Terlalu pagi untuk Syana memulai hari dengan kemunculan Alfaraby di lorong dekat lift lantai tempat kamarnya berada. Pria itu segera beringsut mendekat ketika mendapati Syana berjarak beberapa langkah dari tempatnya berdiri, membuat Syana secara reflek mundur untuk kembali mengambil jarak. Alfa terdiam kecewa, Syana lihat itu di matanya yang meredup.
" Aku mau nunggu kamu di depan kamar tapi aku nggak tau nomor kamarnya." Ujarnya parau.
Terdengar suara derap langkah kaki disusul kehadiran sosok seorang pria bertubuh tegap yang tak lain adalah Raga. Fokus pria itu terpusat pada layar gawainya. Tidak menyadari dua orang tengah menoleh padanya.
" Ternyata Kafka sarapan di pantai bukan di restoran hotel." Ujarnya pada Syana.
" Mas, Alfa is here." Ucapan Syana cukup ampuh mengalihkan perhatian Raga dari ponselnya dan mengangkat kepala.
Ada yang berubah. Bukan lagi pandangan penuh permusuhan yang ditunjukkan Raga. Syana tidak mengerti apa yang menyebabkan perubahan signifikan ini. Raga yang memandang Alfa dengan santai dan Alfa yang justru tampak menghindari bertatap mata dengan Raga, tentu bukan hal yang bisa disebut wajar mengingat di pertemuan-pertemuan sebelumnya interaksi mereka cukup buruk seingat Syana.
" Anda menginap di salah satu kamar di lantai ini?" Tanya Raga tenang.
" Saya sengaja datang kemari untuk menemui Syana." Jawab Alfaraby tanpa menatap Raga.
" Kami akan sarapan di pantai dengan yang lain." Hingga yang keluar mulut Raga selanjutnya mengejutkan dua orang di depannya. " Mungkin anda mau bergabung?"
" Ada yang perlu saya bicarakan dengan Syana." Kenapa Syana tidak terkejut.
Raga melirik Syana yang juga tengah menatapnya seolah meminta pendapat.
" Apa ijin anda diperlukan?" Tanya Alfa kemudian.
" Terserah Syana." Jawab Raga singkat.
Syana mengangguk. " Mau ngomong di mana?"
Seketika Alfaraby berbinar senang. "Di restoran hotel aja biar kamu nggak jalan jauh."
Tanpa bicara lagi, Syana menggandeng tangan Raga memencet tombol lift dan menariknya masuk ketika lift terbuka.
" Ayo." Ajak Syana saat melihat Alfaraby tak kunjung melangkahkan kakinya ikut masuk.
Meski ragu, akhirnya Alfaraby memutuskan untuk masuk. Ia kira Syana mengerti bahwa yang dimaksud olehnya adalah hanya berbicara empat mata dengan Syana tanpa membawa Raga turut serta. Tapi ia tak punya cukup keberanian untuk menginterupsi kegiatan Syana yang sibuk bergelendotan pada lengan Raga hingga pintu lift kembali terbuka di lantai dasar.
" Take your time." Bisik Raga yang masih dapat didengar Alfaraby.
Syana mengangguk dan hanya tersenyum manis saat Raga mencium pipinya kemudian berlalu tanpa mengindahkan keberadaan Alfaraby.
Meski darahnya hampir mendidih, Alfa lega karena akhirnya Raga menyingkir.
Mereka berjalan beriringan masuk restoran dan mengambil spot meja paling dekat dengan pintu. Inisiatif Syana sendiri kalau-kalau nanti dirinya merasa perlu memutuskan pembicaraan mereka secara sepihak dan pergi dengan cepat.
" Okay, let's talk." Ucap Syana memecah keheningan diantara mereka setelah selesai mengembalikan buku menu pada pramusaji.
Aura kegusaran yang dirasakan Alfa cukup mengganggu Syana sejak tadi. Biasanya, Alfaraby akan dengan yakin dan percaya diri menyapanya setiap kali mereka bertemu. Terkadang malah berusaha menggali topik tidak penting yang justru memuakkan bagi Syana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fit Perfectly
General FictionSeluruh penjuru negeri sedang merayakan kemenangannya. Semua orang tengah mengelukan namanya. Raga Wilendra dan Ryan Prima Swasoengko, pasangan ganda putra yang baru saja meraih medali emas ke sembilan mereka di tahun ini. Ya, ini memang prestasi...