65 - Rahardja

2.5K 365 91
                                    

🦋 Halohai! 🦋

Ternyata mood-ku membaik, alhamdulillah. Berkat doa kalian juga kayaknya, nih. 🌜

Oh, iya, kemarin itu ada yang komentar tentang karakter Nara yang egois dan sedikit-sedikit nangis kaya Andin cabang TV, ya? WKWK jujur aku ketawa banget jadi inget Andin cabang TV beneran. 😂

Gini-gini aku jelasin. Kayaknya, kalau ngga salah, ya, dari awal aku nulis Amerta karakter Nara emang manja, sedikit egois, dan cengeng ngga, sih? Bisa dilihat di part-part awal kalau lagi ribut sama Bian juga Nara gimana.

Iya, ngga, sih? Atau aku yang luput? Siapa tahu pembaca setia Amerta dari part awal hafal karakter Nara, bisa komentar di sini, siapa tahu aku yang menyimpang dari karakter awal. Anyway, aku terima masukan, kritik, dan saran yang udah kalian ketik di komentar di part kemarin. Berarti tandanya kalian sayang sama aku, jiakh. 😝

Dan kalau sekiranya ada hal-hal aneh lainnya, boleh disampaikan aja, ya. Aku amat sangat terbuka dengan itu semua.

Selamat menikmati part ini yang penuh dengan......... *jawab sendiri setelah baca part ini, ya. 🤫

Semoga suka!

Rahardja; kebahagiaan.

17.00

Setelah hampir tiga puluh menit bersiap-siap, Nara sudah keluar dari kamar bersama Bian yang sudah mengenakan jas juga. Entahlah, Nara sendiri pun tak tahu apa yang akan dilakukan oleh suaminya karena yang jelas, Bian menyuruh Nara memoles wajahnya lebih daripada biasanya.

Awalnya Bian mengajak untuk keluar pukul empat sore, namun tiba-tiba Bian ditelfon oleh Maudy bahwa ada beberapa dokumen yang harus diteliti sore ini juga sehingga menjadikan keduanya mengulur waktu hampir satu jam.

Berpamitan dengan Hanna, Nara dan Bian berjalan menuju garasi. Keduanya masih diam, terlebih Nara yang bahkan mood-nya belum sepenuhnya membaik.

Berbicara mengenai hadiah, Bian belum mengambil hadiah pertama yang akan diberikan kepada istrinya itu. Bian berniat memberikan hadiah tersebut ketika nanti berada di mobil.

Membukakan pintu mobil seperti biasa, setelahnya Bian duduk di kursi kemudi. Nara pun lekas memakai seatbelt. Berbeda dengan Bian yang terlihat mengambil sesuatu di kursi belakang.

"Hadiah pertama," ujar Bian memberikan buket bunga mawar putih yang cukup besar.

Nara pun tertegun melihat suaminya ini. Memang benar-benar penuh kejutan tak terduga.

"Dua puluh empat tangkai mawar putih, sesuai sama umur kamu," kata Bian lagi.

Nara tersenyum seraya mengambil buket yang berukuran cukup besar itu. Lupakan saja tentang rasa kecewa beberapa waktu lalu. Diberikan hal-hal manis semacam ini saja hati Nara menghangat. Rasa kecewa dan marah yang masih tertoreh sedari tadi luruh seketika.

"Makasih banyak, Mas. Aku minta maaf kalau tadi udah marah sama kamu," kata Nara.

Ditatapnya dalam-dalam kedua manik mata suaminya itu karena sudah merasa bersalah sebab egonya terlalu tinggi tadi.

Bian lekas tersenyum sambil mengusap kepala istrinya dengan sayang. "Ngga papa, wajar kamu marah, saya yang harusnya minta maaf. Udah ngga badmood lagi?" tanya Bian yang dijawab gelengan oleh Nara.

Bian pun mengenakan seatbelt dan menyalakan mesin mobilnya. Buket yang diberikan kepada istrinya itu sedang dipandangi oleh perempuan yang berada di samping kirinya. Hanya dengan hal tersebut saja hati Bian juga menghangat. Istrinya itu memang selalu tahu bagaimana cara menghargai pemberian orang lain, terutama dirinya.

Amerta - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang