Demi cinta

42 4 0
                                    

Sebulan lamanya, Rey mencoba memenuhi keinginan Mei. Memberinya keturunan. Di bulan pertama, yang diharapkan tak kunjung datang membuat Rey sedikit bernafas lega. Meski begitu, Mei tak menyerah. Hingga bulan ketiga, tamu bulanan berhenti datang.

Tanpa memberitahu Rey, ia kembali membeli testpack dan mencobanya. Dua buah garis yang mengabarkan suka cita di hatinya. Begitu Rey pulang, Mei langsung memeluk dan menunjukkan hasil testpacknya. Tersenyum getir, Rey berusaha tak menampakkan ketakutannya.

"Syukurlah kalau begitu. Kakak tidak akan pernah melihatmu menangis lagi." katanya melepaskan pelukan Mei dan masuk ke dalam kamar mandi menenangkan diri.

Tak bisa dipungkiri, pikirannya berkecamuk. Takut dan sedih bercampur jadi satu, tapi demi melihat wajah ceria Mei dia harus belajar mengendalikan diri meski dalam hal ini, ia akan tersiksa jiwa raga. Suara-suara sumbang dalam pikirannya tak bisa dienyahkan begitu saja dan ia harus berpura- pura bahagia.

"Kak, cepet tidur sini." ajak Mei menepuk ranjang di sebelahnya.

Rey yang baru selesai mandi menatap ranjang di samping Mei lalu berganti ke perutnya. Tak ada jawaban, ia berjalan menuju lemari, memakai kaos biasa dan mengambil bantal.

"Tidak Mei, kakak tidur di depan. Kakak takut melukaimu." katanya berlalu pergi. Mei menatap dengan kecewa sebelum ia memanggilnya kedua kali.

"Maaf Mei, jangan memaksa lagi. Kamu tahu bukan apa yang telah kakak lakukan kemarin? Kakak tak ingin kembali terulang." katanya berlalu keluar.

Mei menatap nanar, ternyata yang diinginkannya membuat jarak antara mereka berdua.

Setelah tahu Mei hamil, Rey diam- diam menemui dokter spesialis, berkonsultasi dan meminta obat penenang. Ia takut tak bisa menjadi dirinya ketika ketakutan kembali datang dan merenggut kewarasannya. Setiap hari ia harus mengonsumsi obat penenang untuk meyakinkan istrinya bahwa ia baik- baik saja. 
Agar Mei tak menaruh curiga, Rey menyimpan obatnya di kedai dan hanya membawa satu atau dua saja ketika di rumah dan meminumnya ketika Mei tengah terlelap.

Hari berganti hari, di mata Mei, Rey sudah terlihat lebih tenang. Meski senyum yang ditujukan padanya masih terasa kaku dan ia juga belum menyentuhnya, Mei tak mempermasalahkannya.

Hingga suatu hari Mei menemukan obat yang lupa diminum Rey di saku kemeja saat hendak mencuci baju. Penasaran, ia mencari di google jenis obat apa yang tengah diminum suaminya itu.
Tak bisa disembunyikan keterkejutannya saat mengetahui bahwa obat yang ada di saku kemeja suaminya adalah obat penenang. Seketika, ia merasa bersalah karena apa yang terlihat nampak di permukaan tak sama dengan kenyataan yang sebenarnya. Rey masih sama. Hidup dalam bayang- bayang ketakutan.

Mei masuk ke dalam, dilihat suaminya yang masih terlelap di sofa. Berjalan pelan, ia duduk di samping Rey. Membelai pipi dan tanpa sadar mendaratkan sebuah kecupan.

"Maafkan Mei ya kak. Jika keegoisan Mei membuat kakak begitu menderita, aku tidak akan memintanya lagi. Cukup kali ini." katanya sembari mengusap air mata yang membasahi pelupuk mata.

"Terima kasih kak. Mei sungguh menyayangi kakak." katanya lagi. Dipandang wajah suaminya, lama hingga ia beranjak pergi, masuk ke dalam kamar.

Keesokan harinya.

"Mei, kemeja kakak kemarin apa sudah dicuci?" tanyanya mencari baju di dalam mesin cuci.

Mei tahu bahwa suaminya tengah mencari obatnya jadi dia berpura- pura tidak tahu.

"Sudah kak. Kenapa? Apa ada uang di dalamnya?" tanya Mei berusaha bercanda.

"Gak ada juga sih. Cuma ada benda penting yang..."

Cinta di atas luka(Seri Ketiga Buah Kebencian Untuk Ayah) ; Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang