BAB 32✓

23.4K 3.9K 229
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Semua terdiam setelah mendengar perkataan Fera. Mereka saling menatap satu sama lain. Darriot yang berada dibelakang Fera segera menarik wanita itu dari sana karena melihatnya tanda-tanda dari makhluk itu yang akan kembali mengganas membuat Darriot, Pernan, Callioer, dan Wild mundur untuk sementara.

Sedangkan Robi masih tergeletak tak berdaya disana. Semua ingin membantu tetapi keadaan sangat tidak mendukung, sedangkan Fera masih tidak bisa berpikir jernih. Ia terus termenung menatap mata makhluk itu. Kenapa? Sebenarnya apa penyebab dari ini semua sehingga Six berubah menjadi makhluk seganas itu. Jawabannya hanya diketahui oleh Robi seorang, Fera yakin itu.

Namun sedetik kemudian Fera mengernyit heran melihat sebuah benda menancap dibelakang leher Six.

"Apa itu?" gumam Fera terheran-heran dan tidak henti menyorot kearah benda aneh tersebut.

Setelah mereka meninggalkan camp pertama dan pergi ke camp kedua tempat para prajurit berisitirahat mereka semua, atau tepatnya Callioer dan Pernan bergegas membangunkan seluruh pasukan dan memerintahkan mereka untuk bersiap berperang.

"Kau tetap disini Hayena! Setelah semua ini selesai aku butuh sebuah penjelasan," titah Darriot sebelum bergegas pergi, tanpa menunggu jawaban Fera. Fera hanya bisa mengangguk karena pikirannya kini telah dipenuhi banyak hal.

Elen yang melihat keributan dari dalam tenda memutuskan untuk keluar melihat keadaan. Ia menaikkan sebelah alisnya ketika melihat begitu banyak prajurit berlarian kesana kemari dengan hebohnya.

Apakah yang menyambut mereka? Bukankah perang sudah berakhir? Pikir Elen.

Melihat siluet seseorang yang ia kenal tengah berdiri sendiri, Elen berjalan cepat dengan menarik sebuah balok kayu ditangannya yang berada didekat tenda. Berjalan mendekati orang tersebut dan bersiap melayangkan pukulan kuat kearah kepala. Namun ia kalah cepat dengan reflek yang diberikan orang tersebut, hingga pukulan itu meleset.

"Really?! Disaat seperti ini?" sentak Fera tidak percaya. Orang yang ingin Elen habisi.

Elen hanya menatap datarnya, lalu berbalik pergi. "Kau yang mengatakan padaku bisa membunuhmu kapanpun dan dimana saja," ujarnya sebelum kembali masuk kedalam tenda.

Seketika rahang Fera jatuh. Ia tidak percaya pria itu akan melakukan nya secepat ini.

Ouh... Permainan apa lagi ini?!

Menghela nafas sejenak. "Sepertinya aku harus mengandalkan diriku sendiri," ucap Fera menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.

Mengambil dua belati dari atas meja yang cukup besar yang biasanya digunakan untuk tempat bermain kartu atau makan-makan para prajurit. Menyelipkan belati tersebut pada sanggulnya, lalu belati satunya ia selipkan di paha, tidak lupa mengikatnya dengan sebuah kain panjang dengan kuat agar tidak mudah terjatuh.

Setelah semuanya selesai, Fera menuliskan sesuatu di atas selembar kertas, kemudian menaruhnya diatas meja dan menimpanya dengan sebuah botol sake agar tidak tertiup angin.

Fera mengencangkan sepatunya sebelum ia berlari dengan begitu kencang menuju tempat Six dan Robi berada. Dua-duanya sangat penting untuk kelangsungan rencana dan impian Fera. Jadi ia tidak boleh membiarkan keduanya mati.

Fera terus berlari dengan kencang untuk kembali ke camp pertama untuk menghentikan amukan Six. Biar saja ia dianggap pahlawan kesiangan, karena dengan begitu akan semakin mempermudahnya untuk mengendalikan Six. Walaupun hanya akan dua kemungkinan untuk nya.

Jika opini dan tebakannya benar ia akan selamat. Tetapi jika salah ia akan tinggal nama.
Hanya itu pilihan yang ada sekarang dan Fera berharap ia tidak kembali dengan tinggal nama saja.

"Aku mohon semoga tebakanku benar," lirih Fera mengeratkan kepalan tangannya tidak perduli jika kini nafasnya terputus-putus.

"Tubuh yang sangat merepotkan!" Decak Fera.

Disisi lain, Callioer masih berusaha untuk menjauhkan makhluk itu dari tempat Robi berada. Tidak putus asa ia untuk menyelamatkan sahabatnya itu.

Walaupun mereka jarang berbicara satu sama lain, tetapi Callioer sudah menganggap nya sebagai sahabat.

Robi adalah orang yang pintar dan kuat. Callioer tidak percaya seseorang yang terbaring disana dengan penuh luka itu adalah dirinya. Sebenarnya sebelum menyusul kemari apa yang dilakukan pria pada makhluk mengerikan itu, sehingga mengganas.

"Yang mulia para prajurit kewalahan melemahkan monster tersebut. Dia terlalu kuat," lapor salah seorang prajurit membuat Callioer berpikir untuk turun tangan langsung.

Callioer menatap ketiga orang yang tengah menampilkan wajah santainya dan memberikan isyarat lewat mata. Darriot, Pernan, dan Wild tampak mengangguk. Kemudian mereka bertiga berjalan mendekat.

Ya. Keputusan mereka adalah melemah makhluk itu dengan tangan mereka sendiri.

Fera yang sudah dalam perasaan cemas berharap keempat laki-laki bodoh itu tidak bertindak bodoh.

"Jangan bertindak apa-apa pria-pria bodoh," ujarnya pada angin.

______________________________

I LOVE YOU ❤️

I LOVE YOU ❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Antagonis princess:HayenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang