Waktu ke waktu telah berlalu. Dan malam ini, Winara tengah menikmati makan malamnya bersama dengan keluarganya dan Gabriella. Di tengah makan malam ini, gadis itu tetap saja diam tanpa bersuara dan hanya menikmati makanan malamnya dengan khidmat, tanpa berniat untuk membuka suaranya sedikitpun.
"Ma, Pa, besok Gaby akan balik ke Eropa, ya. Soalnya, tadi daddy nyuruh Gaby buat balik," ucap Gabriella di tengah makannya.
"Loh, kenapa cepat sekali, Nak?" tanya Wino dengan heran.
"Iya, Pa. Biasa, orang tua pasti bakalan khawatir anaknya kenapa-kenapa. Apalagi, Gaby yang lagi jauh banget dari pantauannya daddy." Sekilas, Gabriella menatap Winara dari sudut matanya. Namun, Winara sama sekali terlihat diam dan tidak peduli. Entah apa alasannya, namun Gabriella sama sekali tidak tahu.
"Memang, kamu jam berapa mau berangkatnya, Nak?" tanya Anara yang memberhentikan makannya sejenak.
"Kemungkinan jam 10 pagi besok, Ma."
"Ra," tegur Anara yang melihat putrinya itu seperti sedang tidak peduli akan Gabriella. Namun, Winara yang dipanggil itupun tetap saja diam dan masih menikmati makanannya.
"Ra," panggil Anara sekali lagi. Sontak, Winara pun terkejut dan menatap Anara dengan bingung. "Iya, Ma? Kenapa?" tanyanya.
"Kamu kenapa, Nak?" tanya Anara dengan bingung dan khawatir.
"Ha? Eh, gak ada Ma," alibinya dan kembali melanjutkan makan malamnya. Melihat tingkah Winara yang aneh, seketika itu juga Gabriella merasa ada yang aneh lagi untuk saat ini. "Ra, are you okay, kan?" tanyanya.
"Eh, em ... I am okay," ucapnya lagi dan mengakhiri makan malamnya saat ini.
"Ma, besok pagi Nara mau ke rumah sakit ya," ucapnya meminta izin kepada Anara, seperti tidak mempedulikan Wino yang saat ini berada di sampingnya.
"Loh, mau ngapain, Nak?" tanya Anara bingung.
"Nara mau jenguk teman Nara," jelasnya.
"Loh, bukannya tadi juga udah? Dan kemarin kan juga udah. Lalu, kenapa besok mau ke rumah sakit lagi?" tanya Anara.
"Em ... Nara-"
"Ra, kita ke kamar, yok! Bantuin aku beres-beres buat besok," ajaknya yang langsung menarik Winara ke kamarnya gadis itu. Winara yang ditarik itupun hanya mengikuti langkahnya Gabriella.
"By, kenapa kamu narik aku kaya gini?" tanya Winara kebingungan di saat mereka berdua telah sampai di depan pintu kamarnya Winara.
"Memangnya, kamu punya alasan buat mengatakan semuanya?" tanya Gabriella mengintrogasi.
"Tau aja," timpalnya seraya mencengir kuda.
"Yaudah, yok bantuin aku kemasin barang-barang aku!" ajaknya lagi yang kembali menarik Winara memasuki kamar gadis itu.
"Loh, memangnya kamu mau ke mana, By?" tanyanya yang sama sekali tidak tahu ke mana gadis itu akan pergi.
"Ha? Jadi, kamu gak dengar apa yang aku bilangin ke mama dan papa tadi?" tanyanya memastikan.
"Memang kamu bilang apa?" tanyanya dengan wajah polosnya.
"Astaghfirullah, Ra! Kamu ini kenapa? Lagi mikirin apa, Ra?" tanya Gabriella seraya memegang kedua bahu sahabatnya itu. Namun, Winara sama sekali tidak merespon pertanyaan sahabatnya itu selain menunduk.
"Ra, aku tau kamu lagi marah dengan papa, tapi jangan sampai menyiksa diri kamu juga. Papa itu tetap orang tua kamu, jadi jangan terlalu berlebihan kalau marah. Kalau terjadi apa-apa, pasti papa juga yang bakalan sedih nantinya," jelas Gabriella. Namun, bukannya gadis itu sadar, namun malah tersenyum kecut mendengarkannya.
"Seharusnya kamu gak bicara kaya gitu, By. Semua yang kamu bilang adalah kebalikannya. Papa gak akan pernah sekhawatir itu sama aku. Papa cuma mau aku seperti anaknya yang satu lagi, bukan kaya aku yang ini," ucapnya seraya tersenyum kecut dan berjalan menuju meja belajarnya.
