Song recommendation:
♬ Kim Sejeong - Meet Again
***
Berita kemenangan hasil hitung cepat presiden baru negara ini di siarkan secara besar-besar di keesokan harinya. Tidak hanya satu, bahkan seluruh televisi menyiarkan secara langsung. Bahkan wartawan sudah memenuhi kediaman Pramudya sejak pagi.
Berbagai dukungan dari setiap elemen masyarakat nampak di gaungkan di tengah pusat kota. Semua bersorak, semua bergembira menyambut fase baru dan menanti kebijakan-kebijakan yang akan membawa negara ini menjadi negara adidaya.
Namun tidak bagi seorang Rimu Reon. Rasa sakit hatinya bercampur dengan dendam, karena Pramudya beserta dengan White Wolfgang berani menipunya. Mengembalikan akses warga negara pada mereka semua yang ada di sini? Omong kosong! Mereka semua akan menghabisi Red District dalam waktu dekat.
Rimu sedang tak berada di markas sekarang, tugas di distrik di serahkannya pada Alex, karena Rimu sangat mempercayai Alex lebih dari siapapun yang dirinya kenal selama ini. Rimu memilih untuk mencari jalan keluar dari masalah ini, tidak, ini bukan masalah. Ini adalah ancaman terbesar yang pernah di terimanya seumur hidup. Pramudya takkan semudah itu mendengarkan ucapannya. Dia pasti akan menghancurkan Rimu berkeping-keping.
Rimu baru saja memasuki sebuah toko minuman terkenal di seluruh dunia dan tengah mengantre untuk memesan. Manik elangnya menjelajah menu yang terpampang di depan matanya, sampai ketika dirinya menoleh, Rimu mendapati pemandangan yang menyakitkan batinnya lagi.
Maniknya nanar saat menatap kedua orang yang tengah asik berbincang di seberang sana. Tampak sekali mereka tak menyadari kedatangan Rimu, bahkankeadannya saat ini terbalut masker dan kacamata yang tentunya membuatnya sulit di kenali. Rimu tidak terlalu memperdulikan si laki-laki, pandangannya hanya tertuju pada gadis yang baru saja memukul pelan lengan lawan bicaranya. Rasa kesal segera menyerang tanpa diminta. Bukankah seharusnya Rimu yang ada disana?
Tidak.
Gadis itu harus aman dan lepas dari segala teror yang datang akibat dekat dengannya. Meskipun cara yang Rimu pilih adalah meninggalkan gadis itu dan mengabaikan tangisannya kala itu, namun sampai saat ini Rimu masih menyayangi dia. Perasannya masih sama, Rimu sangat membutuhkan kembali dunianya.
"Na, maafkan gue," lirihnya pelan, kemudian Rimu berbalik dengan langkah berat dan tidak jadi memesan.
Rimu keluar dari toko minuman dengan rasa cemburu yang membumbung tinggi ke udara. Maniknya sempat terpejam sebentar karena di terpa sengatan sinar matahari, lalu kembali terbuka dan melangkah menuju tempat lain.
***
"Ryan, ini beneran kita bolos gini nggak kenapa-napa?"
Si empunya nama melirik pada gadis di depannya yang sedang mengaduk-aduk matcha latte kesukaannya dengan sedotan. Lalu meminumnya sambil tak melepaskan pandangannya pada Ryan karena menanti jawabannya.
"Sesekali nggak masalah kan? Lagian biar kamu nggak stress kuliah terus," katanya riang. Sedangkan Riana baru saja memukul lengan kokoh Ryan yang tentunya tidak memberikan efek apapun. "Aduh, sakit ih." Ryan mengaduh, tapi sebenarnya dia berbohong.
Riana memajukan bibirnya barusan, mencibirnya karena sebal. Lalu kembali menyeruput minumannya tanpa memperhatikan lagi Ryan yang sedang gemas menatapnya, beruntung Ryan sedang tidak ingin menjawil pipi Riana sekarang.
Sejak hari itu, Ryan sama sekali tidak melihat laki-laki itu ada di sekitar Riana. Gadis ini juga tidak membicarakannya, maka Ryan mengambil keputusan lebih baik untuk tidak membahasnya. Ryan tak ingin hari-hari seperti ini menghilang lagi, cukup sudah baginya beberapa waktu mendiamkan Riana.
KAMU SEDANG MEMBACA
- REDLINE - [END]
Teen Fiction"Plagiat tolong mundur!" Bagi Riana si mahasiswi yang terpaksa mengulang satu mata kuliah, hidup itu sederhana. Bisa makan makanan kesukaan, tidur dengan nyenyak, mendengarkan musik sepanjang hari dan berkeliling kota menaiki KRL sampai stasiun pe...