#Part-4#

57 9 0
                                    

Seperti biasa, pagi ini Khaila diantarkan oleh ayahnya. Dan seperti biasanya juga, selama perjalanan ke sekolahnya Winara, Wino sama sekali tidak berbicara apapun kepada dirinya dan begitu sebaliknya.

"Aku berangkat, Pa!" ucapnya seraya mencium punggung tangan ayahnya itu.

"Assalamu'alaikum!" Setelah mengucapkan salam itu, akhirnya Winara pun keluar dari mobilnya Wino. Memasuki pekarangan sekolahnya itu dengan ekspresi yang sama sekali tidak ada senyumannya.

Setibanya di kelas, Winara langsung saja duduk di bangkunya dan mengeluarkan ponsel yang ada di dalam tasnya. Baru saja dia ingin menghidupkan layar ponselnya, namun sebuah panggilan sudah dahulu menyambutnya.

"Winara, lo dipanggil ke lapangan, tuh" ucap salah satu siswi dari arah ambang pintu kelasnya Winara.

"Ada apa memang?" tanyanya penasaran.

"Gak tau, tapi tadi ada Haidar di sana." Mendengar nama siswa itu, bukannya membuat Winara terkejut, namun malah membuat gadis itu memutar bola matanya dengan malas.

"Ada apa lagi, sih?" gerutunya di dalam hati.

"Baikhlah." Langsung saja dia bangkit dari duduknya itu dan membawa handphone-nya bersamaan dengan dirinya. Dan tepat pada saat dia keluar dari kelasnya itu, guru yang akan mengajar di kelasnya datang.

"Eh, Nara? Kamu mau ke mana?" tanya bu Rika-guru matematika, memanggil Winara yang berlalu di hapannya begitu saja.

"Eh iya, Bu. Sebelumnya saya mohon maaf Buk, saya ada urusan sebentar, Buk."

"Oh, ya sudah. Tapi, cepat kembali ke kelasmu, karena jam pelajaran sudah berlangsung."

"Baik, Bu." Setelah itu, Winara langsung saja beranjak dari posisinya dan menuju lapangan. Dengan berat hati dia harus menuruni anak tangga satu-persatu.

Setibanya di lapangan, gadis itu malah mendapatkan sosok siswa bersama dengan seorang petugas keamanan sekolah.

"Nah, itu kak Nara sudah datang," ucap siswa yang ada di hadapan Haidar tersebut.

"Ada apa ini?" tanya Winara dengan wajah dinginnya.

"Ini Kak, ada yang telat hari ini, tapi malah gak mau di hukum," ucap siswa itu yang bernama Kevin. Dan Haidar yang mendengarkan pengaduan itupun hanya memutar bola matanya dengan malas, seraya memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.

Seketika itu juga, mata Winara menatap Haidar dengan tajam. "Hei, kamu udah bacakan tentang tata tertib sekolah ini? Bagi siswa yang terlambat, maka dia akan diberikan sanksi."

Haidar yang ditatap dengan tajam, malah menatap gadis itu dengan tajam lagi. "Gue tau, dan lo gak usah ikut campur urusan gue!" bentaknya begitu saja.

"What? Eh, kamu bisa sopan dikit enggak, sih? Udah tau salah, tapi malah bentak orang sembarangan. Kalau kaya gini, kamu bisa langsung saya bawa ke BK, ya."

"Silahkan!" ucapnya dengan begitu santai tanpa peduli sama sekali.

"Huh! Apa susahnya sih, ngikutin aturan yang ada?" tanya Winara dengan begitu tegasnya.

"Mana gue tau, lo coba tanya diri lo sendiri." Setelah mengatakan itu, Haidar langsung saja meninggalkan Winara bersama dengan Kevin dengan penuh keterkejutan mereka. Bukan apa, tetapi Winara dan Kevin terkejut sebab perkataan siswa itu yang diiringi dengan telunjuknya yang menunjuk Winara, seperti merendahkan gadis itu.

"Hey! Kalau berani, jangan sama cewek, dong!" teriak Kevin tidak terima.

"Eh, udah Vin. Aku gak pa-pa, kok. Urusan dia, biar aku yang urus, ok!" Setelah mengatakan itu, Winara langsung saja mengejar Haidar. Namun, ternyata langkah Haidar lebih besar daripada langkah kakinya, maka dari itu, akhirnya pengejaran Winara hanya menjadi sia-sia.

Di saat Winara sampai di kelasnya, siswa itu malah sudah duduk dengan tenangnya di kursinya.

"Assalamu'alaikum! Permisi, Bu!" ucap Winara seraya memasuki kelasnya. Dan langsung diizinkan oleh Bu Rika.

Saat dirinya berjalan ke arah bangkunya, matanya malah tertuju pada siswa yang barusan saja membuat dirinya kesal. Dengan tatapan yang penuh kemarahan, Winara melemparkan tatapan tajamnya kepada siswa itu.

...

Selang berganti waktu, saat ini jam istirahat pun telah datang. Haidar yang ingin keluar dari kelasnya itupun seketika dihadang oleh Winara.

Haidar yang dihadang itupun seketika menatap gadis yang memiliki tinggi di bawah dagunya itupun dengan malasnya.

"Hari ini, gak ada istirahat untuk kamu. Karena, hari ini kamu ada jadwal pengenalan lingkungan dengan saya," jelas Winara dengan datarnya.

"What?"

"Kenapa? Ada masalah?"

"Tapi, kenapa gue gak tau?"

"Maaf ya, sebelumnya saya sudah kasih tau, tapi WA saya yang tidak kamu baca. Ok, sekarang ikut saya ke ruang OSIS, kita akan membahas semuanya di sana." Lalu, Winara langsung saja pergi dari sana dan menuju ruangan OSIS yang dimaksudnya tadi.

Felix bersama dengan dua orang temannya—Aldo dan Gibran, hanya mampu saling bertatapan, bertanya-tanya tentang apa yang tengah terjadi.

"Dan, itu Winara, kan?" tanya Gibran tidak percayanya.

"Hm," jawabnya singkat.

"Gila lo, cewek sedingin itu, bisa nyamperin lo kaya gini." Dan tentunya, perkataan Aldo tersebut mampu membuat Haidar mengernyitkan dahinya bingung.

"Asal lo tau, bertahun-tahun gadis itu sekolah di sini, belum ada sejarah jika dia akan menghadang seorang cowok di sini."

"Bodo!" Setelah mengatakan itu, langsung saja Haidar meninggalkan ketiga teman-temannya itu dan beranjak guna menyusul gadis itu ke ruabgan OSIS.

Di ruangan OSIS, Winara sudah terlihat begitu asik dengan sebuah buku di hadapannya. Dan Haidar yang baru saja sampai di sana, langsung saja memasuki ruangan itu tanpa mengucapkan salam.

"Assalamu'alaikum!" sindir Winara tanpa menatap siswa itu sedikitpun.

"Wa'alaikumussalam!" jawabnya tanpa peduli.

"Duduk!" titah Winara yang masih asik dengan bukunya. Dan ya, sesuai dengan perintah Winara, kali ini siswa itu hanya menurut saja.

"Ok." Winara pun menutup buku yang baru saja dibacanya itu dan beralih untuk menatap siswa itu.

"Sekarang, saya ingin kamu setor hafalan kamu tentang aturan sekolah ini," jelas Winara dengan tegasnya. Sontak, mata Haidar pun membulat terkejut. "What?"

"Kenapa? Kamu gak tau juga?" tanya Winara dengan malasnya.

"Ya-iyalah, lo aja gak ada kasih tau gue."

"Sekarang, buka file yang saya kirim semalam! Lihat, apa perintah di akhir file itu!" jelas Winara dengan dinginnya.

"Gue gak bawa hp," ucapnya dengan begitu santai.

"Gak bawa hp? Ok, sini!" ucap Winara seraya menyuruh Haidar untuk membungkukkan dirinya ke arahnya.

Dan entah kenapa, begitu mudahnya siswa itu mengikuti perintah Winara. "Kamu kalau gak pintar berbohong, jangan bohong, ya. Kasian, kamu itu ganteng, tapi malu-maluin," ucap Winara yang saat itu berhasil mengambil handphone yang berada di dalam sakunya Haidar.

"Eh, lo! Siniin hp, gue!" ucap Haidar yang terlihat marah.

"Kalau kamu mau handphone ini kembali ke tangan kamu. Berarti, kamu harus ngafalin semua aturan yang sudah saya share kemarin malam ke kamu. Dan karena handphone kamu berada pada saya sekarang, jadi kamu bisa pakai buku ini untuk ngafalin semuanya. Jika suatu saat kamu sudah hafal, handphone ini akan saya kembalikan." Tanpa menunggu respon dari Haidar, Winara langsung saja beranjak dari ruangan itu, meninggalkan Haidar yang saat itu seketika terdiam. Dia terdiam, bukan karena takut akan ancaman gadis itu, namun akan sebuah rahasia yang bakalan terbongkar karena gadis itu.

"Tidak, itu tidak boleh terjadi!" Setelah mengucapkan hal itu, Haidar langsung saja mengejar Winara yang saat itu telah menuju kelasnya.

Pertama untuk Terakhir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang