Song recommendation:
♬Generations from Exile Tribe - Rainy Room
***
Kau yang datang kepadaku, seperti demam dan memanaskan tubuh serta hatiku. Aku tidak takut akan kehadiranmu. Meskipun duniaku hancur, aku tetap menginginkanmu. Bahkan jika aku terjatuh dan menjadi gila karena mencintaimu, aku takkan menyesal. Aku mencintaimu, wahai engkau badai yang membuatku berantakan.
***
Sungguh hari yang buruk. Riana duduk di tepi kasurnya setelah tiba di kost sekitar tiga puluh menit yang lalu. Tidak ada aktifitas yang dilakukan, dirinya hanya duduk diam tanpa ekspresi. Setelah melihat Rimu dan Lexa yang saling memangut mesra di depannya, pikirannya berubah kacau. Bagaimana bisa ini terjadi?
Kepalanya mulai terkulai, Riana benci tidak mengetahui hal-hal yang tersembunyi di belakangnya. Setengah hari sudah di lewatinya dengan menguras emosi, bahkan untuk penutupnya juga sama saja. Tidak ada sedikit celah sedikit saja untuknya agar bisa tertawa ataupun tersenyum.
Kakinya melemas sekarang, menyebabkan tubuhnya meringsut di atas lantai yang dingin. Air mata yang sejak tadi di tahannya tiba-tiba mengalir deras tanpa di minta. Di peluknya lututnya yang kelelahan dengan kedua tangan yang terbalut perban. Masih jelas sekali betapa Riana memandang ngeri Lucas saat menyanderanya, ,lalu melihat Rimu di ruangan aneh di markas Redline, dan Rimu yang bersikap aneh di depannya. Riana lelah, tubuhnya tidak sanggup menerima ini semua.
Ponsel yang tergeletak di atas ranjang berbunyi nyaring, hingga mampu menghentikan air matanya. Dengan sebelah tangan, di raihnya benda pipih itu dan maniknya tersedu-sedu melihat nama yang tertera di layar.
Ryan.
Nama yang jarang sekali di dengarnya beberapa hari belakangan ini. Jarinya yang lain menyapu layarnya hingga suara laki-laki itu terdengar merdu di telinganya.
"Ha-halo," katanya dengan suara terisak dan tertahan. Yang menjadi lawan bicaranya terdengar terkejut dan khawatir.
"Riana? Kamu kenapa?"
Riana terdiam, meskipun isakannya jelas pasti terdengar ke Ryan. Sebelah tangannya yang bebas menutup mulutnya dengan tangan. Riana jelas tidak sanggup lagi dan hanya ingin menangis saja.
"Oke, sepuluh menit lagi aku sampai kost. Tenang ya."
Dan sambungan telepon terputus seiring dengan benda pipih itu terlepas dari tangannya dan terjatuh ke lantai. Riana kembali menangis kencang, dan memeluk lututnya. Apakah bisa untuk mereset waktu?
***
Rimu tidak kembali.
Alex hanya memandang ruangan milik Rimu di markas yang dalam keadaan kosong. Bahkan beberapa saat lalu dia menghubungi seseorang di apartment, sosok ketuanya itu juga tidak nampak. Sejak percakapan tadi, Rimu sama sekali tak menghubunginya. Sedangkan Lexa kembali ke markas dengan wajah puas setelah melihat wajah cemburu Riana. Alex menduga, Rimu memanfaatkan Lexa untuk mengusir Riana dalam hidupnya.
Sebelah tangan Alex mengusap wajahnya. Lelah, perasaannya juga tidak tenang. Rimu menghilang bukan berarti pertanda yang baik. Dia bisa saja melakukan apapun yang menurutnya benar. Alex memejamkan matanya sejenak sebelum sebelah tangannya menyambar kunci mobilnya yang tergelak di ruangannya lalu turun ke bawah menuju mobilnya.
Rimu harus di temukan.
***
Erangan kesakitan dari bibirnya terdengar kencang saat maniknya kembali terbuka setelah sebelumnya terjebak di alam fana. Rasa sakit di perutnya menghujam sampai membuatnya terbangun. Setelah membanting sebotol Johnnie Walker semalam setelah kepergian Riana, Rimu membawa pajeronya keluar dari Red District, jauh sekali sampai dirinya tak sadar ada di tepi pantai yang tidak di kenalinya. Dirinya cukup yakin jika alkohol sudah mengambil alih pikirannya, tapi nampaknya tidak juga setelah melihat dimana dia berada sekarang. Maniknya elangnya menyipit saat meneliti area ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
- REDLINE - [END]
Novela Juvenil"Plagiat tolong mundur!" Bagi Riana si mahasiswi yang terpaksa mengulang satu mata kuliah, hidup itu sederhana. Bisa makan makanan kesukaan, tidur dengan nyenyak, mendengarkan musik sepanjang hari dan berkeliling kota menaiki KRL sampai stasiun pe...