#Part-20#

45 7 0
                                    

Jam pelajaran pun telah usai dan saat ini adalah jadwalnya pada siswa dan siswi untuk kembali ke rumah mereka masing-masing. Namun, tak semuanya juga yang pulang ke rumah mereka terlebih dahulu. Seperti Winara yang saat ini harus ke ruangan OSIS untuk menghadiri rapat OSIS.

"Assalamu'alaikum!" ucapnya saat memasuki ruangan itu.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab mereka semua yang sudah hadir di ruangan OSIS itu.

"Sudah kumpul semuanya, Ro?" tanyanya pada Zefro yang saat ini sudah duduk di hadapan semuanya.

"Kalau gue liat udah, Ra. Tapi, lo check lagi aja, siapa tau masih ada yang belum," jawabnya.

"Em ... aku rasa juga udah. Yaudah, kita langsung aja?" tanyanya yang mulai duduk di kursi kekuasaannya.

"Oke!"

"Ekhem, baiklah. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!" mulai Zefro membuka rapat mereka kali ini.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab semuanya.

"Terima kasih sebelumnya, buat semua anggota yang sudah meluangkan waktunya untuk hadir dalam rapat ini. Di sini, sekarang kita akan membagi anggota kelompok untuk menjadi panitia perlombaan yang akan diadakan oleh sekolah kita. Setiap kelompok yang sudah dibagi, tentunya memiliki tugas masing-masing yang harus dilaksanakan dengan sebaik mungkin dalam kegiatan kita pada tanggal 20 Oktober besok."

"Nah, untuk anggota kelompoknya, sudah saya bagi. Dengan kelompok pertama ...," lanjut Winara yang mengambil alih posisi pembicara dalam rapat ini dari Zefro.

Dan rapat itupun akhirnya berlanjut sampai selesai. Hingga akhirnya, mereka semua pun bubar dari ruangan itu dan hanya meninggalkan Winara bersama dengan Zefro.

"Em, Ra!" panggil Zefro tiba-tiba, di saat Winara tengah sibuk memberesi barang-barangnya.

"Ya?" tanyanya cuek.

"Lo pulang sendiri?"

"Iya, tadi aku bawa motor ke sekolah."

"Ooh ... gue kira lo pulang sendirian dan naik angkutan umum."

"Kenapa memang?"

"Em ... gue-"

"Sya!" panggil Haidar yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu ruangan itu.

Winara yang merasa terpanggil itu pun langsung mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara. Dan begitu halnya juga dengan Zefro yang ucapannya terpotong.

"Haidar?" heran mereka berdua.

"Ayo, Sya! Gue udah nungguin lo dari tadi, tapi lo masih aja di sini," ucapnya seraya masuk ke dalam ruangan itu dan menghampiri Winara, tanpa mempedulikan keberadaan Zefro.

"Kan udah aku bilang, liat nanti Haidar. Berarti itu bukan salah aku, kamunya aja yang gak peduli dengan apa yang aku bilang," kesal Winara disalahkan.

"Loh, kok malah gue? Ya elo lah, Sya. Lonya yang kelamaan, sedangkan anggota OSIS yang lainnya aja udah pada pulang dan elo-"

"Ekhem," dehem Zefro yang sontak membuat ucapan Haidar terpotong.

"Gue duluan Ra, nanti lo jangan lupa kunci pintu ruangan ini. Assalamu'alaikum!" Tanpa menunggu jawaban dari kedua orang itu, Zefro langsung saja beranjak dari posisinya saat ini dan meninggalkan mereka berdua.

"Eh, gue kira cuma elo yang ada di sini, rupanya ada si ketos," ucapnya seraya mengedikkan bahu dan memperhatikan kepergiannya Zefro.

"Wa'alaikumussalam. Mangkanya, liat sekeliling dulu, asal nerobos aja," timpal Winara seraya meninggalkan Haidar yang masih berdiri di tempatnya.

"Eh, lo kok ninggalin gue? Sya!" panggilnya seraya mengejar Winara yang sudah hampir sampai di depan pintu.

"Cepat!" titahnya yang ingin mengunci ruangan OSIS tersebut.

"Iya-iya, galak amat!" ucapnya seraya menghindar dari ruangan itu dan menunggu Winara mengunci ruangan itu.

"Ngapain masih di sini?" tanya Winara jutek di saat dia selesai mengunci ruangan itu dan masih menemukan makhluk yang satu ini.

"Nungguin lo lah, mana mungkin gue nungguin teman-teman lo, dikira kesurupan gue yang ada," timpalnya dengan kesal.

"Kan aku udah bilang Haidar, kamu duluan aja, biar nanti aku nyusul ke rumah kamu," ucap Winara untuk kesekian kalinya, namun Haidar sama sekali tidak peduli.

"Udah?" tanyanya yang membuat Winara memutar bola matanya dengan malas.

"Ih, terserah!" balas Winara dengan kesal. Lalu, meninggalkan Haidar yang hanya tertawa kecil ketika melihat Winara seperti itu.

Winara terus saja berjalan dan tidak mempedulikan Haidar yang tengah berjalan di belakangnya menuju parkiran. Dan setibanya mereka diparkiran, Winara langsung dibuat bingung akan parkiran ini yang hanya meninggalkan satu motornya Haidar. Lalu, motornya?

Dengan cepat, dia langsung memeriksa kantong roknya dan tasnya, mencari kunci motor miliknya. Namun, ternyata usahanya sia-sia. Dia sama sekali tidak menemukan apa-apa. Dan itu langsung membuat Winara menatap Haidar dengan tajam. Dia yakin, jika ini adalah ulahnya Haidar, yang memaksa dia untuk ikut pulang bersama dia.

"Haidar! Ke mana motor aku?" tanya Winara dengan tegas.

"Lo tenang aja, Sya. Motor lo aman kok sama anak-anak motor," jawab Haidar dengan santai.

"Iih!!! Kalau kaya gini, aku pulang pakai apa?" tanyanya yang masih saja kesal.

"Ya, bareng gue lah. Kan udah gue bilangin tadi."

"Gak!" timpal Winara cepat.

"Terus, lo mau pulang pakai apa?" ejeknya membuat Winara semakin kesal.

"Kapan kamu curi kunci motor aku, ha?" tanyanya mengintrogasi.

"Tadi, sewaktu lo jam istirahat," jawabnya santai.

"Haidar! Kenapa kamu bego banget, sih?!" ucapnya melepaskan kekesalannya.

"Lo ngatain gue?" tanyanya yang sudah duduk di atas motor ninjanya.

"Ya-iyalah, keadaan kamu belum stabil kaya gini, tapi kamu mau boncengin aku sembarangan. Emang kamu bisa mastiin kalau bakalan baik-baik aja setelah ini, ha?"

"Lo gak yakin sama skil gue?"

"Gak! Udah aku mau naik taksi aja, bye!" putusnya dengan kesal. Lalu, meninggalkan Haidar sendirian dan menuju ke gerbang depan sekolah. Lalu, memberhentikan sebuah taksi yang kebetulan saja lewat.

"Pak, antarin ke ..., ya. Nanti saya ikutin Bapak dari belakang," jelas Haidar yang tiba-tiba saja muncul dari balik kaca mobil samping kemudi itu.

"Eh, enggak Pak, ke ...."

"Jangan didengerin, Pak. Bapak ikutin saja apa kata saya, nanti biar saya yang bayar ongkos taksinya," jelas Haidar dan langsung disetujui oleh supir taksi itu. Sedangkan Winara yang sama sekali seperti tidak dipedulikan itu hanya mampu menghela napasnya dengan gusar. Dia tidak bisa menduga akan hal apa yang bakalan terjadi setelah dia pulang dari rumah Haidar nanti.

Pertama untuk Terakhir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang