Chapter 18

817 133 4
                                    


Sudah dua hari semenjak Jena kembali masuk sekolah, kali ini hidupnya terasa sedikit lebih damai. Mulai dari kelas kosong akibat waktu UAS yang semakin mendekat, dan juga kehadiran Lea yang selama dua hari ini seakan-akan tidak menyadari keberadaannya.

Di hari pertamanya masuk setelah dirawat selama lima hari, Jena berpapasan langsung dengan Lea ketika ingin pergi ke laboratorium. Tapi Lea melengos begitu saja bahkan tak menatap wajahnya seperti biasa dengan tatapan tajam. Juga dengan saat jam istirahat, ia berdiri bersebelahan dengan Lea ketika membeli susu kotak. Lea diam saja, padahal biasanya Lea selalu jahil. Entah menginjak kaki Jena, atau sengaja menumpahkan minumnya ke sekitar Jena.

Termasuk hari ini, Jena tengah makan berdua di kantin, meja mereka bersebrangan langsung dengan meja Lea dan teman-teman kelasnya. Lea terlihat bahagia dan biasa saja.

Yuna melirik Lea untuk memastikan sekali lagi, "Gue rasa dia udah nyerah perjuangin Kak Heeseung." komentarnya.

Jena mengangkat kedua bahunya, "Lea sulit ditebak." ucapnya jujur, sebab Jena masih memiliki sedikit kecurigaan terhadap Lea. Biasanya, jika musuh lagi diam, berarti sedang menyusun sebuah rencana besar kan?

Tiba-tiba saja sendok makan yang tengah Jena pakai untuk mengambil ketoprak terjatuh ke atas piring, membuat buyi yang cukup menggelegar hingga beberapa orang di kantin menoleh ke arahnya, termasuk Lea.

"Dih, bisa-bisanya sendok kepleset?" tanya Yuna bingung, kenudian tertawa.

Jena hanya menanggapinya dengan ikut tawa.

Namun, dalam hati Jena meringis, merasa tangannya yang kebas-hampir mati rasa. Bahkan tangan kanannya tidak bisa merasakan sendok yang ia pegang sama sekali.

Memang semenjak ia dirawat karena keracunan makanan beberapa waktu lalu, tangan dan kakinya sering mengalami mati rasa tiba-tiba. Ia diberitahukan juga oleh pihak rumah sakit bahwa itu adalah salah satu akibat dari racun yang menyerang sendi-sendinya. Untungnya, mungkin ini hanya sementara.

"Ke kelas aja yuk, udah kenyang gue." ajak Jena, yang sebenarnya masih merasakan mati rasa di tangannya.

Yuna mengangguk setuju, ia meraih botol tehnya kemudian berjalan mendahului Jena.

Jena berjalan perlahan sebab perutnya sudah terasa kenyang, walaupun masih ada beberapa potong siomay di piringnya tadi. Jena mnegernyit merasakan Yuna yang semakin lama semakin menjauh darinya.

Ia menunduk, merasakan kakinya yang tiba-tiba lemas dan juga tidak bisa bergerak sedikit pun. Jena mendecak, "Sekarang banget?" gumamnya sendiri.

"Na, lo tau gak sih kemaren--" Yuna menoleh ke sampingnya, lalu ke belakang. "Lo ngapain disitu, Na?" tanyanya, melihat Jena yang berdiri di dekat sebuah meja kosong sambil berpegangan pada sandaran kursinya.

Nafas Jena memburu, "Tunggu--"

Brukk!!

"Ah." Jena meringis, kakinya mati rasa namun lututnya tetap terasa nyeri ketika berbenturan langsung dengan lantai kantin.

"Jena!" Yuna berteriak, ia berlari kembali mendekati Jena dan berjongkok di hadapan temannya. "Lo kenapa, heh?!" tanyanya panik.

Jena masih menunduk, menyentuh kakinya yang sama sekali belum merasakan apa-apa. "Kaki gue--"

"Jena?!" seseorang berteriak, sedetik sebelum Yuna ingin memapah Jena untuk kembali berdiri.

Yuna mundur beberapa langkah, ketika orang yang berteriak tadi berlari mendekat bersama kedua orang temannya.

Beberapa murid berdiri, melihat dari jauh apa yang terjadi di dekat pintu kantin. Untungnya pintu kantin sedang sepi sebab sudah mendekati bel masuk.

I Want You to Stay || Lee Heeseung EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang