SEVENTEEN

12.9K 1.1K 65
                                    

Happy reading bestiee!!🌷🖤

666

   Hari Senin selalu menjadi hari paling menyebalkan untuk gadis urakan yang kini berdiri di bawah paparan sinar matahari. Berbaris di belakang memudahkan gadis itu untuk berbuat seenaknya.

"Hadeh ... sedep banget wangi ketek gue." gumam Alya, pasti Jeno suka! lanjutnya membatin.

"HORMAT ... GRAK!!!" Suara itu terdengar lantang dan berwibawa.

Alya hanya diam tak berniat untuk mengangkat tangan kanannya membentuk hormat.

Merasakan colekan pada bahunya membuat Alya menoleh kebelakang, masih dengan wajah santai saat netranya melihat pak Wisnu yang berdiri tegak di belakangnya. "Eh, bapak. Bapak, ngapain disini?"

"Kamu nggak denger? kuping kamu nggak berfungsi? pembina upacara sudah menyuruh hormat, kenapa tidak di laksanakan?!" omel pak wisnu, banyak pasang mata yang menatap kearah Alya tapi hanya sebentar, mereka sudah tak heran dengan tingkah Alya. Gadis yang di juluki 'Pembuat onar'.

Alya menutup matanya saat omelan itu menyapa gendang telinganya. "Maaf Pak, saya denger kok."

Pak Wisnu tampak menghela napas. "Mending sekarang kamu pindah ke barisan sana." Pak Wisnu mengarahkan dengan jari telunjuknya.

Mata Alya membulat. "Hah? enggak, ah pak. Disana kan barisan anak-anak nakal, terus cowok semua lagi, kalo saya ternodai gimana?"

"Satu, dua, t—ti?" Dengan malas Alya melangkah untuk pindah barisan, Alya sudah hapal betul jika sudah berhitung seperti itu tandanya jika tidak masuk ruang bk tentu mendapatkan hukuman.

Aira dan Agatha menahan tawa saat melihat Alya dengan lesu berjalan berpindah barisan, lagian siapa suruh? padahal mereka tadi sudah mengajak Alya untuk berpindah barisan kedepan tetapi namanya Alya gadis itu paling anti menjadi anak terdepan.

Netra hitam itu menyipit kala melihat Alya berbaris tepat di belakang barisannya, cowok itu melangkah untuk ikut berbaris di belakang.

"Sendirian aja? cowoknya mana neng?" celetuk Jeno, cowok itu berdiri tepat di belakang Alya.

"Ini yang di belakang, suami saya mas," bisik Alya seraya mengulum senyum.

"Kalo aja di rumah, gue terkam lo."

Alya terkekeh mendengarnya. Gadis itu mengusap keringat yang membanjiri keningnya. "Lo nggak kepanasan apa?" tanya Alya pada Jeno.

"Gue udah biasa panas-panasan," sahut Jeno, cowok itu ikut serta mengelap keringat gadisnya.

Netra Jeno menatap salah satu temanya yang menggunakan topi. "Gue pinjem topi lo, selesai upacara gue balikin." Tanpa izin dari temannya Jeno langsung mengambil alih topi tersebut.

Sebelum ia pakaikan kepada Alya Jeno menciumnya takut-takut jika berbau, Jeno tak mungkin memberikannya kepada Alya. "Pake ini," Tangan kekar itu memasangkan topi pada kepala gadisnya.

"Punya siapa?" tanya Alya sambil membenarkan sedikit topinya.

"Pake aja nggak usah bawel." Alya pun mengangguk-anggukan kepalanya.

Dari arah lain sepasang netra menatap kearah kedua sejoli itu, dengan langkah besarnya lelaki itu berjalan kearah mereka.

"Kalian berdua memang benar-benar biang kerok ya!" Jeno dan Alya terperanjat saat suara khas itu menendang gendang telinganya.

Alya tersenyum kikuk melihat pak Wisnu, nih guru kayanya selalu ada di manapun gue ada, batin Alya. "Orang-orang sedang khidmat mengikuti upacara, sementara kalian asik mengobrol, dimana sopan santun kalian sebagai murid SMA Pancasila?"

JENO [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang