Hilangnya Ara

39 31 8
                                    

Ara bukan gadis lemah. Dalam keadaan sakit, dia masih bekerja demi menghasilkan uang sendiri, lalu dikumpulkan untuk melanjutkan pendidikannya kembali. Sudah satu tahun Ara menundanya, tahun ini pembukaan pendaftaran lagi. Ara ingin mendaftar menjadi mahasiswi di Universitas Indonesia Jakarta yang terkenal luas dan sangat baik.

“Ara...!” Teriakan Prisil mengagetkan Ara dengan yang lain, Ara menoleh ke arahnya.

“Hidung lo,” kata Prisil menunjuk hidung Ara yang sudah memerah.

Baju Ara terkena darah. Kepala Ara pun sudah terasa berat, dia tidak kuat jika harus menahannya lagi. Perlahan pandangan Ara kabur memburam, menahan perih di tubuh tak kuat menopang, Ara ambruk dalam pelukan Reyhan. Semua meneriaki namanya. Ara masih bisa mendengarkan suara mereka sebelum akhirnya menutup mata.

“Ara... bangun!”

“Tenang, Sayang,” ungkap Daniel kepada Alea.

“Ara gue udah dateng. Lo sambut kek ginian? Sadar, Sayang...,” rintih Reyhan. “Cepat, panggil ambulans!”

Semua sahabat Ara menangis. Senyum bahagia berganti dengan air mata. Ara benci melihat sahabatnya yang tersenyum harus menangis karenanya. Biar Ara saja yang menangis. Mereka sudah berkumpul untuk memberikan hal yang tak pernah terpikir dalam hidup Ara sebelumnya.

Maafkan aku semua, hari ini menjadi kejutan ulang tahun paling indah bagiku, batin Ara.

Mata Ara terpejam menuju alam mimpi. Semua orang segera memanggil ambulans dan membawa Ara ke rumah sakit. Tak ada yang memikirkan bagaimana dengan pesta yang dihias seindah mungkin dan harganya mencapai ratusan juta. Pikiran para pemuda dan gadis tertuju pada keselamatan Ara saat ini.

*****

“Ara, kapan lo sadar?” ujar Azriel memegang tangan Ara yang dingin, sudah satu minggu dia belum tidur. “Gue kangen lo jailin,” lanjut Azriel mengungkapkan isi hatinya, berharap Ara dapat mendengarnya.

“Lo gak kasihan sama ibu gue yang nangis mikirin lo?” Azriel menoleh ke arah Prisil yang baru sampai, meletakkan bingkisan buah di meja. Gadis itu turut menatap Ara dengan sendu menyiratkan kesedihan.

“Bangun, Sayang…. Kamu gak kasihan sama Mama Anjani?” Mama Azriel tidak kuasa menahan air matanya melihat gadis yang dianggap sebagai putrinya terbaring lemah di atas brankar.

“Bangun, Nak. Papa Rendi di sini untuk kamu, Ara.” Papa Azriel terlihat tak berdaya menatap Ara gadis yang sudah dia anggap sebagai putrinya sendiri dalam kondisi seperti ini.

“Bangun, Bidadari... Reyhan kangen,” ungkap Reyhan di depan Ara yang masih setia menutup mata.

“Ara cantik, Vino kesepian gak ada Ara,” lirih Vino mengusap jilbab Ara dan berharap gadisnya bangun.

Hari ini Azriel menjenguk Ara lebih pagi dari biasanya. Tiba di kamar Ara, Azriel terkejut melihat brankar kamar Ara kosong. “Dokter Ara mana?”
Azriel berteriak memanggil dokter untuk menanyakan keberadaan gadis itu. Semua dokter bingung dengan pertanyaannya. Ada juga yang syok mengetahuinya.

Tangisan para gadis pecah, mereka terlihat terpukul karena kehilangan sahabatnya yang dinyatakan ktitis selama dua minggu lalu. Azriel mengabari para pemuda sekaligus sahabat Ara. Berbagai pertanyaan dilontarkan kepadanya. Azriel hanya bisa menjawab dengan gelengan kepal tanda bahwa dirinya pun sama bingungnya seperti mereka.

Reyhan, pemuda itu memukul dinding rumah sakit membuat semua orang terkejut. Wajahnya memerah, rahangnya mengeras. Alea melihat kekecewaan tersirat di mata lelaki itu. Setelah memukul dinding rumah sakit, dia berlari ke luar meninggalkan semua sahabatnya.

Prisil terkejut mendengar berita bahwa Ara menghilang dari rumah sakit sewaktu dia masih berada di rumah Nenek mengambil bajunya. Bunyi telepon berdering tertera nama ‘Azriel'. Tanpa pikir panjang, Prisil mengangkat telepon itu sejenak setelah membereskan pakaian Ara untuk dibawa ke rumah sakit dan memasukkannya ke dalam koper.

“Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

“Waalaikumussalam warahmatullahi
wabarakatuh. Kenapa, Zriel?”

“Ara hilang, Sil.”

“Lo bercanda.”

“Gue serius!”

“Lo bohong pasti!”

“Kalau gak percaya, lo datang ke sini. Semua sudah di ruangan Ara.”

“Oke. Gue kesana sekarang!”




*****



Prisil langsung mendengar jeritan dan tangisan sahabatnya setelah tiba di rumah sakit. Jadi, benar kalau Ara menghilang, tapi bagaimana caranya? Bukannya Ara sedang koma, kok bisa tiba-tiba menghilang? Katakanlah kalau ini semua hanya prank Ara membalas sahabatnya.

Prisil tidak rela sahabatnya pergi dari kota Jakarta. Dia berjanji akan mencari Ara ke mana pun dan di setiap sudut kota. Ara hidup sendirian di kontrakan tanpa ada orang tua bersamanya. Prisil selalu mengajak Ara ke rumahnya untuk tinggal bersamanya di sana, tapi Ara menolak karena tidak ingin merepotkan sahabatnya itu. Padahal sekarang Ara merepotkan sahabatnya karena kehilangannya.

“Ke mana Ara?”

“Gue bisa gila kalau ini beneran!”

“Ara… kembali!”
Bak disambar petir di malam hari. Selama ini Prisil dan Alea menjaga Ara dengan baik, tapi dia hilang tanpa jejak.

“Ke mana kamu, Ara? Apa jadinya nanti bila keluargamu tahu kamu menghilang? Aku bahkan tidak bisa membayangkan. Kembali Ara... demi kami semua.” Apalagi Ara masih dalam keadaan sakit bagaimana bisa dia menghilang? Prisil menghubungi Alea menanyakan keberadaan Ara, mungkin saja Ara bersamanya. Di sisi lain seorang gadis sedang berharap cemas dan menghubungi sahabatnya. Menanyakan keberadaan sahabatnya yang lain.

“Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Lea. Ini gue Prisil,” sapa Prisil setelah sambungan terjawab dari sana.

“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Sil,” balas Lea menjawab salam Prisil.

“Ara sama lo gak?” tanya Prisil

“Oh… Ara. Enggak, Sil. Kenapa?” tanya Alea balik dari ujung telepon. Kata-kata itu membuat tubuh Prisil lemas seketika. Keringat dingin mulai membasahi pipi Prisil.

Ara lo dimana? jerit Prisil di dalam hati. Sepertinya Lea tidak mengetahui hilangnya Ara, Prisil harus memberitahu Lea. Itu benar!

“Lea, jangan panik, ya,” ucap Prisil menahan air mata setengah mati, perasaan tak karuan menahan isakan.

“Lah… Ara, kan, di rumah sakit.” Lea bingung, ada apa dengan Prisil?

“Ara hilang.” Dua kalimat berhasil lolos dari bibir tipis Prisil. Dia berterus terang kepada Alea. Belum ada jawaban dari sana.

“Apa? Ara hilang?” Beberapa menit kemudian suara teriakkan mengangetkan dari ujung sana.

“Iya, Lea. Gue juga kaget dengernya.” Prisil mulai terisak, air mata jatuh tak mampu dibendung lagi.

“Ara harus dicari. Ayo, kita cari dia!” Alea menangis sama seperti Prisil. Ia mengajak sahabatnya itu untuk mencari Ara.

“Ayo, cari Ara! Gue gak mau dia terluka.”

“Runtuh sudah pertahanan Prisil, rasa kekhawatiran mulai menyerangnya.

“Apa mungkin Ara diculik?” tebak Lea semakin terisak dengan terbata-bata saat mengucapkannya.

Prisil mencerna kata-kata itu. “Awas saja penculiknya gue goreng!”

Lea masih terisak, dirinya begitu hancur seperti Prisil. Alea dan Prisil sangat menyayangi Ara. Mereka sudah menganggap Ara sebagai saudaranya.

“Iya, Lea. Gue tutup dulu,” pamit Prisil sebelum menutup percakapan di antara mereka.
Priscilla tidak habis pikir, siapa yang tega menculik sahabatnya? Setelah diberi tahu Azriel, Priscilla langsung menghubungi Alea. Jawaban yang sama yang ia dapatkan dari Lea.

“Apa yang terjadi katakan? Atau aku hancurkan rumah sakit ini.”

Waduh siapa ini, ada yang penasaran yukk komen sebanyak-banyaknya
Yang kemarin valentine bareng bias kita satu server 😂😂

Salam dari istrinya world wide handsome
Army Oris


Love And Dream (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang