" You clear.. i'm clear.. everybody clear.. shock!"
Pak Trisno rekan sejawat Syana mengambil posisi dan melakukan resusitasi menggantikan Syana yang masih terengah mengatur napasnya.
Pasien yang tak lain adalah seorang gadis cilik berusia sembilan tahun itu masih belum juga menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Samar dapat Syana dengar sang ibu tengah menangis pilu memeluk suaminya yang juga tampak terpukul sambil terus berucap menyalahkan dirinya sendiri karena terlambat menjemput sang putri yang sedang mengikuti olimpiade matematika.
Bunyi bising peralatan medis yang bersahutan cukup memprovokasi mental orang tua yang sedang dilanda kekhawatiran itu.
Menurut pengakuan sang ibu, putrinya ditemukan pingsan saat menunggu jemputan. Tidak ada saksi mata yang tau pasti berapa lama anak ini telah tidak sadarkan diri. Para tim belum mendapatkan informasi lengkap mengenai riwayat kesehatan sang anak hingga mengalami serangan jantung.
Di tengah kemelut para perawat dan dokter yang sedang berjuang, Syana melihat nanar wajah cantik pasien itu. Masa depannya masih panjang, dia tentu anak yang cerdas. Ia ingin anak itu hidup, namun sepertinya tipis.
" You clear.. i'm clear.. everybody clear.. shock!"
" Amiodarone 150 plus D5 100cc plus flashing."
" VF."
" Shock!"
" CPR."
" Adrenaline."
" VF."
" Shock!"
" Asystole."
Dokter Hari sebagai leader team masih terus memberikan instruksinya meski gambar pada monitor tidak kunjung menunjukkan perubahan baik. Syana berusaha mengumpulkan fokusnya yang mulai buyar karena mulai kelelahan. Ini telah berlangsung lebih dari dua puluh menit, sangat melelahkan tidak hanya bagi Syana tapi juga para tim medis yang lain yang juga bergantian melakukan CPR.
Sedikit terkejut saat Syana merasa ada yang menariknya mundur, rupanya dokter Jihan.
" Ini nggak akan berhasil." Bisik dokter Jihan di telinganya.
Dokter Jihan menariknya menjauh untuk keluar dari IGD hingga beberapa detik kemudian suara teriakan menyayat hati seorang ibu yang kehilangan malaikat kecilnya menggema. Syana memejamkan mata meresapi rasa nyeri yang menghantam dadanya setiap kali gagal menyelamatkan nyawa pasiennya. Sementara dokter Jihan telah terduduk sambil menelungkupkan kepala di antara lututnya sambil menangis.
Mereka memang baru akrab beberapa minggu ini karena sering berkesempatan bertugas pada shift yang sama, tapi Syana tau hati perempuan itu selembut kapas. Terutama jika menyangkut anak-anak. Karena dokter Jihan merupakan penyitas PCOS yang divonis akan sulit memiliki keturunan meski telah bertahun-tahun menikah. Ia calon ibu yang sempurna andai tuhan mau sedikit berbaik hati memberinya kesempatan.
Syana memutuskan untuk mengambil jarak beberapa meter dan ikut duduk menyandar pada dinding lorong rumah sakit. Menarik napas dalam lalu membuangnya kasar. Hari yang berat, pasien pertamanya yang meninggal sejak ia bergabung dengan rumah sakit ini.
Meski telah terbiasa melihat hal serupa, entah mengapa Syana tetap tidak bisa bersikap biasa. Kematian merupakan hal besar. Seseorang benar-benar pergi untuk selamanya, tanpa mungkin kembali, pergi untuk kemudian disatukan dengan tanah. Lalu hilang. Definisi hilang yang sebenarnya karena seolah ia tidak pernah ada. Kenangan atau segala memori tentangnya hanya seperti film romantis yang ada dalam kepala orang-orang yang ia tinggalkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fit Perfectly
Fiksi UmumSeluruh penjuru negeri sedang merayakan kemenangannya. Semua orang tengah mengelukan namanya. Raga Wilendra dan Ryan Prima Swasoengko, pasangan ganda putra yang baru saja meraih medali emas ke sembilan mereka di tahun ini. Ya, ini memang prestasi...