Heeseung memarkirkan motor Sunghoon ke sebuah tempat kosong yang juga dipenuhi oleh banyak motor. Ia melepas helmnya, merapihkan rambutnya sedikit sebelum menajamkan penglihatannya ke sebuah lapangan basket yang sudah diisi oleh beberapa orang.Kakinya melangkah turun, walaupun sedikit meringis sebab rasanya nyeri di kakinya belum hilang. Ia jadi ngeri sendiri, bagaimana jika Lisa tiba-tiba melihatnya sudah mengendarai motor.
Sudah pasti besok Heeseung tinggal nama saja.
Tapi tak apa lah, hari ini benar-benar mendesak hingga ia harus meminjam motor Sunghoon. Walaupun sahabatnya itu sempat mengancam akan melapor pada Lisa.
Kakinya kembali melangkah memasuki sebuah gerbang, namun ia berhenti ketika seorang satpam mencegatnya. "Mau ke lapangan mana, Mas? Sudah sewa?" tanyanya.
Heeseung mengangguk, "Saya senior anak-anak di lapangan 3, Pak." jawabnya, sambil menunjuk ke arah lapangan yang sedari tadi ia perhatikan.
Setelah diberi jalan, Heeseung melangkahkan kakinya kembali ke arah lapangan 3 yang ia maksud. Mumpung penghuni lapangan tersebut belum terlalu ramai, dan orang yang ia cari sudah datang.
Kedatangan Heeseung tentu membuat sekitar lima orang yang berada di lapangan menatap bingung ke arahnya. Kecuali seorang laki-laki yang masih sibuk melempar bola basket ke dalam ring.
"Riki!" panggil Heeseung.
Yang dipanggi menoleh, ia membiarkan lemparan bola basketnya meleset mengenai jaring-jaring yang melindungi sekitar lapangan. Matanya melebar, lantas ia melangkah mendekati Heeseung dengan langkah cepat.
"Kok lo bisa disini?" tanya Riki, kebingung melihat kondisi Heeseung yang terlihat bugar.
Heeseung meraih kerah kaus Riki dan menariknya masuk ke dalam ruang ganti pakaian laki-laki. Ia menguncinya dari dalam. "Gue mau nanya sesuatu sama lo."
Riki gelagapan, "Apa? Masalah kecelakaan? Salahin Lea!" serunya tanpa ditanya Heeseung.
Heeseung mengangkat sebelah alisnya, "Enggak, bukan itu. Tabrakan lo gak bikin gue mati, masih gue maafin." Heeseung tertawa meledek. "Kemaren lo ada kirim makanan apa ke Jena?"
Riki mengernyitkan dahinya, "Ada urusan apa lo sama Jena?" tanyanya.
"Gue yang harusnya nanya itu," kali ini Heeseung menajamkan suaranya. "Kalo lo gak suka sama gue, serang gue. Gak usah bawa-bawa orang lain." bisiknya tepat disebelah telinga Riki.
Riki mendorong paksa tubuh Heeseung, "Gak jelas lo. Gue ngeracunin Jena juga bukan karena lo!" ucapnya, yang secara tidak langsung mengakui perbuatannya.
"Terus karena apa, gue tanya? Urusan lo cuma sama gue, kenapa tiba-tiba Jena hah?"
Riki menyeringai, "Cewek itu udah ganggu Lea. Masalah ini pun Lea dalangnya, gue cuma bantu dia."
Heeseung membelalak, mungkin wajahnya terlihat lucu sekarang. Ia kembali mendekatkan tubuhnya pada Riki, "Yang ada, Lea yang ganggu cewek gue." bisiknya. "Tau kenapa? Karena Lea masih ngejar gue dan gak terima gue deket sama Jena." lanjutnya.
Riki yang mendengar pernyataan Heeseung pun mematung, bahkan bola matanya tidak bisa bergerak.
"Gue gak tau gimana pikiran Lea. Dia pacaran sama lo, tapi masih larang cewek lain untuk deket sama gue." Heeseung mendesis, "Cewek lo butuh ke rumah sakit jiwa gak sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Want You to Stay || Lee Heeseung Enhypen
FanfictionJena terus menatap ke arah mereka-- ah tidak. Jena menatap laki-laki yang mengendarai motornya. Tentu karena ia tampan, tapi kenapa Jena juga ditatap olehnya? Jena kan jadi bingung. Sedetik kemudian si lelaki sedikit menganggukkan kepalanya, seperti...