22 Febuari 2018
Hidup bersama ketidakinginan adalah sesuatu yang terdengar berantakan. Semua orang menciptakan harap, jika mereka mampu hidup dengan sesuai apa yang mereka inginkan. Namun, sayangnya tidak seperti itu. Tidak ada dunia yang membahagiakan, seluruhnya hanya berisikan penipuan dan naif. Terkadang segala sesuatu memang tidak pernah terjadi seperti apa yang kita inginkan. Menyebalkan.
"Jadi bagaimana?"
"Ya, kupikir idemu tidak begitu buruk. Aku akan menggunakan alasan itu di konser kecil terakhirku."
"Woah, benarkah? Kapan? Apakah hari ulang tahunmu?"
"Eoh, sembilan maret."
Jemarinya berkelana menyusuri deretan buku-buku yang tersusun rapi di sebuah lemari. Syukurlah, Yoongi merasa nyaman ketika toko buku yang biasa ia datangi, terlihat tidak begitu ramai akan para pengunjung. Setidaknya Yoongi tidak perlu mendengar kebisingan cuap-cuap wanita.
"Tenang, Hyung. Kupastikan aku akan datang di konsermu. Beri aku tiket gratis, ya."
"Enyah kau!"
Jungkook tertawa cukup keras, membuat Yoongi sejenak mencibir tidak suka. Barangkali kebosanan yang selalu ia dapatkan dari dua puluh empat jam dalam sehari, mampu terasingkan dengan keberadaan Jungkook. Walaupun terkadang pria itu sibuk sebagai mahasiswa dan bartender, tapi Jungkook tidak pernah lupa untuk bercengkrama dengan pria setengah hangat dan setengah dingin itu.
"Apa kau sedang mencari referensi untuk musikmu, Hyung?"
"Ya, sepertinya begitu."
Kedua maniknya tanpa ingin berhenti, tetap menelusuri buku-buku di sana dengan fokus yang sangat keras. Sesekali memang terganggu karena di seberang panggilannya, Jungkook begitu berisik. Hingga Yoongi mampu meraih satu buah buku dan tersenyum kecil.
"Youra, ini pacarku. Kim Taehyung."
"Eoh, Hai. Seo Youra."
Pemalu sekali. Bukan lagi Jungkook yang terdengar berisik, melainkan batinnya yang sedari tadi menciptakan berbagai keluhan pada sebuah percakapan yang berada tidak jauh darinya. Yoongi tetap beradu dengan pikirannya dan juga celotehan Jungkook. Ia benar-benar berusaha untuk menyatu dengan seluruh kendali fokus terhadap buku yang berada di genggamannya.
"Maaf ya, dia memang agak pemalu. Tapi, dia sangat baik. Benar, kan, Youra?"
"Eoh."
Sial, sangat menganggu. Sejenak napasnya tertahan marah. Ia mulai tidak terbiasa untuk berpura-pura tidak mendengar pergulatan suara yang menggema bebas, bahkan memantul hingga sudut. Astaga.
"Youra, bagaimana ya, aku ingin sekali pergi dengan kekasihku. Tapi, kau akan sendirian. Aku tidak mungkin harus meninggalkanmu."
Pergi sana, pergi. Yoongi bergumam tidak sehat di antara isi kepalanya. Ia memutuskan untuk menutup buku tersebut dan beranjak menjauh. Barangkali ia akan mendapatkan tempat yang sunyi, tenang dan damai. Entah dimanapun, asal tidak ada kebisingan seperti remaja di sana.
"Im Youra."
Tunggu, nama mereka sama? Sebentar, sebentar, sejak kapan Yoongi begitu peduli. Tidak, dia tidak peduli sama sekali. Terserah, hanya obrolan tidak jelas. Benar, kan. Ah sial, kedua tungkainya meringsut meraih jejak. Ia beralih melangkah mendekati lorong yang berada di hadapannya.
"Tidak apa-apa, kau pergi saja. Tidak perlu menungguku. Lagi pula aku akan pulang."
Biji pupilnya menelisik kerumunan kecil di sana. Punggung seorang remaja laki-laki yang terlihat menjulang tegap menghalangi pandangannya. Namun, Yoongi sejenak menyadari sisi wajah yang terlihat tidak asing baginya berada di antara mereka. Tapi, kapan ia pernah bertemu dan melihat wajah seperti itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
(TIDAK DILANJUTKAN!) Yellow Daylily
Fanfiction(WARNING!! SETIAP PART PANJANG2. BAHASANYA BELIBET. BIKIN MIKIR KERAS!! YANG GAK KUAT, SILAHKAN UNTUK TIDAK DIPAKSAKAN. KESEHATAN ANDA JAUH LEBIH PENTING DARIPADA MEMIKIRKAN KEHIDUPAN DI DALAM DUNIA YELLOW DAYLILY. SEDANGKAN YANG INGIN MELANJUTKAN...