Chapter 11

841 139 3
                                    


"Makasih ya, A." ucap Jena setelah menerima kembalian dari A Soobin. Kemudian ia melangkah kembali ke kelas dengan sekotak susu coklat yang ada di tangannya.

Sebenarnya ia sudah makan tadi dengan Yuna, Jungwon, dan Sunoo. Namun Jena masih ingin minum susu coklat, kebiasaannya. Jadi ia memilih untuk ke kantin sendirian, lagi pula dekat dengan kelas dan sudah tidak begitu ramai.

Kakinya berbelok untuk menaiki tangga, namun tiba-tiba seseorang menahan lengannya. Badan Jena memutar, melihat seseorang yang saat ini sedang memegang tangannya.

Ia menaikkan sebelah alisnya, mendapati Heeseung dengan wajahnya yang datar tengah menatap wajahnya. "Kenapa?" tanyanya cuek. Ia seketika malas melihat wajah Heeseung semenjak kejadian kemarin.

Tanpa menjawab, Heeseung menarik lengan Jena pelan, membuat Jena mau tak mau mengikutinya. Sebelum mengekori Heeseung, mata Jena melirik sekitar. Takut-takut Lea sedang menatapi mereka dari suatu tempat, bisa-bisa lengan kanan Jena yang masih mulus jadi sasaran selanjutnya.

Heeseung mendorong pintu laboratorium bahasa 2 yang sebenarnya sudah dialih fungsikan sebagai tempat menyimpan barang sekolah yang tak terpakai. Ia menutupnya kembali, kemudian menatap Jena yang sedang memasang ekspresi sedikit takut.

Beberapa detik mereka hanya saling tatap, yang pasti menbuat Jena sedikit gugup. Entah apa yang akan Heeseung lakukan, Jena sudah siap mengepalkan tangannya jika Heeseung berani macam-macam. Bahkan kotak susu yang semula ia pegang sudah ia letakkan di meja yang tepat berada di sebelahnya.

"Kalo gak ada yang mau diomongin, gue balik ke kelas deh, ya? Lima menit lagi bel," ujar Jena dengan tatapan malas.

Heeseung mendengus, kali ini meraih kedua tangan Jena dan menggenggamnya erat. "Harus banget kita musuhan?"

Jujur saja jantung Jena sedang berdebar kencang sekarang. Pertama, karena Heeseung memegang tangannya. Kedua, karena perkataan Heeseung yang seakan tidak terima jika mereka harus berjauhan. B-berarti, Heeseung peduli kan?

Gengsi, Jena melepaskan genggaman Heeseung dari tangannya. "Ya, harus." jawabnya singkat kemudian ia tersenyum. "Gue pernah bilang kan, Kakak tuh jangan buat gue bingung." kali ini ekspresinya berubah serius.

Heeseung menatapnya dengan tatapan bingung. Bukan bingung yang bingung, tapi seperti bingung harus berbuat apa. Ehe.

"Mau lo apa, Kak?" tanya Jena memastikan.

"Lo." jawab Heeseung sedetik setelah Jena mengucapkan pertanyaannya.

Jena mendengus, "Kalo mau gue, bikin Lea berhenti dulu sama lo." ucapnya. "Enggak, bukan cemburu. Tapi gue bisa mati, kayaknya." sambungnya, kemudian mengangkat lengan hoodie kirinya hingga menunjukkan bekas luka yang ia tidak perban hari ini. "Ini peringatan pertama, gimana yang kedua ketiga dan seterusnya? Mungkin perut gue ditusuk, kaki gue dipatahin."

Jena seketika menyadari ucapannya. "Ini secara gak langsung gue confess gak sih?" batinnya.

"Susah, Na." jawab Heeseung dengan suara lirih. "She needs me."

Jena tersenyum getir, kemudian meraih kotak susunya. "Ya berarti lo sama Lea aja." ucapnya enteng. "Gue balik ya."

Tanpa menunggu balasan Heeseung, Jena sudah melangkah melewati Heeseung menuju pintu. Sebelum melanjutkan langkahnya ke kelas, Jena bersandar sebentar di pintu laboratorium bahasa yang sudah ia tutup kembali. Dadanya sakit, entah kenapa. Ia menggigit bibir bawahnya, baru ia melangkah menjauhi ruangan tadi.

Sepanjang jalan, pikirannya hanya tertuju pada Heeseung. Mungkin percakapan tadi membuktikan bahwa dirinya dan Heeseung sama-sama mengiginkan--? Tapi, Jena memang ragu dengan kehadiran Lea yang bisa dibilang selalu menempel dengan Heeseung. Ditambah lagi, perkataan Heeseung tadi. Lea butuh Heeseung.

I Want You to Stay || Lee Heeseung EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang