Tiga hari lamanya, Mei mengacuhkan Rey sebagai bentuk protes dengan keputusannya. Meski Rey berusaha merayu, Mei memilih diam dan menyingkir setiap diajak bicara.
Sedang Rey tak pernah hilang akal. Dibawanya makanan kesukaan Mei setiap pulang dan mengajak bercinta meski selalu mendapat penolakan dengan alasan tengah berhalangan. Ia masih berharap, Mei mengerti mengapa ia melakukannya.
"Mei, sudahi marahnya." bujuk Rey berusaha memeluk istrinya yang tengah menjemur pakaian. Masih sama, ia tak bergeming. Meski Rey bergelendot manja di pundaknya, ia tetap diam. Melepaskan pelukan Rey, Mei masuk ke dalam dan mandi. Mengguyur kesedihan dan berusaha melupakan apa yang terjadi. Meski masih nyeri namun ia berusaha bangkit.
Melihat Rey sudah bersiap kerja. Akhirnya Mei buka suara."Mei mau jalan- jalan dan nonton bioskop. Minta uangnya!" katanya mengulurkan tangan.
Seketika Rey mendekat dan memeluknya dengan penuh kasih sayang. Dalam pikirannya, Mei sudah mulai menerima apa yang diinginkan.
"Mau ditemani tidak?" tanyanya mencium kening Mei lalu mendekapnya dalam dada. Mengusap rambutnya yang masih basah lalu menatap iris coklat sebelum mendaratkan sebuah ciuman hangat.
"Jangan marah lagi. Kakak menyayangimu." katanya lagi. Mei membalas pelukan Rey hingga ia menyudahinya, berganti pakaian tanpa menjawab pertanyaan yang terlontar.
Rey menyerahkan atmnya dan Mei menerima dengan ekspresi datar. Masih belum ada senyuman yang ditunjukkan, meski begitu Rey tak mempermasalahkan karena beranggapan Mei akan kembali seperti yang sudah- sudah.
"Yakin tidak mau ditemani?" tanya Rey memastikan lagi. Menggenggam tangan Mei, ia tak rela istrinya pergi sendiri.
"Mei sedang tidak ingin ditemani. Pengen sendiri dan menghabiskan uang kak Rey." jawabnya membuat Rey tersenyum, mengerti akan hal yang diinginnya sekarang.
Mungkin dengan cara itu, Mei akan melupakan permintaannya tentang anak, pikir Rey dalam hati.
"Kalau sudah mau pulang, bilang saja. Kak Rey jemput." Mei mengangguk lalu beranjak turun dari mobil. Rey tersenyum sebelum melajukan kendaraan ke tempat kerja.
Di depan mall Jayapura, Mei memandang mobil suaminya hingga menghilang dari pandangan.
"Maaf kak." kata Mei sesak. Terpaksa berbohong demi keinginannya.
Bukannya masuk ke dalam mall, Mei berjalan ke sebuah rumah sakit yang berada tak jauh dari bangunan mall. Dengan segala keteguhan hati, memasuki pelataran rumah sakit provita dan menuju ruang dokter kandungan.
"Jadi, anda mau mengambil iudnya?" tanya dokter dan Mei mengangguk, membenarkan keinginannya. Ia tahu, apa yang dilakukannya salah, tapi ia tak punya pilihan lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Apapun resikonya, ia sudah membulatkan tekad dan akan menerimanya.
Tak lama, pengambilan iud sudah selesai. Ada kelegaan juga ketakutan yang membayangi hatinya. Sebagai permintaan maaf, ia akan melayani Rey dengan segenap cinta.
Dilangkahkan kakinya menuju mall Jayapura, memasuki department store ternama, ia memilih berbagai macam lingerie yang beraneka warna. Setelah puas memilih, ia beralih ke tempat baju bayi. Mengamati pernak- pernik yang menggugah hati. Lucu, membuatnya betah berlama- lama disana. Sambil membayangkan dirinya tengah memakaikan baju ke anak bayi dan menggendongnya. Tak lupa, ia membeli beberapa lembar baju untuk Hasan, keponakannya sebagai hadiah. Setelah puas berkeliling dan membayar, ia mampir di supermarket. Belanja.
"Mau langsung pulang atau mau ikut ke kedai?" tanya Rey ketika menjemput Mei sehabis belanja.
"Mau ke rumah kak Ray dulu. Mau kasih kado buat Hasan sekalian main sama Nia. Nanti pulangnya gampang." jawab Mei meyakinkan dengan senyuman. Melihat Mei sudah tersenyum, Rey menggenggam tangannya erat.
