Aston Martin Vantage yang dikendarai Raga melaju kencang membelah jalanan dengan serampangan, melewati berbagai kendaraan yang menghalau jalannya untuk cepat sampai pada tujuan. Telinganya menuli pada suara-suara klakson serta umpatan geram yang dilontarkan para pengendara yang disalipnya secara ugal-ugalan. Meski begitu, nyalinya tetap tidak cukup besar untuk menyerobot lampu merah di sebuah perempatan.
Jari telunjuknya mengetuk tidak sabar pada kemudi mobil seraya melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah terlambat dua jam.
Ia membunyikan klakson begitu lampu lalu lintas berubah hijau namun mobil di depannya terlambat dua detik untuk bergerak maju, lalu kembali melesat menginjak pedal gasnya sedalam yang kakinya mampu.
Begitu sampai di depan pintu keluar rumah sakit, pemandangan yang tersaji di depannya membuatnya seketika meringis merasa bersalah. Syana sedang duduk menyandar pada sebuah kursi panjang dengan wajah kelelahan, matanya memejam. Sepertinya ia tertidur saat menunggu Raga.
Raga turun dari mobilnya lalu berjalan mendekati Syana. Tubuhnya menunduk begitu sampai di hadapan Syana. Mengamati wajah itu lamat sembari menimbang apakah dirinya harus membangunkan perempuan kesayangannya ini atau langsung mengangkatnya masuk ke mobil. Tapi Raga memilih opsi pertama mengingat mereka berada di tempat umum.
Ibu jarinya mengusapi pipi Syana lembut. Berusaha membuat tidur Syana terganggu tanpa mengagetkannya.
" Wake up, sleeping beauty." Ucapnya hati-hati, namun belum mendapat respon apapun.
" Hei, bangun Syan."
Setelah beberapa lama berusaha membangunkan, akhirnya kelopak mata Syana mulai bergerak dan membuka.
" Kamu kok udah di sini." Gumam Syana sambil mengucek mata berusaha menyesuaikan pandangannya dengan matahari sore yang menimpanya.
" Seharusnya kamu bilang kok baru sampe, bukan kok udah di sini." Raga terkekeh lalu menggeser tubuhnya menghalangi sinar matahari yang menyilaukan Syana.
Syana mengangguk. " Agree. Tapi berkat kamu telat jemput aku jadi bisa punya waktu tidur."
Tangan Raga terulur mengusap puncak kepala Syana. " Capek banget yah?"
" Lumayan." Jawab Syana santai. " Ayo pulang." Ia berdiri manggandeng tangan Raga untuk berjalan menuju mobil, tanpa repot-repot meraih tasnya yang masih teronggok di atas kursi panjang tempatnya duduk. Tentu saja karena Raga yang akan melakukan itu untuknya. Sebuah kebiasaan setiap kali Raga menjemputnya.
" Kamu lagi capek banget nggak?"
Syana yang berada di jok penumpang di sampingnya menoleh. " Kenapa tanya gitu?"
" Ck, kalo ditanya itu dijawab bukan malah tanya juga." Decak Raga.
Yang diprotes malah tertawa. " Aku kan mau tau dulu motif kamu apa tanya capek."
" Jawab aja kenapa sih."
" Capek dong. Namanya juga pulang kerja. Kenapa sih emangnya?"
" Aku mau ajak kamu ke mall. Selagi aku meeting kamu bisa belanja atau jalan-jalan dulu nggak apa-apa. Nanti kalau aku selesai kita nonton."
Kedua alis Syana bertaut sambil menatap heran ke arah Raga. " Atlet tuh meeting apa sih, kok aku lihat kamu sering meeting sana sini."
" Dih fitnah. Aku jarang meeting kok."
" Terus kalau kamu bilang ada kerjaan padahal lagi hari Rabu sore sama weekend itu kerja ngapain?"
" Kalau kerja yang ada urusannya sama brand biasanya selain meeting bisa aja pemotretan atau dateng ke tokonya. Nah kalau aku pamit kerja ya itu berarti aku kerja, kamu kira definisi kerja itu cuma meeting."

KAMU SEDANG MEMBACA
Fit Perfectly
Ficción GeneralSeluruh penjuru negeri sedang merayakan kemenangannya. Semua orang tengah mengelukan namanya. Raga Wilendra dan Ryan Prima Swasoengko, pasangan ganda putra yang baru saja meraih medali emas ke sembilan mereka di tahun ini. Ya, ini memang prestasi...