#Part-29#

75 7 0
                                    

Hari-hari telah berlalu. Tak ada yang mampu mengubah segalanya seperti semula.

Pagi ini, Gabriella sudah rapi akan seragam yang ia kenakan. Sebab, hari ini, dia akan memulai kisah remajanya di kota kelahirannya dahulu.

"Dad, nanti siang apa aku boleh ke rumah teman lamanya aku?" tanya Gabriella di sela-sela makannya.

"Di mana?" tanya Faisal tanpa mengalihkan pandangannya dari roti yang dia olesi dengan slei untuk anaknya.

"Em ... tidak terlalu jauh dari sini kok, nanti aku janji bakalan pulang cepat, kok. Boleh ya, Dad?!" ucapnya memohon.

"Em ... ya sudah, nanti pulangnya biar Daddy yang jemput, kamu calling Daddy aja," izin Faisal.

"Okay, Dad!"

"Yaudah, cepat habiskan sarapan kalian, kita akan berangkat sebentar lagi," timpal Faisal.

Akhirnya, acara sarapan pagi itupun berlangsung dengan baik di meja makan apartemen miliknya dulu. Ya, saat ini Faisal beserta anak-anaknya tinggal di apartemen lama miliknya, apartemen yang sempat dihuni oleh Gabriella ketika dia kembali ke Indonesia.

Selang beberapa menit kemudian, akhirnya mereka selesai untuk melaksanakan sarapan. Langsung saja Gabriella memberesi semua peralatan makan mereka tersebut, lalu mengikuti daddy dan adik-adiknya untuk menaiki mobil yang berada di basmant apartemen. Dan sebelum itu, dia mengunci apartemen miliknya daddynya tersebut, dan barulah melanjutkan langkahnya.

"Sis!" panggil Felis dan Exal kepada Gabriella yang berada di samping mereka. Seketika, Gabriella mengalihkan arah pandangnya dan menatap kedua adiknya itu.

"Kapan mommy akan ke sini?" tanya Felis dengan terbata-bata untuk membiasakan diri berbahasa Indonesia.

"Felis, kamu tidak perlu bertanya tentang wanita itu. Saat ini, lebih baik kamu fokus dengan sekolah barumu, dan jangan pernah memikirkan dia lagi!" ucap Faisal yang entah ke berapa kalinya.

Dan Felis yang selalu saja mendapatkan jawaban itupun hanya mampu menunduk sedih setelahnya. Daddynya selalu saja memberikan jawaban yang tidak dia harapkan.

...

Selang beberapa menit di perjalanan, akhirnya Faisal pun sampai di depan gerbang sekolah barunya Gabriella. Gabriella yang sudah tidak sabaran lagi, langsung saja berpamitan dan keluar dari mobil daddynya itu. Dengan hati yang gembira, gadis itu langsung saja memasuki kawasan sekolah barunya itu dan menuju ruangan BK.

Setibanya di BK, gadis itu langsung saja meminta izin kepada guru yang ada di sana untuk memasuki ruangan itu. Bu Tina yang saat itu tengah sibuk dengan laptopnya, langsung saja mengalihkan pandangannya kepada Gabriella.

"Eh, Gabriella?" tanya bu Tina tersebut.

"Iya, Bu," timpalnya.

"Wah, sudah datang saja. Ayo, sini duduk dulu!" ajak bu Tina tersebut.

"Tunggu sebentar ya, Nak!" ucapnya di saat Gabriella telah mendudukkan dirinya di hadapan bu Tina. Dan Gabriella pun hanya mengangguk atas responnya.

Bu Tina pun seperti menelepon seseorang menggunakan gawainya.

"Assalamu'alaikum, Zefro!"

"..."

"Ibu butuh bantuan kamu, Nak. Jadi, tolong datang ke sini, ya!" ucapnya ke orang yang berada di seberang telepon sana.

"..."

"Ya sudah, Ibu tunggu, ya! Assalamu'alaikum," setelah seseorang yang di seberang sana menjawab salamnya, bu Tina pun mematikan teleponnya tersebut dan kembali fokus pada Gabriella.

"Nah, kita tunggu sebentar dulu ya, Nak. Tidak lama, kok."

"Baik, Bu," jawabnya.

Selang beberapa menit kemudian, akhirnya sosok yang ditunggu-tunggu pun muncul dari balik pintu ruangan BK tersebut.

"Maaf, ada apa ya, Bu?" tanya Zefro di saat sampai di mejanya bu Tina, tanpa peduli dengan kehadiran Gabriella.