"Kakak ikut saja ya?"
"Sudah kerja saja. Biar ngumpul lagi duitnya, tadi kan Mei sudah belanja banyak."
"Bener nih?" tanya Rey yang dijawab dengan anggukan Mei.
********
Beberapa hari kemudian, Mei mulai menggoda Rey dengan memakai lingerie yang dibelinya.
"Kamu gak kedinginan pakai baju tidur seperti ini?" tanya Rey begitu melihat Mei-segera menyelimutinya-."Kenapa juga beli baju seperti ini, memang model yang lain gak ada apa?"
Bukannya menjawab, Mei justru mendekap Rey.
"Mei suka yang seksi dan menggoda soalnya suka kedinginan kalau dibiarin begitu saja." katanya membuat Rey terkekeh.
"Mei kan masih muda, kakak seharusnya paham apa yang Mei inginkan. Kakak yang sudah tua, bisa tidak mengimbanginya?"
Paham dengan maksud Mei, ia segera menuruti permintaannya tanpa menaruh curiga.
Sebulan sudah, Mei melancarkan aksinya hingga tiba- tiba Rey mulai menaruh curiga.
"Kakak merasa aneh." ungkapnya malam itu. Sontak Mei berusaha tenang.
"Aneh kenapa kak?" tanya Mei pura- pura tak tahu.
"Sudahlah." katanya berusaha mengabaikan kecurigaannya dan menarik tubuh Mei mendekat. Ia tak ingin membuat istrinya marah dengan prasangka bahwa ia telah mengambil iud di rahimnya. Menepis jauh- jauh kecurigaan agar tak kembali melukai perasaan Mei yang sudah tenang dan meminta anak berulang.
Sementara itu, Mei menatap Rey dengan penuh penyesalan. Ia tahu, suaminya curiga dengan perbuatannya tapi enggan mengatakan. Namun suatu saat, kebohongan akan terbongkar dan ia harus mempersiapkan semuanya, termasuk dengan kemarahan. Mendesah, ia menginginkan cerita yang sama dengan semua wanita, ketika menunjukkan hasil testpack bergaris dua dan disambut dengan senyum ketidakpercayaan juga bahagia yang membalutnya. Sayang, ia tak yakin kisahnya akan berakhir sama dengan cerita.
"Sudah ah, kita tidur saja kak." ajak Mei mengeratkan pelukan yang disambut dengan hangat.
"Kakak menyayangimu." kata Rey sebelum menutup malam dan terlelap.
******
Sebulan berlalu, Mei begitu gelisah ketika tamu bulanan tak kunjung datang. Ia berharap kabar gembira yang menantinya dan bukan sekedar kelelahan yang berujung telat saja.
Ketika Rey berangkat kerja, diam- diam Mei memesan testpack pada ojek langganannya. Menerima dengan tangan gemetar, ia beranjak masuk ke dalam rumah dan mencobanya.
Dengan dada berdebar, ia menanti hasil. Dua buah garis meski yang satu samar membuat hatinya seketika bungah. Tak henti dilihat hingga ia mencoba untuk kedua kali. Sama. Rasa tak percaya menyergap.
Dibekap mulutnya, sesak dan bahagia menjalari seluruh jiwa, tak terungkapkan kata. Membuat air mata luruh begitu saja.
"Maafkan Mei, kak. Terpaksa melakukan hal ini. Mei menginginkan anak buah cinta kita." katanya terisak sembari memegang perut bagian bawah.
Tak ingin suaminya curiga, Mei memasukkan hasil testpack beserta bungkusnya ke dalam plastik lalu membakar di samping rumah beserta dengan sampah lainnya. Ia belum bisa mengatakan, biar waktu yang akan menunjukkan kebenaran entah dengan cara apa.
Mei kembali memegang perut bagian bawahnya dan berkata."Nak, apapun yang terjadi, ibu akan berjuang untukmu. Maafkan ibu yang egois menghadirkanmu." katanya dengan netra berkaca. Ingin hati mengatakan kabar gembira yang dinanti pasangan suami istri pada umumnya, namun kali ini, ia harus menyembunyikannya.
"Kita berjuang bersama ya nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta di atas luka(Seri Ketiga Buah Kebencian Untuk Ayah) ; Sudah Terbit
Romance'Tak mudah bagiku memberi cinta di saat hidupku diguyur kebencian. Bagaimana bisa aku mencintainya sedang aku tak pernah dicintai? Aku bahkan tak tahu harus bagaimana memperlakukannya karena aku tak pernah merasakan itu semua. Aku tak mau menjadi se...