Song recommendation:
♬ Stray Kids - Silent Cry
***
"Menurut Kotler dan Armstrong, pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial dimana individu atau kelompok mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan melalui penciptaan dan penukaran suatu produk dengan pihak lain yang saling membutuhkan."
Pak Budiman berdiri di depan podium, sembari menjelaskan poin-poin penting dalam mata kuliahnya, manajemen pemasaran. Sebelah tangannya menekan tombol hingga slide powerpointnya berganti ke halaman berikutnya.
"Jadi, berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu kegiatan yang bersangkut-paut dengan pemenuhan kebutuhan dan keinginan setiap orang dalam kehidupan sehari-harinya. Kegiatan pemasaran dilakukan dengan cara menciptakan dan menukarkan suatu produk dengan pihak lain, untuk mendapatkan barang atau jasa yang diinginkan agar terpenuhi kebutuhannya," jelasnya panjang lebar sambil menatap seluruh mahasiswanya di ruangan ini, C-129.
Seorang dari mahasiswa mengangkat tangannya. "Apakah barter termasuk, Pak?"
Pak Budiman tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Tentu, barter merupakan dasar dari pemasaran."
Si mahasiswa mengangguk paham, termasuk juga dengan Riana yang memilih duduk di depan sejak Pak Budiman memasuki kelas, meninggalkan laki-laki bernama Rimu itu setelah mencoba menyapanya dan berusaha agar Riana ingat dia, walaupun sebenarnya Riana ingat. Apakah semua menatap aneh? Tentu. Tapi Riana tidak peduli dan tak ingin terlibat dengan laki-laki itu.
"Jika tidak ada pertanyaan lagi, kita bertemu lagi minggu depan. Untuk tugas kelompok akan saya umumkan pada pertemuan berikutnya."
"Baik Pak," ucap seisi kelas dengan serempak.
Begitu Pak Budiman keluar, masing-masing dari mereka membereskan perlengkapan belajarnya, ada yang sudah rapi dan meninggalkan kelas bersama dengan teman-temannya karena sudah jam istirahat. Riana juga sudah akan beranjak sampai tangannya ditarik paksa oleh seseorang.
"Hei, apaan sih!" serunya dengan menyalak. Saat Riana menoleh, ternyata yang menahan tangannya adalah Rimu. Laki-laki ini menampakkan wajah datar tanpa ekspresi seperti tadi pagi. Matanya tajam menatap iris mata Riana. "Mau apa lagi?"
"Lo belom jawab pertanyaan kemarin."
Alisnya berkerut. "Saya nggak kenal sama anda ya. Jadi, lepas tangan saya!"
Semakin Riana berusaha melepaskan pergelangan tangannya, Rimu semakin kencang menggenggamnya. Sudut bibirnya mengernyit menahan tenaga besar yang dimiliki laki-laki ini. Tapi Riana tak gentar.
"Masih pura-pura lupa juga?" tanya Rimu penuh penekanan. Giginya bergemertuk menandakan rasa amarah dalam dirinya ingin keluar. "Setelah apa yang gue lakuin ke lo kemarin, ini balasannya?"
Lexa yang sedari tadi memperhatikan adegan ini menatap Alex penuh tanda tanya. Alex sendiri belum bisa menjawab karena gadis itu dan Rimu malah terlibat lagi dalam percakapan penuh emosi, seperti kemarin.
"Alex, jelasin ke gue sekarang dia siapa?" bisik Lexa penuh selidik sambil menujuk ke arah Riana.
Alex menggeleng pura-pura tidak tahu. Kakinya menghentak hingga Alex yang di sebelahnya bergidik. Lexa benci ada gadis lain yang memikat perhatian Rimu.
Riana melihat pemandangan tak menyenangkan lainnya disana. Laki-laki kemarin dan seorang gadis yang menatapnya jalang. Tak mempedulikan rasa sakit yang diciptakan Rimu di pergelangan tangannya, Riana mendongak, melihat Rimu tak kalah tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
- REDLINE - [END]
Teen Fiction"Plagiat tolong mundur!" Bagi Riana si mahasiswi yang terpaksa mengulang satu mata kuliah, hidup itu sederhana. Bisa makan makanan kesukaan, tidur dengan nyenyak, mendengarkan musik sepanjang hari dan berkeliling kota menaiki KRL sampai stasiun pe...