"Diam!!!" teriak Winara spontan, gadis itu berteriak dengan menutup telinganya dan memejamkan matanya. Ada yang aneh.
"Sya?" ucap Haidar spontan dan langsung berjongkok menghadap gadis itu. Namun, "Pergi!!!" teriaknya lagi.
"Sya, lo baik-baik aja, kan?" tanya Haidar memastikan.
"Pergi!!!" teriaknya lagi, namun kali ini dengan isakan.
"Sya, lo jangan kaya gini!"
"Pergi! Pergi kalian semua!" teriaknya lagi. Dan itu membuat Anara juga ikut mendekati putrinya kembali.
"Ra! Sayang, kamu baik-baik saja, kan?" ucap Anara dengan khawatir. Namun, tanpa peduli akan pertanyaan itu, Winara langsung saja bangkit dari posisinya dan ...
Bugh!
Gadis itupun jatuh pingsan secara tiba-tiba, membuat semua orang yang ada di sana terkejut, termasuk Wino sendiri.
Haidar saat itu sudah mewanti-wanti, langsung saja merangkul kepalanya Winara dan dia mampu merasakan badan Winara yang terasa panas. "Sya, bangun, Sya!" ucapnya seraya menampar-nampar pipi Winara pelan. Namun, gadis itu sama sekali tidak membuka matanya.
Wino yang saat itu dilanda oleh kepanikan, langsung saja mengambil alih posisi Haidar dan menggendong tubuh basah putrinya itu menuju kamarnya Winara. Hal itu langsung saja diikuti oleh semuanya.
"Nak!" panggil Anara pada Haidar di saat Haidar hendak ikut memasuki kamarnya Winara.
Langkah Haidar pun seketika terhenti. Dia pun mengalihkan pandangannya ke arah Anara, seolah bertanya ada apa.
"Sebaiknya kamu pulang, ini sudah malam. Nanti orang tuamu bisa saja khawatir padamu," ucap Anara dengan lembutnya.
"Ta-"
"Pulanglah, Winara akan baik-baik saja," hibur Anara. Dan itu hanya mampu membuat Haidar terdiam seketika.
"Jangan buat orang tuamu khawatir akan dirimu. Sungguh, itu tidak baik, Nak."
"Baiklah, kalau gitu saya pamit dulu, Tan. Jika Winara sudah sadar, tolong minta dia untuk segera mengabari saya, Tan," pinta Haidar seraya berpamitan. Dan Anara hanya mengangguk akan hal itu.
...
Waktu ke waktu telah berlalu. Kini keluarga itu tak henti-hentinya untuk mencoba membangunkan Winara, namun gadis itu sama sekali tidak berniat untuk membuka matanya. Membuat Wino merasa benar-benar menyesal akan apa yang sudah dia lakukan tadi terhadap putrinya.
Sejenak, dia teringat akan kata-kata pemuda yang berusaha untuk menjelaskan sesuatu padanya, namun sama sekali tidak dipedulikan oleh dirinya.
"Ma, pemuda tadi mana?" tanya Wino pada Anara.
"Dia sudah pulang, Pa. Kasihan orang tuanya, ini sudah malam," jawab Anara yang masih saja mengompresi keningnya Winara.
Dan di saat itulah Wino langsung terduduk di kursi yang saat ini tengah diduduki oleh Ririn bersama dengan Della.
Wino benar-benar menyesal saat ini. Bahkan, tanpa sadar dia telah menitikkan air mata saat ini.
"Win, tenanglah. Dia tidak akan kenapa-kenapa," hibur Ririn yang juga merasa sedikit menyesal akan membiarkan perlakuan putranya terhadap cucunya sendiri.
"Tapi Ma," lirihnya seraya menangkupkan wajahnya.
"Sudah, tidak akan apa-apa," hiburnya lagi.
Tak lama kemudian, tiba-tiba saja Winara mengingau di tengah-tengah ketidak sadarannya. Dan itu seketika langsung mengundang perhatian semuanya, membuat mereka semua langsung mendekati Winara, terutama Wino dan Anara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama untuk Terakhir (End)
Teen Fiction[FiksiRemaja-Spiritual] "Dia hadir dalam genggaman kepiluanku."-Winara "Dialah permata indah yang harus dijaga."-Haidar Cerita yang berawal untuk diakhiri. Dan cerita pertama untuk terakhir. 11 Agustus-27 November 2021 ©Resa Hidayahtri