Eropa
Hari ke hari kini telah berlalu dan saat ini Gabriella tengah menikmati malamnya bersama secangkir kopi di balkon kamarnya.
"Malam yang indah untuk bercerita dengan bulan seperti ini," ujarnya terlihat sangat tenang, seraya sesekali menyeruput kopinya.
Tak lama kemudian, sebuah mobil berwarna putih memasuki perkarangan rumahnya dan Gabriella sudah menebak siapa itu. Dengan tidak pedulinya dia kembali menikmati malam yang terasa damai itu.
Namun, beberapa detik kemudian, semuanya berubah. Tiba-tiba saja Gabriella bangkit dari posisinya dan mendekatkan dirinya pada pembatas balkon, melihat apa yang tengah terjadi di bawah sana. Perdebatan?
Dari sini, Gabriella mampu mendengar dan melihat semuanya. Dua adik beda ibunya itu saat ini tengah menangis terisak di sisi daddynya. Dan daddynya yang saat ini tengah memarahi wanita yang sangat dibenci oleh Gabriella tersebut.
"Semua ini adalah kesalahan kamu Carlin. Andai saja kamu tidak melakukan hal bodoh itu, semua ini juga tidak akan terjadi!" bentak Faisal—daddy Gabriella.
"Hei, ini semua juga karena kamu lelaki tua! Saya juga tidak sudi bisa menikahimu sebenarnya! Jika bukan karena hartamu, saya juga tidak akan merayumu seperti itu. Apa tampannya kamu? Hahaha!" ejek wanita yang bernama Carlin tersebut.
Mendengar itu semua, seketika Gabriella mengeratkan pegangannya pada pagar pembatas balkonnya. Jujur, jika soal ayahnya, biasanya dia tidak akan sepeduli ini, namun saat ini lelaki yang sudah membesarkannya, walaupun bukan dengan kasih sayang, saat ini tengah direndahkan oleh perempuan tidak tahu diri bagi dirinya.
"Jaga ucapanmu Carlin!" bentak Faisal.
"Kamu tidak ada apa-apanya, Faisal. Dibandingkan lelaki itu, dia lebih tampan daripada kamu! Dan bahkan, melahirkan dua anak tidak berguna ini saja saya tidak sudi!"
Plak!
Satu tamparan cantik pun mulus begitu saja di pipinya Carlin. Faisal benar-benar tidak mampu lagi untuk menahan amarahnya saat ini.
"Pergi dari rumah saya!" bentaknya mengusir.
"Hahaha! Dengan tamparan ini saja kamu masih saja berpaling, dasar lelaki lemah!" ejeknya lagi, tanpa rasa malu sedikitpun.
"Pergi! Saya katakan, Pergi!" bentaknya Faisal kembali tanpa menatap wanita itu sedikitpun.
"Okay! Kamu tenang saja, Faisal. Tanpa kamu mengusir saya seperti ini, saya juga akan pergi sendiri. Karena tidak ada yang bisa dibanggakan lagi dari kamu yang sudah tua seperti ini. Dan dua bocah tak berguna ini. Huh, menjijikkan!" ucapnya terlihat begitu jijik dengan apa yang berada di hadapannya.
Faisal yang sudah tidak tahan lagi dengan istrinya itupun langsung saja membawa kedua anaknya ke dalam rumahnya itu.
"Hahaha! Kamu lelaki tidak berguna Faisal! Tidak berguna!" teriaknya di saat Faisal memasuki rumahnya itu.
Gabriella yang melihat daddy dan kedua adiknya yang tengah menangis itupun memasuki rumah mereka, dia langsung saja memasuki kamarnya dan menuruni anak tangga. Menghampiri daddy dan adiknya tersebut.
"Dad, what happen?" tanyanya.
"No problem," alibi Faisal.
"Em ... Okay."
"Take your little sister and little brother to your room, tonight let them sleep with you," ucap Faisal yang kali ini terlihat berbeda dengan aura yang tidak seperti biasanya.
Gabriella yang sudah tahu dengan situasi pun akhirnya menurut untuk kali ini. Bahkan, dengan lembutnya dia menghapus air mata kedua adiknya yang tengah menangis.
"Smart kids can't cry," hiburnya dengan senyuman lembut. Kedua bocah kecil itupun akhirnya menghentikan tangisan mereka dan beralih untuk memeluki Gabriella.
Dengan senang hatinya Gabriella pun membalas pelukan itu. Ini adalah kali pertamanya Gabriella mau memeluk mereka. Karena ini adalah situasi pertama di mana Gabriella tidak boleh egois untuk dirinya sendiri. Dia harus bisa bersikap dewasa saat ini.
"Come on, let's sleep in my room!" Dan akhirnya mereka bertiga pun beralih ke kamarnya Gabriella.
Lagi-lagi Gabriella begitu tulus untuk membuat kedua adiknya itu terlelap dari tidurnya. Saat itu juga, Gabriella menatap kedua adiknya dengan penuh rasa iba, bahkan sedikit ada rasa sesal akan mengapa selama ini dia tidak pernah mau menerima kehadiran kedua adiknya ini. Padahal, mereka adalah kedua bocah yang sangat imut, bahkan sangat lucu. Tapi, kenapa dia begitu tega untuk selalu membenci kedua adiknya hanya karena ibu mereka?
...
Waktu telah berlalu. Dan akhirnya tepat pada pukul empat pagi, tiba-tiba Faisal membangunkan Gabriella beserta kedua bocah yang tengah terlelap di sampingnya Gabriella.
"What is it, Dad?" tanyanya yang masih berusaha untuk membawa dirinya ke alam sadarnya.
"Kemasi semua barang-barang kalian sekarang juga, kita akan pindah ke Indonesia sekarang, juga!" ucapnya mulai menurunkan koper yang berada di atas lemarinya Gabriella.
"Why?"
"Don't ask too many questions, Gaby. We don't have much time," ucap Faisal yang mulai membuka lemari Gabriella.
"Em ... Okay-okay! But, i can alone!" ucapnya menghentikan pergerakan Faisal.
"Alright, hurry!" ucapnya mulai mengendongi kedua anaknya yang masih setengah sadar.
Dan Gabriella pun dengan cepat langsung saja mengemasi semua barang-barangnya. Dan membawanya turun ke lantai dasar. Lalu, menggeretnya menuju bagasi mobilnya Faisal, sesuai dengan perintah Faisal yang saat itu mendudukkan kedua anaknya di jok kedua mobil.
"Dad, where are we going?" tanya putri kecilnya yang bernama Srena.
"Srena just follow what Daddy says, kid."
Setelah itu, Faisal langsung saja menyuruh Gabriella yang baru saja selesai memasuki semua barang-barangnya ke bagasi mobilnya, memasuki mobilnya.
Dan Faisal langsung saja mengemudikan mobilnya menuju bandara, meninggalkan rumah megah itu tanpa berpenghuni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertama untuk Terakhir (End)
Teen Fiction[FiksiRemaja-Spiritual] "Dia hadir dalam genggaman kepiluanku."-Winara "Dialah permata indah yang harus dijaga."-Haidar Cerita yang berawal untuk diakhiri. Dan cerita pertama untuk terakhir. 11 Agustus-27 November 2021 ©Resa Hidayahtri