"Ini Nak Zefro, hari ini kita kedatangan siswa baru, pindahan dari Eropa. Jadi, seperti biasa, Ibu minta tolong untuk mengantarkan dia ke kelas barunya, serta menjadi pendamping untuk masa MPLS-nya dalam 1 minggu ini."

"Em ... baiklah, Bu. Memangnya dia di kelas berapa, Bu?" tanya Zefro terlihat biasa saja.

"XII.MIPA.1," jawab bu Tina.

"Baiklah, kalau gitu saya permisi dulu ya, Bu!" pamitnya seraya menyalami punggung tangan bu Tina.

"Semoga semuanya lancar, ya." Dan Zefro pun mengangguk. Lalu, dia pun mempersilahkan Gabriella untuk ikut bersama dengan dirinya. Dan Gabriella pun hanya mengikuti siswa itu dari belakangnya.

"Lo kenapa jalan di belakang gue kaya gitu? Sini, samping gue," ucap Zefro yang merasa risih dengan tindakannya Gabriella.

"Eh, saya kira kamu yang tidak suka untuk saya jalan sejajar," ejek Gabriella yang tentunya dengan ekspresi datar.

"Gue Zefro," ucapnya dengan dingin.

"Gabriella," timpal Gabriella dengan santainya.

"Kenapa lo pindah ke sini?" tanyanya.

"Saya ke sini karena suatu alasan, yang tentunya ingin bertemu seseorang," jawab Gabriella dengan senyuman merekah.

"Ingin bertemu siapa lo emangnya?" tanyanya yang diakhiri oleh kekehan yang sepertinya mengejek.

"Oh iya, lo kenal Haidar, gak? Haidar Zidan Andreas?" tanya Gabriella mengalihkan percakapan mereka. Dan seketika itu juga Zefro menghentikan langkahnya, membuat raut wajahnya berubah seperti tidak suka dengan nama yang disebutkan oleh Gabriella barusan.

"Ada apa?" tanya Gabriella heran.

"Lo lurus aja, nanti di depan sana lo bakalan ketemu kelas lo, XII.MIPA.1. Gue harus ke ruangan Osis sekarang, soal aturan sekolah nanti gue share ke elo," ucapnya, lalu meninggalkan Gabriella sendirian dengan penuh teka-teki di benak gadis tersebut.

"Dia kenapa, sih?" ucapnya bingung.

"Ah, sudahlah-"

"Aduh!" ucapnya spontan di saat seseorang menabraknya tanpa sengaja.

"Lo bisa jalan pakai ma-" ucap siswa yang telah menabraknya itu dengan nada dinginnya.

"Gaby?" ucapnya terkejut dan spontan Haidar langsung saja memeluk gadis itu tanpa sadar,jika saat ini mereka tengah berada di lingkungan sekolah. Pasti akan ada beribu perkataan yang siap tertuju untuk mereka berdua, dengan kenyataan yang berbeda jauh.

"Eh?" terkejut Gaby di saat mendapatkan pelukan spontan itu.

"By, kamu kapan kembali? Kenapa tidak kabarin aku?" tanyanya dengan mata yang berkaca-kaca. Entah kenapa, akhir-akhir ini Haidar memang sangat sering untuk terlihat lebih cengeng. Dia sangat mudah untuk menitikkan air matanya, sekalipun itu hanya hal kecil.

"Eh, kok malah nangis gini?" tanya Gabriella dengan heran seraya mengusap pelupuk mata siswa itu.

"Banyak hal yang ingin aku ceritakan ke kamu, By" jawabnya dengan sedih.

"Loh, kenapa Dan? Apa mama seperti dulu lagi?" tanyanya khawatir.

"Kali ini bukan tentang keluarga kita, tapi Tasya," timpalnya Haidar.

"Tasya? Maksud kamu Winara?" tanyanya mencoba memprediksi.

"Iya," jawab Haidar lagi dengan lesunya.

"Dia kenapa, Dan?" tanya Gabriella dengan khawatirnya.

"Sebaiknya kita duduk di taman itu saja, By. Di sini, sepertinya tidak aman, " ucapnya seraya memperhatikan sekitarnya. Hal itupun disetujui oleh Gabriella yang tau maksud Haidar, bahwa saat ini mereka berdua tengah diperhatikan oleh semua orang, bahkan tengah menjadi bahan perbincangan mereka semua, terlebih bagi para pengagum Haidar.

Pertama untuk Terakhir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang