2

3K 278 16
                                    

Aroma obat dan dinding kamar berwarna putih menyambut Raga dari tidur lelapnya yang panjang.

Butuh sepersekian detik untuk Raga mengingat bahwa dia sudah ada di kamar rawatnya di rumah sakit. Dia sudah sadar dari pengaruh obat bius sejak masih berada di recovery room, hingga dia cukup yakin tidak sedang bermimpi saat seorang suster memindahkannya kembali ke ruang rawat ini.

Semburat jingga yang memenuhi langit bisa Raga saksikan dari jendela kamarnya yang memang menghadap ke barat. Hari sudah mulai senja. Berapa lama dirinya tertidur, pikir Raga. Saat bayangan bahwa dirinya sudah selesai menjalani operasi dan sudah terbebas dari batu ginjal terkutuk itu terlintas sekilas, Raga tidak bisa menyembunyikan senyum sumringahnya. Ya, tinggal pemulihan. Beberapa minggu lagi dia akan kembali mengayunkan raketnya.

Raga melirik area bawahnya yang terasa sedikit berdenyut, mencoba mengintip sesuatu di balik selimutnya. Betapa terkejutnya Raga mendapati sebuah selang yang terpasang pada alat vitalnya. 'Astaga, apa lagi ini' keluh Raga dalam hati.

" Kamu udah sadar Ga, ini minum dulu." Suara ceria dan raut sumringah mama menyambut kesadaran Raga seraya mengulurkan sebotol air mineral yang telah disediakan sedotan pada Raga.
" Kamu udah boleh minum sejak beberapa jam yang lalu tapi malah tidur melulu."

" Kenapa harus dipasang selang begini sih, Raga bisa buang air kecil normal kan." Protes Raga segera setelah selesai meminum air yang disodorkan mama.

Mama yang tidak mengerti selang yang Raga maksud justru mengira Raga sedang mengeluhkan selang yang terpasang pada area lukanya, yang menurut perawat merupakan media untuk mengalirkan cairan sisa dari prosedur operasi.

" Itu biar cairan sisa operasinya bisa keluar, Ga. Udah kamu nurut aja, paling beberapa hari lagi dicabut."

" Sisa operasi apa sih. Selang buat buang air kecil maksud Raga, ma."

Mama terdiam sejenak sebelum kemudian terkikik geli. Membuat Raga semakin kesal.

" Aku serius ma. Ini sama sekali nggak nyaman." Sungut Raga.

" Amit-amit jabang bayi kalo sampe kamu nyaman, Ga." Balas Mama masih sambil tertawa.

" Mama bilang ke perawat dong, Raga mau lepas selangnya."

Sebuah tabokan yang lumayan keras justru mendarat dengan mulus di pundak Raga hingga membuatnya meringis. " Lak sembarangan kamu i. Nurut ae po'o biar ndang sembuh."

Meski kesal, nyatanya Raga tidak bisa berbuat apapun selain mengiyakan.

" Mama paling lama cuma bisa disini sampe lusa Ga. Kamu gimana di sini sama siapa?" Ujar mama gusar sambil mengusap usap tangan Raga.

" Besok pas dokter visit kita konsultasi dulu aja ma, siapa tau nanti dikasih solusi." Jawab Raga santai. Mama hanya mengangguk menyetujui.

Padahal Raga hanya asal bicara untuk menenangkan mamanya. Dia yakin bisa mengurus dirinya sendiri meski hanya dibantu asisten rumah tangga yang biasa mengurus rumahnya selagi Raga lebih sering berada di asrama. Jadi Raga sebenarnya tidak terlalu mengambil pusing jika nantinya papa mama harus segera pulang ke Surabaya. Mbah putri lebih membutuhkan mereka, sedangkan Raga sudah terbiasa mengurus dirinya sendiri.

" Permisi pak, sudah saatnya pemberian obat. Boleh saya suntikkan obatnya?" Suara ramah perawat yang bertugas jaga sore memecah keheningan yang tercipta beberapa saat tadi.

" Ah ya, silahkan suster." Tukas mama sembari berdiri mempersilahkan suster melakukan tugasnya.

" Suster kok masih jaga? Saya lihat suster udah jaga dari tadi pagi." Tanya mama selagi suster memasukkan beberapa suntikan melalui selang infus Raga.

Fit Perfectly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang