Minggu, 19.00
Rumah Nara
Pagi hingga siang hari dihabiskan oleh keluarga Nugroho untuk membereskan rumah. Iya, sebulan sekali pasti Nugroho memerintahkan seluruh anggota keluarganya untuk membersihkan semua ruangan yang berada di rumahnya. Dari mulai teras, kebun kecil di samping rumah, garasi, dapur, hingga ke lantai dua yaitu kamar Nara dan Ressa, semua harus dibersihkan tanpa terkecuali.
Malam ini mereka hanya mendekam di rumah. Nara menghabiskan waktunya untuk maraton film lagi di kamar, Nugroho dan Kirana hanya menonton televisi di ruang keluarga bersama dengan Ressa yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya.
Nugroho fokus menonton sinetron yang tengah menampilkan adegan penangkapan seorang pelaku pencurian yang dikejar oleh beberapa polisi hingga menembakkan senjata api. Nugroho dan Kirana sama-sama gemas melihatnya, padahal hanya fiktif. Katanya, masa penjahat sudah di depan mata masih bisa lepas dari tangan polisi.
"Ayah, Ibu, ya, ampun. Jangan keras-keras." Tegur Ressa yang merasa agak terganggu karena Nugroho dan Kirana yang berteriak karena saking gemasnya. "Ya, kamu ngerjain tugas di sini, Nduk. Ke kamar aja biar tenang." Ressa justru diusir oleh Kirana. Nugroho yang melihat itu tertawa. "Udah, udah. Ayah sama Ibu ngga teriak-teriak lagi, kok. Lanjut ngerjain tugasnya." Suruh Nugroho pada Ressa.
Mereka tengah fokus dengan kegiatannya masing-masing hingga tak mendengar bahwa ada seseorang yang mengucapkan salam dari teras rumah mereka.
"Assalamualaikum." Terdengar suara dari seberang sana.
"Kaya ada orang ngucap salam, ya, Yah?" Kata Ressa yang menyadari hal itu. Kirana pun mengecilkan volume televisi yang sedang dia tonton.
"Ressa coba buka pintu, ya." Ressa pun beranjak dari tempat duduknya. Kemudian membuka pintu utama. Benar saja, ada seorang pria, anak kecil, dan seorang ibu yang membawa satu paper bag cukup besar.
"Waalaikumsalam." Jawab Ressa sambil membuka pintu. Pria itu tampak menundukkan kepala sejenak seperti memberi hormat pada Ressa.
"Maaf, cari siapa, ya?" Tanya Ressa mengawali.
"Nara-nya ada? Om Nugroho juga ada?" Tanya seseorang itu.
"Mba Nara ada, Ayah ada. Mari silakan masuk." Kata Ressa menyuruh tamu itu masuk ke dalam ruang tamu.
Seseorang itu pun duduk di kursi panjang bersama dengan anak kecil yang dipangkuannya dan ibu yang berada di sebelah kirinya.
Setelah mempersilakan tamu itu duduk, Ressa berpamitan untuk ke ruang keluarga untuk memanggil ayah dan ibunya, tak lupa juga Nara.
"Yah, ada tamu. Cari ayah sama Mba Nara." Ucap Ressa yang berdiri menghadap Nugroho dan Kirana. "Siapa?" Nugroho berdiri. "Ressa ngga paham, Yah. Ressa panggil Mba Nara dulu. Siapa tahu penting." Nugroho dan Kirana serentak mengangguk.
-
Nugroho dan Kirana pun berjalan beriringan menuju ke ruang tamu. Betapa terkejutnya Nugroho kala tamu yang datang ke rumahnya malam ini adalah Bian. Iya, seseorang itu adalah Bian. Dia datang bersama Kaila dan Hanna.
Setelah kemarin siang Bian mengobrol dengan Kaila dan malam harinya dia merenung di kamar, langkahnya sudah mantap untuk melamar Nara malam ini juga. Saat Bian berkata pada Hanna pun, Hanna terkejut. Bahkan, Hanna berpikir untuk tidak secepat ini. Namun Bian meyakinkan mamanya itu, jika memang niat baik tidak boleh ditunda.
Persetan dengan perasaan Bian pada Nara detik ini juga, memang belum ada rasa apa-apa. Tapi saat semalam dia merenung, dia percaya perasaan itu akan muncul dengan sendirinya. Bian melakukan ini semata-mata sebagai bentuk kasih sayang nyatanya pada Kaila. Apa hal yang paling membahagiakan lainnya selain membuat Kaila bahagia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Amerta - [SELESAI]
ChickLit"Amerta. Amerta itu tidak dapat mati, abadi. Aku berharap cintaku dan cinta Mas Bian juga demikian. Walau umur kami sudah habis, namun perasaan kita berdua bisa selayaknya amerta, yang tidak dapat mati." -Nara Menikah dengan sedikit rasa cinta. Buka...