"Eh, Ra. Itu papa kamu, loh. Papa kamu pun orangnya baik. Bahkan, aku ngerasa iri loh kalau berada di dalam kehidupan kamu. Kamu punya keluarga yang selalu utuh dan selalu ada buat kamu. Sedangkan aku, seperti tidak peduli siapa aku dan mau apa aku." Lagi-lagi Winara hanya tersenyum kecut dan diam dengan beribu rasa kecewanya.
"Oh iya, sebenarnya pria itu siapa kamu, Ra?" tanya Gabriella mengalihkan topik, seraya mulai mengemasi barang-barangnya.
"Kamu mau tau?" tanya Winara semakin membuat Gabriella bertanya-tanya. Dan gadis itu langsung menganggukkan kepalanya.
"Dia adalah siswa baru di sekolah aku. Dan selama seminggu kemarin, aku sebagai wakil ketua OSIS, bertugas untuk membimbing dia mengenal lingkungan sekolah kami, sebab ketua OSIS sedang ada kegiatan perlombaan badmintonnya. Dan selama seminggu ini aku juga mendapatkan banyak informasi tentang siswa itu, mulai dari penyakitnya dan keadaan keluarganya yang sebenarnya. Karena itu, aku jadi bertekad buat bantuin dia, agar bisa dekat lagi dengan keluarnya sendiri. Sebab, jalan yang sudah dia ambil selama ini itu sudah salah," jelas Winara. Gabriella yang mendengar itu, tiba-tiba saja merubah ekspresinya dengan keterkejutan.
"Ra, namanya siapa?" tanya Gabriella memastikan dengan raut wajah yang mulai khawatir.
"Haidar Andreas Zidan," jawab Winara dengan tatapan nanarnya.
"Zidan?" ucapnya terkejut. Berarti dugaannya selama ini adalah benar. Pria itu adalah seseorang yang sudah lama dia cari. Tanpa aba-aba, Gabriella langsung saja menitikkan air matanya seraya membekap mulutnya tidak percaya.
Winara yang melihat keanehan Gabriella itu, seketika langsung menghampiri sahabatnya. "Kamu kenapa, By?" tanyanya dengan heran. Namun, bukannya menjawab, Gabriella langsung saja memeluk Winara dan menangis di dalam pelukannya Winara.
"Ra, besok sebelum aku berangkat ke Eropa, kamu antarin aku ke rumah sakit, ya. Aku mau ketemu dia, Ra" pintanya di sela isakannya.
"By, kamu kenapa?" tanya Winara lagi, seraya melepaskan pelukan mereka.
"Zidan Ra, dia, dia orang yang aku cari selama ini, hiks ... hiks ...," isaknya.
"By, kamu serius?" tanya Winara yang juga ikut terkejut. Dan Gabriella pun mengangguk dengan semangat.
...
Pagi ini, Haidar tengah menikmati sarapannya bersama dengan Sang Ibu yang menyuapinya. "Mau minum dulu, Nak?" tanya Syifa dan Haidar menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
"Assalamu'alaikum!" salam seseorang yang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan rawatnya.
"Wa'alaikumussalam," jawab mereka.
"Loh, Nara-" ucap Syifa yang seketika terhenti di saat melihat kehadiran Gabriella di belakangnya Winara.
Seketika Syifa bangkit dari posisinya dan menghampiri kedua gadis yang saat ini tengah menatap Syifa.
"Gaby," lirihnya seraya langsung memeluk Gabriella dengan erat. "Akhirnya kamu datang lagi, Nak" ucapnya.
Sama seperti sebelumnya, Gabriella sama sekali tidak merespon apapun terhadap perlakuannya Syifa.
"Ma, itu siapa?" tanya Haidar dengan heran. Sontak, Syifa pun melepaskan pelukannya dan menarik Gabriella agar ikut ke arah brankarnya Haidar. Gabriella yang ditarik itupun hanya manut saja dan mengikuti langkahnya Syifa. Dan begitu sebaliknya dengan Winara yang terlihat sudah tahu akan apa yang akan terjadi setelahnya.
"Zidan, ini adalah Gabriella Aqilla Azhar, Gaby."
Deg.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama untuk Terakhir (End)
Teen Fiction[FiksiRemaja-Spiritual] "Dia hadir dalam genggaman kepiluanku."-Winara "Dialah permata indah yang harus dijaga."-Haidar Cerita yang berawal untuk diakhiri. Dan cerita pertama untuk terakhir. 11 Agustus-27 November 2021 ©Resa Hidayahtri