4

2.6K 316 11
                                    

Sit down!

And then watch me everyday
.
.
.

" Jadi lo orang Surabaya juga?" Tanya Raga yang hanya diangguki oleh Syana tanpa mengalihkan atensi dari tumpukan kain kasa dan beberapa cairan serta alat yang tidak Raga mengerti.

" Udah lama nggak sih di Jakarta?" Tanya Raga lagi. Kali ini dijawab dengan gelengan kepala oleh Syana.

" Masih lama persiapannya?" Tanya Raga tidak menyerah. Kali ini Syana membalikkan badan dan berjalan ke arah tempat tidurnya.

" Sudah, pak." Jawab Syana singkat.

" Jangan jutek gitu kek lo. Lagipula gue masih muda jangan dipanggil pak mulu, panggil mas aja. Sayang juga boleh haha." Goda Raga diakhiri kekehan bodohnya.

Syana hanya menggeleng kepala sambil tersenyum di balik maskernya menghadapi kelakuan receh Raga.

" Saya nggak jutek kok. Ini namanya profesional, mas." Tanpa banyak protes Syana langsung mengimplementasikan diri memanggil Raga dengan panggilan mas.

" Di rumah ini lo 24 jam nonstop sama gue. Tinggal serumah sama gue cuma berdua doang, kan mbok Yah pulang kalo malem. Masa iya harus pake profesional segala. Udah nggak usah, cukup lo kompeten aja ngurus gue udah cukup."

" Mas Raga kan pasien saya, bos saya, harus profesional dong." Bantah Syana sambil mengulum senyum. Masih sibuk mengatur posisi alat dan persiapan untuk merawat luka Raga.

" Bodo amat, gue nggak peduli."

" Permisi ya mas, saya buka perbannya."

Raga meringis ngilu saat Syana mulai beraksi merawat lukanya seperti yang dilakukan perawat di rumah sakit kemarin lusa sebelum dirinya pulang.

Dia memilih memalingkan muka untuk menghindarkan penglihatannya dari lukanya sendiri. Perasaan ngeri masih menghantuinya sampai ubun-ubun.

" Mas Raga takut darah? Lukanya bagus kok, nggak ada darahnya."

" Tetep aja ngilu ngebayangin kalo badan gue di area situ pernah dibelah sama dokter."

Syana mengangguk maklum dan melakukan tugasnya dengan cepat, meski sesekali terinterupsi erangan kesakitan Raga yang kadang memintanya berhenti.

" Kasar banget lo jadi cewek, yang lembut dong." Protes Raga kesal.

" Iya sabar mas. Ini pelan-pelan." Balas Syana menenangkan, sambil masih berkutat dengan kesibukannya merawat luka Raga.

" Argh aduh itu perih anjir, udahan kek."

Setiap erangan kesakitan Raga hanya dibalas Syana dengan kalimat penenang yang sama sekali tidak membuatnya menghentikan aktivitasnya seperti keinginan Raga.

" Bisa keriput gue kalo tiap pagi begini terus. Lo pengertian dikit kek jadi suster. Pasiennya tuh kesakitan, pelan-pelan dong lo." Raga masih sibuk menggerutu meski Syana sudah selesai.

" Nggak tiap pagi kok mas, dua hari sekali. Kalo terlalu sering di buka nanti malah makin lama keringnya."
Balas Syana tenang.

Fit Perfectly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang