7

4.1K 362 15
                                    

Suara pintu kamar yang terbuka menyadarkan Syana dari matanya yang hampir menutup. Suasana sore diiringi rintik hujan memang melenakan untuk meluruskan kaki sembari tertidur nyaman, membiarkan Raga yang tengah serius dengan stik PS yang digelutinya sejak pagi.

Sosok Ryan diikuti dua orang di belakangnya terlihat memasuki kamar dan menghampiri Raga di atas ranjang.

" Hai, Syan." Sapa Ryan akrab.

" Iya, mas." Balas Syana ramah sambil berdiri.

" Kenalin nih, namanya Arya." Ryan menunjuk pria berbaju biru. " Yang ini Kafka." Tunjuknya pada pria berbaju merah.

Syana menyalami mereka berdua sambil menyebutkan namanya dengan tersenyum. Dalam hati dirinya mengingat bahwa kedua orang ini yang namanya juga disebutkan Lady.

" Udah kalo salaman nggak usah lama-lama, nanti nyangkut tak gasak awakmu." Seru Raga dengan nyinyir dari ranjangnya. Tentu dengan tanpa mengalihkan fokusnya dari layar.

" Opo se? Cuma kenalan kok nggak boleh." Balas Kafka sengak. Sementara Ryan dan Arya yang ada disebelahnya hanya tertawa.

Merasa bahwa mungkin Raga dan teman-temannya membutuhkan privasi, Syana memutuskan untuk keluar. Membiarkan Raga menghabiskan waktu sorenya dengan orang-orang terdekatnya mungkin akan sedikit mengembalikan mood pria itu yang semakin naik turun.

Syana berjalan-jalan di area samping rumah Raga yang terdapat lapangan badminton. Terlihat dirinya mendudukkan diri sambil sibuk memperhatikan rintik hujan yang perlahan semakin deras mengguyur lapangan di hadapannya.

Pemandangan itu tak luput dari penglihatan Raga yang sedang tak fokus mendengarkan amukan Kafka karena tidak terima menjadi pihak yang sama sekali tidak diberitahu kondisi Raga.

" Mas Ryan juga pinter banget bikin alasan kalo keluarga lo ada yang sakit di Surabaya." Kafka menggebu turut menyalahkan Ryan.

" Loh emang beneran kan, neneknya Raga emang sakit di Surabaya." Jawab Ryan membela diri.

" Tapi Raga kan di sini. Sampe begini pula. Lo anggap gue apa, Ga. Kok bisa lo tega nggak kasih tau gue padahal kita dari kecil berbagi celana dalem." Ucap Kafka dramatis.

" Sempakmu amoh!" Raga melempar bantalnya mengenai kepala Kafka.
" Lo tuh yang sering nyolong boxer gue pas kecil."

" Emang sekarang udah gede?" Celetuk Arya.

" Udah lah!" Jawab Raga dan Kafka bersamaan.

" Apanya?"

Raga dan Kafka hanya membuka mulut tanpa suara. Membuat Ryan dan Arya seketika tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah kedua kawannya dan langsung mendapat lemparan bantal dari Kafka.

" Wedhus!" Umpat Raga lalu kembali menolehkan pandangannya pada Syana.

Kafka dan Arya adalah kawan satu angkatan Raga saat berada di klub PB Djarum. Terutama Kafka yang telah bersama dengannya sejak masih berada di klub daerah di Surabaya. Berbeda dengan Ryan yang sebenarnya jauh lebih senior karena mereka berjarak usia lima tahun. Ryan sudah malang melintang memenangi berbagai turnamen dan kejuaraan nasional saat mereka bertiga baru bergabung di PB Djarum, membuatnya tak butuh waktu lama untuk kemudian dipanggil berhijrah ke pelatnas. Meninggalkan Raga, Kafka, dan Arya muda yang baru menyusul beberapa tahun kemudian.

Fit Perfectly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang