#Part-6#

49 9 0
                                    

Saat ini adalah jadwalnya istirahat. Maka dari itu, tak heran jika kantin saat ini begitu ramai oleh penghuni SMA ini. Dan sama halnya dengan para murid yang lainnya, saat ini Winara bersama dengan teman-temannya tengah asik menikmati makanan mereka masing-masing.

"Ra, lo kenapa?" tanya Zena yang merasa aneh dengan sikap Winara. Bukan apa, tapi Winara tidak biasanya terlihat murung seperti ini.

"Eh, em ... enggak pa-pa, kok. Oh iya, btw aku duluan ya, soalnya ada urusan sebentar."

"Loh, kan makanan kamu belum habis Ra, kok malah main pergi aja?" sambar Gita.

"Vioni ada ni, aku pergi dulu ya, Assalamu'alaikum!" Tanpa peduli akan tanggapan teman-temannya lagi, Winara langsung saja beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan kantin.

Keluar dari kantin itu, Winara langsung saja menuju kelasnya. Namun, di saat dia tak melihat siapapun di sini, akhirnya gadis itu kembali meninggalkan kelasnya itu dan menuju suatu tempat.

"Dari mana, lo?" tanya siswa itu dengan dinginnya.

"Sorry, tadi saya ke kantin dulu. Ayo, silahkan masuk!" Winara pun membuka pintu ruangan OSIS tersebut dan mendudukkan dirinya di salah satu bangku yang berada di dekat pintu ruangan itu. Dan sama halnya dengan Winara, Haidar mengikuti gadis itu masuk ke dalam ruangan tersebut dan mulai duduk berhadapan dengan Winara.

"Bisa dimulai?" tanya Winara dengan datarnya.

"Hm ...."

"Baiklah, sekarang sebutkan apa sanksi bagi siswa atau siswi yang datang terlambat!"

"Hormat di depan tiang bendera sampai jam pertama selesai. Atau membersihkan toilet," jawab Haidar dengan malasnya.

"Hukuman bagi siswa yang tidak patuh akan aturan sekolah?"

"Diberikan point minus, tergantung apa yang sudah dilakukan."

"Apa yang menjadi landasan di SMA ini?"

"Akhlak."

"Bagaimana cara kamu bersikap terhadap kedua orang tuamu dengan baik?" Seketika itu juga Haidar langsung menjadi tersentak dan menatap gadis yang tengah menatapnya itu dengan tajam.

"Apa maksud lo?" sentaknya seraya langsung berdiri dari duduknya.

"Maaf sebelumnya, saya bukan ikut campur akan urusan keluarga kamu. Tapi, saya cuma kasihan dengan orang tua kamu. Maaf, karena semalam saya lancang untuk menga-"

"What? Lo? Berani-beraninya lo, ya?" Tanpa sadar, Haidar hampir saja akan melayangkan tangannya ke arah Winara. Namun, untunglah sebelum tangannya benar-benar mengenai wajah gadis itu, sudah terlebih dahulu dia tahan.

"Argh!" teriaknya seraya menghempaskan tangannya.

Haidar benar-benar terlihat frustasi saat ini. Dengan begitu kasarnya, dia pun mengusap wajahnya yang sudah memerah. Lalu, kembali menatap Winara yang sedikit ketakutan dengan tajam.

"Siapa yang nelepon semalam?" tanyanya dengan membentak.

"I-ibumu," ucap Winara tergagap.

"Apa yang dia katakan?"

"Di-dia, Haidar, dengar dia itu Ibumu. Bagaimana pun dia memarahimu, dia pasti akan selalu khawatir dan takut kehilangan kamu, Haidar" jawab Winara mengalihkan. Namun, hal itu langsung membuat Haidar berdecak.

"Ck, lo gak tau kehidupan gue. Lo gak tau bagaimana menjadi anak di dalam keluarga gue. Bahkan, lo gak tau gimana rasanya selalu disalahkan akan setiap kesalahan mereka sendiri!" bentaknya. Lalu, dengan amarah yang membara, Haidar pun meninggalkan Winara seorang diri di dalam ruangan OSIS ini.

Pertama untuk Terakhir (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang