5

2.8K 303 14
                                    

Pagi-pagi sekali Raga sudah membuat drama menolak makanannya dengan alasan semua makanan yang masuk ke mulutnya terasa tidak pas di lidahnya. Mbok Yah berusaha membujuk Raga. Padahal makanan yang disiapkan mbok Yah benar-benar sesuai dengan takaran menu yang telah di atur oleh ahli Gizi. Syana sendiri yang rutin memberikan daftar menu harian itu pada mbok Yah selama Raga menjadi tanggung jawabnya.

Jangankan memakannya, ia bahkan enggan melirik piring yang ada di tangan mbok Yah itu. Mulutnya tertutup rapat tidak mengindahkan apapun usaha mbok Yah membujuknya agar ia mau setidaknya memasukkan sesuap ke mulutnya. Ia juga tetap menolak kala mbok Yah menawarkan untuk memasak makanan lain sesuai kemauannya.

Selain jahil dan keras kepala rupanya pria ini juga tukang membuat gara-gara, pikir Syana jengah.

Raut wajah mbok Yah yang kecewa karena masakannya berakhir sia-sia tak ayal mengusik nurani Syana. Tidakkah Raga berpikir berapa lama mbok Yah menghabiskan waktunya sepagian ini di dapur untuk menyiapkan makanan yang sesuai dengan takaran ahli gizi. Ini tentu tidak mudah bagi mbok Yah karena memang bukan bidangnya.

Tapi wajah frustrasi Raga yang terlihat gusar juga tak kalah menarik perhatian Syana.

Ia pun memutuskan untuk menengahi drama mbok Yah vs Raga yang masih terlalu pagi untuk diperdengarkan ini.

" Mbok Yah turun aja ya. Biar saya yang ngomong sama mas Raga." Bujuk Syana lembut.

Mbok Yah mengangguk pelan. " Mas Raga kalo mau ganti makanan bilang ya, nanti mbok bikin yang baru." Ujar perempuan paruh baya tambun itu lalu keluar dari kamar Raga.

Syana berjalan mendekati Raga hati-hati. Memastikan pergerakannya tidak menggangu kenyamanan Raga yang sedang melamun memandang area belakang rumahnya.

" Mas Raga mau ngomong sama saya nggak?" Tanya Syana begitu berhasil mendudukkan dirinya di sisi Raga.

Raga sedikit menolehkan kepalanya.
" Gue mau makan kok. Tapi emang makanannya nggak enak, Syan. Gue bukannya nggak menghargai mbok Yah. Lo pasti mikir gue tega nggak menghargai usahanya mbok Yah. Tapi emang nggak enak. Semuanya tuh kerasa nggak enak pokoknya." Raga menunduk memainkan jemarinya gusar, menolak memandang wajah Syana.

Tadi pagi saat Syana mengecek tanda vital Raga, baik suhu maupun tekanan darah pria ini masih stabil. Tidak mungkin ia mendadak demam.

" Kamu mau nemenin saya minum kopi?" Tanya Syana pada Raga.

Meski terlihat heran, nyatanya Raga mengangguk.

Syana segera turun ke dapur meminta dua cangkir berisi kopi less sugar untuknya dan susu tinggi protein untuk Raga pada mbok Yah.

" Saya yang ngopi, kamu minum susu aja hehe." Ujar Syana seraya menyerahkan cangkir milik Raga.

Raga ikut tersenyum lalu meminum susunya.

" Baru lima hari kan sejak mas Raga di operasi?" Syana memperhatikan respon Raga yang ternyata hanya mengangguk menyetujui.

" Kita berjuang dikit lagi ya mas, saya temenin tenang aja hehe." Kata Syana lalu menyeruput kopinya.

Mau tidak mau Raga ikut tersenyum mendengar cara Syana menyemangatinya. Benar dugaannya, ia tidak perlu mengatakan bentuk emosinya untuk membuat Syana mengerti.

Fit Perfectly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang