FIVE

16.8K 1.6K 60
                                    

Happy reading bestiee!!🖤🌷

666

     Di sebuah restoran mewah kini Alya dan Kevin berada. Gadis itu sedari terus menengok ke kanan dan ke kiri memastikan apakah ada orang selain dirinya dan Kevin, kenapa bisa restoran semewah ini terlihat begitu sepi bahkan tak ada pengunjung sama sekali.

     "Ayo di makan, Al." kata Kevin dengan nada yang cukup lembut.

     Mendengar itu sontak Alya mengangguk. Gadis itu menatap makanannya dengan ragu, Sungguh Alya tidak menyukai makanan di depannya di lihat saja sudah tidak berselera, jujur Alya tidak suka makanan setengah matang seperti ini.

     "Lo nggak doyan?" gadis itu mengangguk, "Gue minum aja, nggak papa," kata Alya merasa tak enak hati.

     Tanpa menjawab cowok itu menepuk  tangannya sekali membuat beberapa pelayan menghampirinya. "Nasi goreng mau?" tanya Kevin, karena sudah terlanjur tak enak hati Alya hanya mengangguk.

     "Oke, tolong buatin nasi goreng spesial." Beberapa pelan itu mengangguk lalu kembali melangkah.

     Alya berdehem singkat, sepertinya saat ini adalah waktu yang tepat untuk bertanya."Kalo boleh tau kenapa lo tiba-tiba ngajak gue makan-makan kaya gini? sebelumnya kita juga nggak pernah ngobrol atau sekedar—"

     "Gue cuma mau kita lebih deket, nggak salah 'kan?"

     "Maksud lo, deket gimana?"

     Tiba-tiba saja Kevin bangkit dari duduknya, cowok itu mendekatkan wajahnya tepat pada telinga Alya. "Kita bisa jadi teman. Atau mungkin my lover."

     Suara khas cowok itu begitu membuat Alya tak bisa berkutik, rasanya hanya ingin menghilang dari bumi.

666

     "Hati-hati, Vin!" teriak Alya seraya melambaikan tangan.

     Sedari tadi Alya terus mengukir senyumnya, bahkan sampai di rumah senyum itu tak kunjung luntur. Setiap ucapan yang keluar dari bibir cowok itu begitu memabukkan.

     "Nggak bisa bohong kalo gue emang baper!" ucap Alya dengan wajah sedikit salah tingkah.

     Kaki pendek itu melangkah memasuki pekarangan rumah, saat Alya ingin membuka pintu ternyata pintu di kunci. "Yaelah pake di kunci segala, takut di grebek kali ya?"

      Dengan tidak sabaran Alya mengetuk pintu dengan kencang tanpa henti, jangan lupakan suara cempreng itu yang membuat siapapun kesal mendengarnya. "WOI BUKA PINTUNYA!"

     "Jeno! Buka pintunya!"

      Jeno yang kini sedang terlelap begitu terganggu dengan teriakan itu, cowok itu dengan langkah gontai melangkah keluar kamar dan membuka pintu.

      "Lo bisa nggak sih sopan dikit?"

     "Kalo sama lo nggak bisa."

      Alya melangkah masuk kedalam rumah meninggalkan Jeno yang begitu emosi karenanya. "Besok gue nggak bakal izinin lo keluar sama tuh cowok lagi." ucap Jeno yang masih dapat Alya dengar.

     Gadis itu berhenti melangkah lalu menoleh kebelakang. "Lo nggak bisa ngatur-ngatur gue kaya gini,"

     "Gue ada hak ngatur lo, lo nggak pantes pulang malem kaya gini, apalagi lo udah punya su—"

     "Nggak usah sok nasehatin gue kalo diri lo sendiri aja nggak bener, nggak usah sok lupa ingatan bahkan lo lebih parah dari gue!" potong Alya, sungguh Alya jadi terbawa emosi.

     Jeno sebal, kenapa bisa gadis itu selalu gampang membalas ucapannya bahkan terasa begitu menusuk. "Oke, kalo emang mau lo gitu, kita masing-masing aja. Gue bukan suami lo," setelah mengucapkan itu Jeno melangkah menaiki tangga.

     "Gue juga nggak pernah bilang kalo lo suami gue, Jeno!" teriak Alya dengan kencang.

     "Gue nggak nyuruh lo jawab, kerdil jelek!" sahut Jeno yang kini sudah berada di lantai atas.

     "Nama gue Alya! bukan kerdil!"

666

     "Sampai kapan kita gini terus? kamu pikir aku nggak tersiksa?" ucap seorang cowok yang kini sedang menggenggam kuat tangan cewek di hadapannya.

      "Please, aku nggak bisa ninggalin dia gitu aja. Aku lebih dulu cinta sama dia di banding sama kamu,"

     "Kalo emang kamu terus maksa aku buat ninggalin dia, mending kamu yang pergi." lanjut gadis itu.

     Cowok itu menggeleng. "Kamu tau 'kan seberapa sayangnya aku sama kamu, aku cemburu banget liat kamu terus sama dia." ucapnya jujur.

     "Itu bukan urusan aku, pas awal juga kamu setuju-setuju aja kalo kamu mau jadi yang kedua. Jadi terima aja kalo emang kamu sayang sama aku."

     Itulah perbincangan sepasang kekasih di gedung belakang sekolah.

666

     "Lo apaansih narik-narik gue?"

     "Kalo lo nggak di paksa lo nggak akan mau ikut, Alya." Jeno mendorong gadis itu agar masuk kedalam mobil miliknya.

     Alya menatap tak suka kearah Jeno, rasanya tidak bisa sehari saja cowok itu tidak menyebalkan. "Emangnya mau kemana?" tanya Alya seraya mengalihkan pandangannya kearah lain.

     "Ke rumah Papah gue," sahut Jeno, cowok itu sudah siap ingin menyalahkan mesin mobil namun saat ia melihat Alya belum menggunakan seat belt cowok itu mengurungkan niatnya.

     "Mau ngap—" ucapan gadis itu terpotong saat tiba-tiba saja Jeno mendekat kearahnya, Alya menahan napasnya saat wajah mereka saling beradu, "nggak usah bawel." kata Jeno, cowok itu kembali duduk di tempat semula saat sudah selesai memasangkan Alya seat belt.

      Gadis itu mengalihkan wajahnya ke luar jendela, jantung itu masih terus berdetak kencang saat wajah mereka sempat berhadapan.

     Di perjalanan hanya ada keheningan sampai beberapa menit mereka lalui akhirnya sudah sampai. "Ayo cepetan turun,"

     "Iya-iya, kenapa lo jadi cerewet gini sih?" tanya Alya begitu heran, tanpa mau menjawab cowok itu menggandeng tangan Alya agar gadis itu mengikuti langkahnya.

     Sampai di dalam Alya tak lupa menyalami tangan kedua mertuanya. Jeno memeluk tubuh sang bunda, Sudah beberapa hari mereka tak bertemu membuat Jeno begitu rindu, kalian harus tau jika Jeno begitu dekat dengan Bella.

     "Gimana hubungan kalian, apa ada peningkatan?" tanya Bella seraya menuntun mereka untuk menduduki sofa.

     Alya tidak tau harus menjawab apa, gadis itu mengkode Jeno dengan matanya seolah menyuruh cowok itu saja yang menjawab pertanyaan Bella.  "Semua butuh proses, Bun." jawab Jeno seadanya.

     Surya berjalan mendekat kerah mereka dan menundukkan bokongnya pada sofa. "Kamu nggak lupakan sama omongan Papah?" Jeno menggeleng, cowok itu masih ingat setiap kata-kata yang keluar dari mulut sang papah, dan Jeno tidak akan melupakannya.

     "Jangan pernah kamu sakiti hati seorang perempuan. Hati mereka terlalu lembut."

     "Papah harap kamu gak akan berlaku kasar sama Alya sekesal apapun kamu sama dia."

666

JENO [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang