"Assalamu'alaikum!" salam beberapa orang yang tiba-tiba saja masuk ke kamarnya Winara bersama dengan Anara yang mempersilahkan mereka semua.
"Wa'alaikumussalam," jawab semuanya, kecuali Winara tentunya. Gadis itu saat ini memeluki kedua lututnya, seraya sesekali menenggelamkan wajahnya. Dan Haidar yang saat itu tengah mengobati lukanya sendiri menggunakan cermin yang berada di kamarnya Winara.
"Nara!" panggil Syifa yang langsung saja menghampiri Winara. Winara menengadahkan kepalanya, menatap Syifa yang sudah berada di hadapannya saat ini.
"Nara kenapa, Nak?" tanya Syifa dengan raut sedihnya, seraya menyentuh pipi Winara dengan lembut. Winara yang diperlakukan seperti itupun seketika menitikkan air matanya.
"Hei, Sayang! Nara kenapa? Cerita sama Mama!" ucapnya yang diakhiri oleh pelukan dari Syifa.
Pelukan itu sangat terasa hangat dan nyaman bagi Winara. Hingga membuat Winara langsung membalas pelukan itu, bahkan dia semakin menitikkan air matanya di bahunya Syifa. Syifa sama sekali tidak peduli betapa sudah basahnya bahu dan jilbab yang saat ini dia kenakan. Baginya, yang terpenting saat ini adalah bagaimana Winara bisa merasakan kehangatan, bukan ketakutan.
"Nara, Nara okay, kan?" tanya Karen menghampiri kedua wanita itu.
"Pa-pa," lirihnya dengan isakan.
Syifa pun melepaskan pelukan itu dan membiarkan Karen untuk mendekati Winara.
"Ta-takut ...!" ucapnya lagi.
"Nara takut dengan apa? Tidak ada yang akan menjahati Nara saat ini. Semua orang peduli dengan Nara. Nara gak boleh kaya gini. Ada papa dan mama kandung Nara yang pengen liat Nara seperti biasa, bukan seperti sekarang. Papa yakin, Nara itu gadis kuat. Nara gak boleh kaya gini. Jika Nara kaya gini, nanti Papa, mama, Haidar, Gaby, Kayla, dan semuanya jadi sedih. Dan Nara pasti tidak mau, bukan?" ucapnya seraya mengelus lembut kepala Winara yang saat ini masih saja menitikkan air matanya.
"Na-nara ... ta-takut, Pa ...," lirihnya yang kali ini entah mengapa bergetar.
"Sayang, kamu tidak perlu takut. Semuanya di sini. Kami akan jaga Nara," hibur Karen lagi.
Bukannya itu menenangkan Winara, namun malah membuat gadis itu semakin menangis. Bahkan, Winara kembali menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya.
Orang-orang yang melihat itupun kembali dibuat panik akan hal itu, termasuk Haidar sendiri. Haidar yang baru saja selesai mengobati lukanya itupun langsung menghampiri Winara.
"Sya, lo kenapa?" tanyanya khawatir.
"Ra, kamu kenapa, Nak?" tanya Wino yang juga ikut menghampiri putrinya.
"Sayang, hei, kamu kenapa?" tanya Syifa yang tengah berada di sana.
"Pergi!!!" teriak Winara secara tiba-tiba. Dan itu kembali membuat semuanya semakin khawatir.
"Sya, lo jangan kaya gini!" ucap Haidar. Namun, Winara sama sekali tidak menghiraukannya.
"Sya, dengerin gue. Lo harus kembali! Lo harus jadi Syasya yang gue kenal. Lo kuat Sya, gue tau itu."
"Pergi!!!" teriaknya lagi. Bahkan, dengan spontan dia memukuli kasurnya sendiri dengan penuh amarah. Tangisan itu masih saja hadir, tak mengubah sedikitpun pada raut wajahnya.
"Nara, dengerin Mama! Nara gak boleh kaya gini!" ucap Syifa mencoba untuk menyentuh bahunya Winara. Namun, langsung ditolak oleh dirinya.
Tiba-tiba saja Anara datang bersamaan dengan nampan di tangannya. Di sana dia membawa segelas susu dan semangkuk sup untuk Winara. Kedatangan Anara seketika langsung mengundang perhatian dari semuanya, termasuk Winara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama untuk Terakhir (End)
Teen Fiction[FiksiRemaja-Spiritual] "Dia hadir dalam genggaman kepiluanku."-Winara "Dialah permata indah yang harus dijaga."-Haidar Cerita yang berawal untuk diakhiri. Dan cerita pertama untuk terakhir. 11 Agustus-27 November 2021 ©Resa Hidayahtri