#7 - Redline

219 25 53
                                    

Song recommendation:

♬ Slander feat Dylan Matthew - Love is Gone

***

"Kalo suatu saat jadi punya gue, lo nggak bakal protes kan?"

Riana menghentak-hentakkan kakinya sepanjang jalan menuju halte terdekat. Hawa dalam tubuhnya memanas. Setiap orang yang berpapasan dengannya memandang Riana aneh.

"SEBAL!" teriaknya kencang. "DASAR COWOK ANEH!"

Ingatannya melayang ke beberapa waktu yang lalu saat Rimu dengan kesadaran penuh menghentikan kebiasaannya mengigit bibir.

"Harus banget ya gue ngomong tiga kali? Bibir lo bisa luka, tau nggak!"

Sekarang, di dalam bus Transjakarta tujuan Kuningan, beberapa kali ia mengetuk dahinya sendiri ke pintu bus di arah yang berlawanan. Orang-orang di sekitarnya pura-pura tidak melihat kegiatan yang dilakukan. Menurut mereka mungkin...  Riana sedikit stress.

"Bodoh! Bego! Kenapa sempet-sempetnya kaku sih di depan dia!" rutuknya pada diri sendiri. Riana mendesah pelan, menyadari tingkah lakunya juga aneh saat itu.

Ponsel dalam gengamannya bergetar. Dengan malas, ia mencoba melihat notifikasi yang membuatnya membulat sedetik kemudian. Darimana laki-laki menyebalkan itu tahu ID Line-nya? Ah, apakah dari asisten dosen Pak Budiman?

"Ketemu juga akhirnya. Susah banget sih buat dapetin ID lo!"

Kepalanya menggeleng. Tidak, ia sama sekali tidak boleh membalasnya. Biar saja Rimu merasa di abaikan untuk ke sekian kalinya olehnya. Riana memilih untuk menutup layar benda pipih itu dan berdiri tegak kembali, seolah-olah tidak ada yang terjadi beberapa saat lalu.

Lagi-lagi ponselnya bergetar. Dipejamkannya mata sejenak sebelum kembali membuka layar.

"Lo? Pesan gue di read doang?"

Sekali lagi, Riana menutup kembali layar ponselnya. Kepalanya menoleh sebentar keluar jendela. Lampu lalu lintas baru saja berwarna hijau, bus yang ditumpanginya berjalan menuju halte terdekat, Slipi Petamburan. Suasana siang ini cukup ramai, padahal cuaca cukup terik.

Untuk kesekian kalinya, ponselnya bergetar lagi dan lagi tanpa henti. Riana menarik napas pelan sebelum membaca rentetan pesan yang datang dari Rimu.

Satu.

"Astaga, lo nggak punya kekuatan buat bales pesan dari gue?"

Dua.

"Berani ya lo cuman baca pesan gue doang?"

Tiga.

"Bales pesan gue sekarang sebelom gue acak-acak keberadaan lo sekarang!"

Empat.

"RIANA! LO BISA BACA KAN, CEPET BALES!"

Oke, sepertinya Rimu emosi di ujung sana. 

Lima.

"GUE CARI KEBERADAAN LO SEKARANG! JANGAN LO PIKIR GUE MAIN-MAIN YA!"

Riana tertawa puas. Mana mungkin Rimu bisa menemukan keberadannya sekarang? Lagipula  yang mengetahui kegiatan Riana hanyalah Ryan dan Abel saja.

Enam.

"BENER-BENER YA! GUE UDAH SUSAH PAYAH CARI ID LO, GINI BALESANNYA? LO MASIH BUTUH NILAI KAN?"

Basi. Rimu mencoba mengancamnya dengan nilai? Wah, sepertinya di pertemuan kelas berikutnya Riana akan memberikan standing applause pada laki-laki itu. Riana menghela napas pelan, lalu memasukkan ponselnya ke tas karena sebentar lagi ia akan turun di halte Kuningan Barat, lalu transit ke Kuningan Timur. Padahal ponsel di dalam tasnya terus bergetar tanpa henti karena sebuah panggilan masuk.

- REDLINE - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang