilih untuk turun di pinggir jalan sebelum masuk kantor ini?
Setelah Nara turun dari mobil dan tak lupa mengucapkan terima kasih, Nara berjalan menuju ruangannya. Sepanjang Nara berjalan, sudah cukup banyak yang memberikan pertanyaan-pertanyaan tak jelas. Ada yang bertanya serius, meledek, hingga dijadikan bahan tertawa. Sudah gila semua, pikir Nara. Belum sampai Nara di ruangan kerjanya, langkahnya terhenti karena Anin.
"Ra, astaga, kamu belum cerita! Ada apa lagi, sih? Bisa-bisanya hari ini kamu dijemput pake mobil fasilitas kantor." Kata Anin. "Masuk ruanganku, yuk, nanti aku cerita." Nara pun berjalan mendahului Anin. Anin mengekor di belakang Nara untuk masuk.
Kurang lima belas menit lagi sebelum semua pekerjaan dimulai. Masih ada waktu untuk sekadar bercerita dan bergosip bersama Anin. Anin pun duduk di kursi tamu ruang kerja Nara. Nara juga langsung membereskan dokumen untuk keperluan meeting Bian hari ini.
"Jadi, ada kejadian apa setelah ngemong Kaila?" Tanya Anin mengawali percakapan diantara mereka berdua. Nara yang tengah sibuk membereskan meja kerjanya pun menjawab. "Beliau nganter aku pulang." Jawab Nara santai.
"Heh, serius?" Suara Anin terdengar berteriak walaupun tak terlalu keras. "Santai, Mbak." Jawab Nara santai lagi. "Ya, serius. Beliau nganter aku pulang karena Kaila yang minta, sih, sebenernya. Terus tadi pagi aku dijemput sama mobil kantor, gara-gara motorku ngga ada yang nganter ke rumah." Jelas Nara yang saat ini sudah duduk berhadapan dengan Anin.
"Ra, please, Pak Bian ngga suka, kan, sama kamu? Aneh banget astaga." Ungkap Anin yang masih kaget dan keheranan.
Bian memang terlihat tidak tertarik dengan wanita-wanita disekitarnya. Tapi, mengapa dengan Nara Bian bisa bersikap sedikit manis? Persetan dengan ada Kaila, memang benar-benar karena Kaila? Bukan karena perasaan lain?
"Nin, Pak Bian kaya gitu cuma demi putrinya, kok. Lagian aku juga ngga ada apa-apa sama dia. Tertarik aja engga." Kata Nara. "Eh, apa kamu bilang? Ngga tertarik? Awas aja, ya." Kata Anin setengah mengancam. Anin dan Nara pun masih bercerita sambil menunggu waktu dimulainya kerja.
"Duluan, ya. Udah jam setengah 8, nih." Pamit Anin pada Nara. Anin pun keluar dari ruang kerja Nara menuju ruang kerjanya.
Selepasnya Anin pergi, Nara mengambil beberapa revisian dokumen yang akan digunakan oleh Bian untuk meeting. Semoga selamat dari revisian lagi. Gumam Nara dalam hati. Nara pun keluar dari ruang kerjanya menuju ruang kerja Bian.
-
09.00
Semenjak perkataan Hanna semalam, Bian benar-benar tak fokus melakukan hal-hal lain. Dia duduk di ruang kerjanya sambil melamun memikirkan akan bagaimana hidup kedepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amerta - [SELESAI]
ChickLit"Amerta. Amerta itu tidak dapat mati, abadi. Aku berharap cintaku dan cinta Mas Bian juga demikian. Walau umur kami sudah habis, namun perasaan kita berdua bisa selayaknya amerta, yang tidak dapat mati." -Nara Menikah dengan sedikit rasa cinta. Buka...