Bayi

112 7 3
                                    

"Kak Rey, lihat kak Anita baru saja melahirkan. Bagaimana kalau kita menjenguknya besok?" tanya Mei berjalan mendekat-dengan memegang ponsel dan tersenyum- lalu menunjukkan pada Rey yang baru saja menutup laptop.

Rey melihat foto yang ditunjukkan, seorang bayi lelaki yang tengah dibedong. Kulitnya masih merah, menampakkan wajah rupawan mirip sang ayah.

"Ganteng ya kak?"

"Iya." jawab Rey sekenanya, meletakkan laptop di atas nakas lalu beringsut turun dari ranjang.

"Aku mau yang seperti ini. Pasti anak kita akan ganteng, kayak kakak." kata Mei yang masih memandangi foto sembari tersenyum penuh arti.

Rey memutar tubuhnya. Menatap Mei yang masih tak bergeming di depan layar ponsel lalu tersenyum kecut.

"Kak." panggil Mei yang melihat Rey tengah melamun. Berjalan setengah berlari lalu memeluk lelaki pujaan hati.

"Ayo bikin ih."

"Bikin apa?"

"Bikin anak dong. Cetaknya yang bagus ya, biar ganteng." kata Mei menggoda Rey. Tanpa menunggu persetujuan, tangan Mei sudah menjelajah bebas ke setiap lekuk tubuh Rey. Seketika, hasrat dalam diri Rey kembali bergolak. Tak tahan, Rey mulai membalas, bergerilya hingga tenggelam dalam nikmatnya penyatuan dua raga.

********

Keesokan harinya, Mei sudah ribut sejak pagi. Membangunkan Rey dan menyuruhnya lekas mandi.

"Ayolah kak, cepat sedikit." pinta Mei setengah mengomel karena Rey tak kunjung selesai.

Mondar mandir dalam kamar seraya mengetuk pintu kamar mandi. Berulang kali memanggil.

"Kakak pingsan kah sengaja dilamain mandinya!" Mei mulai sewot, tak sabar.

"Kalau kamu mendesak terus, kakak tinggal tidur di dalam sini." kata Rey setengah mengancam. Kesal, Mei diam. Untuk sementara, dia hanya bisa menuruti permintaan suaminya meski ia sudah gatal ingin berangkat.

"Mei berangkat sendirilah kalau begitu. Kakak bikin darah tinggi, mandi kah luluran, lama sekali." teriak Mei setengah mengancam. Setelah mengucapkan kalimat itu, Rey keluar tanpa rasa bersalah. Tersenyum dan mendekat ke arah Mei yang cemberut.

"Ga sabaran banget sih." berusaha merajuk dengan memeluk namun didorong oleh Mei ke arah lemari.

"Udah ah, cepet pakai baju sana. Kalau gak cepet, Mei mengomel tujuh turunan tujuh tanjakan."

Rey tertawa geli, menuruti kemauan Mei, ia memakai baju dan bersiap pergi.

"Jalan sajakah?" tanya Rey sengaja membuat Mei marah."Katanya suruh olahraga."

"Terserah sudah, yang penting kita berangkat sekarang." Melihat Mei cemberut, Rey gemas. Dipeluk istrinya hingga ia kehilangan kesabaran.

"Kak, cepet berangkat. Nanti malam saja peluk- peluknya. Malu ah, dilihat tetangga." kata Mei berusaha melepaskan tangan Rey yang kekar sembari meneruskan omelannya.

Mau tak mau, Rey melepaskan pelukan dan masuk ke dalam mobil. Melajukan kendaraan menuju kediaman Ray yang terletak tak jauh dari rumahnya.

Begitu sampai, Nia berlari keluar, menyambut Mei juga Rey.

"Tante sama paman pasti mau lihat adik baruku ya?" tanya Nia antusias, digandeng tangan Mei dan ditarik ke dalam rumah. Rey tersenyum melihat keakraban mereka yang seperti kakak adik.

Begitu masuk ke dalam rumah, Mei disambut Ray yang tengah menggendong anak lelakinya. Setengah berlari, ia mendekatkan diri dan melongak wajah bayi yang menarik perhatiannya.

Cinta di atas luka(Seri Ketiga Buah Kebencian Untuk Ayah) ; Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang