"Sya, lo makan, ya?" pinta Haidar kepada gadis yang tengah berbaring di atas kasurnya itu. Dan gadis itupun hanya menggelengkan kepalanya, pertanda tidak setuju.
Bukan Haidar namanya, jika dia tidak akan menyerah begitu saja.
"Kenapa? Nanti kalau lo gak makan, lo bakalan sakit perut dan asam lambung lo bakalan kambuh, Sya. Makan, ya?"
"Gak," jawabnya terlihat sedikit memohon.
"Tapi, Sya. Lo harus jaga kondisi tubuh lo. Lo gak bisa kaya gini," bujuknya lagi.
"Haidar, aku gak lapar," ucapnya yang kemudian terlihat hampir saja akan menitikkan air mata.
"Oke-oke, tapi nanti kalau lo lapar, lo harus bilang sama gue, okay." Dan pada akhirnya Winara menurut.
Saat ini, di dalam kamar ini hanya ada mereka berdua dengan pintu kamar yang sengaja dibuka. Dan itu semua adalah permintaan dari Haidar yang tidak ingin hal tadi terjadi lagi. Dan mereka semua yang masih saja khawatir dengan kondisi Winara, sesekali mencek keadaan gadis itu melewati ambang pintu kamarnya Winara.
"Sya," panggil Haidar di saat beberapa menit mereka dihampiri oleh keheningan.
"Lo gak mau maafin papa lo?" tanyanya terlihat hati-hati.
"Papa? A-aku-"
"Gini Sya, papa kamu itu sebenarnya baik. Dia sayang kamu, hanya saja dia belum bisa memberikan semua kasih sayang itu sama kamu," jelas Haidar yang diakhiri oleh senyuman hangatnya.
"Pa-pa, ba-baik? Pa-pa ba-baik? Pa-pa ba-baik?" ucapnya berulang-ulang, lalu tanpa sadar setetes air mata pun luruh dengan indahnya dari pelupuk matanya Winara.
"Eh, lo kenapa nangis, Sya?" khawatir Haidar.
"Pa-pa ba-baik?" lirihnya lagi. Lalu, Winara pun kembali menangis dengan bertumpukan lututnya.
"Sya? Sya, lo baik-baik aja, kan?" tanyanya semakin khawatir.
"Pa-pa ba-baik?" lirihnya yang disertai isakannya.
"Sya?" khawatirnya lagi.
Dan selang beberapa detik kemudian, tangisan itupun berhenti. Membuat Haidar heran akan keterdiaman Winara secara tiba-tiba. Langsung saja dia mengangkat bahunya Winara dan ternyata gadis itu sudah tidak sadarkan diri. Membuat Haidar panik seketika.
"Ma, Pa!" panggilnya.
"Sya, bangun! Bangun, Sya!" ucapnya seraya berulang kali menepuk-nepuk pipinya Winara dengan pelan. Namun, gadis yang tidak sadarkan diri itu tak kunjung sadar dari pingsannya.
"Ada apa, Nak?" tanya Wino yang saat itu terlihat begitu khawatir.
"Winara pingsan lagi, Om."
"Yaa Allah! Nara! Sayang! Nak, bangun!" ucap Wino yabg yang ikut membangunkan Winara. Namun, gadis itu sama sekali tidak membuka matanya.
"Win, kenapa tidak kita bawa Winara ke rumah sakit saja?" usul Ririn dengan wajah khawatirnya.
"Iya, Om. Lebih baik Winara dibawa ke rumah sakit saja," timpal Haidar membuat Wino berpikir sejenak.
Dan akhirnya, dia pun mengambil alih posisi Haidar untuk menggendong putrinya dan membawanya menuju keluar kamar, lalu menuju mobil yang berada di depan halaman rumahnya. Dan tindakan Wino tersebut langsung saja diikuti oleh yang lainnya. Mereka membawa Winara ke rumah sakit terdekat, demi memberikan penanganan medis untuk gadis tersebut.
Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung saja dibantu oleh para suster untuk memindahkan tubuh Winara ke atas brankar rumah sakit dan membawanya ke UGD.
Lama mereka menunggu dan pada akhirnya, dokter pun keluar dari ruangan itu. Mencari siapa orang tua dari pasien yang baru saja mereka tangani.
"Mohon maaf, Pak. Sepertinya anak Bapak tengah terkena tekanan mental dan asam lambungnya juga kambuh. Jadi, hal inilah yang kemungkinan besar menyebabkan putri bapak drop seketika. Tapi, Bapak tidak perlu khawatir, kami akan memberikan penanganan medis sebaik mungkin untuk putri Bapak. Oleh karena itu, mohon diurus administrasinya terlebih dahulu, agar kami bisa memindahkan pasien ke ruang inap."
"Baik, Dok."
"Baiklah, kalau gitu saya pamit dulu." Dan dokter itupun kembali ke dalam ruangan itu.
"Ma," panggil Wino kepada Anara yang saat itu tengah bermenung di dekapan Ririn.
"Eh, iya Pa?" terkejutnya.
"Mama bawa uang?" tanya Wino.
"Em ... enggak, Pa. Mama lupa bawa dompet," jawabnya.
"Biar saya saja yang urus, Pak. Bapak dan istri Bapak tunggu saja di sini," ucap Karen tiba-tiba menimpali.
"Eh, tidak usah Pak."
"Tidak apa-apa, anggap saja ini sebagai balas budi kami kepada Winara," timpal Syifa.
"Ta-"
"Kami pergi dulu ya," potong Karen dan Syifa yang langsung saja melenggang pergi dari sana dan menuju administrasi.
"Nak, Haidar!" panggil Wino kepada Haidar yang saat itu tengah bersandar ke dinding dan memejamkan matanya, mencoba untuk menenangkan dirinya.
"Eh, iya Om?" tanyanya yang menurunkan satu kaki yang tadi dia tumpukan pada dinding.
"Om minta maaf karena kemarin," ucapnya terlihat begitu menyesal.
Haidar yang mendengar dan melihat hal itupun hanya mampu tersenyum simpul. Entah itu senyuman bahagia atau sebaliknya.
"Tentang kemarin itu sudah lalu Om, Haidar juga sudah memaafkannya. Tetapi, hanya satu yang ingin Haidar katakan, jangan pernah mengulangi yang pernah terjadi. Ambil hikmah dari apa yang telah terjadi," ucapnya terlihat begitu tenang.
"Terima kasih, Nak. Om akui, kemarin Om memang egois dengan diri Om sendiri. Om memutuskan semuanya tanpa penjelasan dari siapapun," sesalnya lagi.
"Alhamdulillah, jika Winara tau ini, Haidar yakin, dia bakalan bahagia Om. Bahkan, mungkin dia bakalan langsung peluk Om." Wino yang mendengar itupun hanya mampu tersenyum getir tidak tahu.
"Asal Om tahu, Nara pernah bilang kepada Haidar. Satu pelukan yang sangat dan ingin dia rasakan adalah pelukan dari 'ayah'. Tidak hanya itu, dia bilang jika suatu saat nanti jika ayah yang dia rindukan untuk pulang ke pelukannya benar-benar mewujudkannya, dia akan berkata pada bulan, jika dia tidak butuh bulan lagi di saat malam. Karena rindunya telah terlepaskan di saat pelukan hangat itu dia rasakan."
Tanpa sadar, Haidar telah berhasil membuat air mata Wino menetes begitu saja. Namun, langsung disingkirkan oleh Wino.
"Om, saat ini Haidar mungkin bisa saja menjadi seseorang yang menjadi tempat dia bercerita, tapi suatu saat hal itu akan beralih kepada Om. Dan itu di saat dia sadar nanti. Haidar yakin, Nara akan bercerita banyak hal kepada Om di saat itu. Dia akan berkata, jika Om adalah lelaki yang selama ini dia nantikan dan cinta pertamanya sampai kapanpun," lanjutnya yang lagi-lagi sukses membuat Wino menitikkan air matanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama untuk Terakhir (End)
Teen Fiction[FiksiRemaja-Spiritual] "Dia hadir dalam genggaman kepiluanku."-Winara "Dialah permata indah yang harus dijaga."-Haidar Cerita yang berawal untuk diakhiri. Dan cerita pertama untuk terakhir. 11 Agustus-27 November 2021 ©Resa Hidayahtri