Seru juga ngegantung cerita sampe bikin anak orang penasaran😝
Nih, aku baik, kan? Update lagi.
---
"Astaghfirullah, Mba Nara," kata Mbok Nah sambil menangkap tubuh Nara.
Nara mengerjapkan matanya beberapa kali. Pandangannya gelap-terang, barang-barang yang ada di depannya seolah berputar. Kepalanya pusing, dia sudah tidak berdaya untuk melangkah.
"Nyonya, Ncus, tolong," teriak Mbok Nah dengan keras. Berharap seisi rumah mendengar. "Nyonya, Ncus, tolong," kedua kalinya Mbok Nah berteriak. Syukurlah, Hanna langsung mendengar dan terlihat sudah menuruni anak tangga dengan cepat.
Hanna dengan setengah berlari pun menuju ke sumber suara. Dia juga terkejut ketika melihat Nara yang sudah dipegangi oleh Mbok Nah itu. "Ya, ampun, kenapa, Mbok?" tanya Hanna dengan raut wajah panik.
Mbok Nah menggeleng. "Saya juga ngga tahu, Nyonya. Saya sedang menyapu di ruang tamu, tiba-tiba Mba Nara seperti akan pingsan," jelas Mbok Nah pada majikannya itu.
"Ya, udah, kita bawa ke rumah sakit, ayo, Sayang," kata Hanna tanpa berpikir panjang. Dia sudah bersiap memapah. Nara lekas menggeleng dengan cepat. "Ng-ngga u-u-sah, Ma. A-a-ku ngga papa," jawab Nara dengan terbata-bata.
Hanna pun setengah marah. "Ngga, ngga papa gimana. Udah, ayo. Mbok Nah tolong ambilkan ponsel dan tas saya di nakas kamar, ya," perintah Hanna pada Mbok Nah.
"Ma..." panggil Nara pada Hanna. Hanna sudah menyandarkan tubuh Nara ke tubuhnya. Sebisa mungkin Hanna harus kuat, agar tidak ikut jatuh bersama Nara.
"Nara, dengerin Mama, kamu mau nyiksa anakmu yang di dalam kandungan?" tanya Hanna sarkas. Dengan cepat Nara menggeleng. "Ya, udah, kita ke rumah sakit sekarang," kata Hanna selanjutnya sambil memapah Nara menuju parkiran mobil.
Setelah masuk ke dalam mobil, Mbok Nah pun memberikan ponsel dan tas kepada Hanna. Hanna menyuruh sopir untuk melajukan mobil dengan cepat namun tetap hati-hati. Hanna hanya tidak ada hal yang tidak dia inginkan, yang terjadi pada menantu dan cucunya.
-
Rumah Sakit Atmajaya, Dahlia 8
Saat ini Nara sudah dalam perawatan dokter. Hanna hanya bisa menunggu di depan ruangan. Beberapa kali dia menghubungi Bian, namun nihil. Tidak ada jawaban sama sekali. Bahkan 10 pesan yang dia kirim, belum ada satu pun yang terbaca. Antara Bian memang sibuk atau menghindar, Hanna tidak tahu. Namun, putranya ini benar-benar keterlaluan.
Sekitar lima belas menit Hanna menunggu dengan cemas, dokter yang menangani Nara pun keluar dari ruangan. Dengan cepat Hanna berdiri.
"Keluarga Ibu Nara?" tanya dokter itu. Di name tag-nya tertulis dr. Vania.
Hanna mengangguk. "Iya, Dok, saya mertuanya. Bagaimana kondisi menantu saya? Apa dia dan kandungannya baik-baik saja?" tanya Hanna harap-harap cemas.
Dokter Vania tersenyum. "Syukurlah, Bu. Ibu dengan cepat membawa Bu Nara ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama. Kandungan Bu Nara cukup lemah. Jika Ibu telat sedikit saja, janinnya mungkin akan tidak bisa diselamatkan," jelas Dokter Vania kepada Hanna yang membuatnya merinding. Hanna menggelengkan kepalanya dan menghela napas. Takut sekali.
"Apakah Ibu tahu apa yang terjadi dengan Ibu Nara? Mengapa bisa kandungannya selemah sekarang?" tanya Dokter Vania kepada Hanna.
Hanna mengerutkan keningnya seperti mengingat sesuatu. "Oh, iya, Dok. Begini, menantu saya tidak tahu kalau dia sedang mengandung. Kemarin saat dia periksa saja, dia tidak sengaja. Karena tiba-tiba merasa pusing," jelas Hanna. "Kandungannya benar berusia lima minggu, Dok?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Amerta - [SELESAI]
ChickLit"Amerta. Amerta itu tidak dapat mati, abadi. Aku berharap cintaku dan cinta Mas Bian juga demikian. Walau umur kami sudah habis, namun perasaan kita berdua bisa selayaknya amerta, yang tidak dapat mati." -Nara Menikah dengan sedikit rasa cinta. Buka...