#25 - Inseparable

107 7 0
                                    

Song recommendation:

♬ Heize - On Rainy Days (2021)

***

Kakinya berhenti melangkah di depan sebuah restoran buffet yang cukup terkenal di Jakarta. Tak ada yang berubah dengan dekorasinya hanya suasananya agak sedikit ramai, berbeda saat dirinya datang kemari bersama laki-laki itu. Tanpa sadar, matanya nanar menatap ke sekeliling restoran, memperhatikan setiap  detail sudutnya dan berhenti pada salah satu meja yang sekarang di isi oleh satu keluarga bahagia. Mereka nampak tersenyum satu sama lain sambil membakar daging dan memakannya sedikit demi sedikit. Dirinya tidak sadar hingga seorang pelayan wanita menghampirinya dengan senyum mengembang.

"Selamat datang, Kak, " sapa si pelayan padanya." untuk berapa orang? "

Tapi Riana tak mendengarkan satu patah kata dari si pelayan sampai Sandra setengah berlari menghampiri ke arahnya karena menyadari bahwa dirinya menghilang dan tak berada di sisi Sandra sejak tadi.

"Maaf, mbak. Nggak," kata Sandra cepat. Si pelayan mengangguk sambil menatap heran kepada Riana dan berlalu dari hadapan keduanya. Lalu beralih pada dirinya. "Na, lo liat apa sih?"

Seakan tersadar, Riana menoleh lemah dan menggeleng pelan. Tapi bukan Sandra jika tidak dapat mengetahui isi hatinya.

"Lo mikirin dia lagi kan?"

Sandra tahu betul siapa yang selalu ada di dalam hati dan pikiran Riana sampai pada hari ini. Selalu dia. Sudah berulang kali Sandra mengatakannya pada teman baiknya ini untuk melupakan laki-laki sialan itu. Padahal, Riana sempat mengatakan padanya jika sebelum keluar dari kelas, dia sudah mengucapkan selamat tinggal pada laki-laki itu dalam hati. Tapi kelihatannya ucapan serta tindak tanduknya tidak se irama. Sandra cukup pusing di buatnya. Apa yang di tinggalkan laki-laki itu di hati Riana tidak mudah untuk segera di lepaskan.

"Gue sadar pas lo berhenti disini. Kalian berdua pernah kesini kan? Waktu itu lo sempet cerita ke gue. Dia ninggalin lo pas habis dari sini dan gue inget, Na."

Riana mengigit bibir bawahnya, merasa seluruh pikirannya dapat terbaca oleh Sandra.

"Kenapa diem? Gue bener kan. Sekarang gue tanya kenapa lo masih mikirin dia? Dia yang ninggalin lo, Na. Seharusnya lo move on. Masih ada Ryan. Bukannya lo bilang tadi kalo mau lupain dia? Kenapa sekarang malah begini?"

"Tapi gue nggak bisa, San!" katanya setengah berteriak, sampai beberapa orang yang ada disekitar mereka turut memperhatikan. Sandra menundukkan kepalanya sedikit, mengisyaratkan permintaan maaf. "Sulit ternyata buat buang jauh-jauh pikiran tentang dia. Gue merindukannya, San. Sangat."

"Lo, itu bener-bener ya, Ri."

Sebelah tangannya yang menggenggam erat benda pipih di tangannya sejak tadi terangkat, tanpa sadar Riana menekan ikon panggilan dan menekan angka satu. Kemudian Riana menempelkan benda itu ke telinga. Matanya terpejam, berharap ada keajaiban yang menghampirinya. Jauh di dalam lubuk hatinya, Riana masih sangat mencintai laki-laki itu, meskipun dia telah meninggalkannya tanpa alasan jelas, jawaban yang di berikannya waktu itu pastilah suatu kebohongan. Riana yakin ada sesuatu yang membuat dia memilih pergi.

Sedetik kemudian maniknya melebar kaget. Kali ini bukan suara mesin penjawab yang biasa Riana dengar, melainkan nada sambung. Hatinya berteriak. "Angkat, kumohon angkat. Gue tau lo pasti denger panggilan dari gue. Please, gue mohon, Rim,"

"Oh!"

Riana melihat pada Sandra yang terkejut sambil menutup mulutnya. Penasaran, Riana membalikkan tubuh, mengikuti kemana pandangan Sandra tertuju dan mendapati seseorang tengah berjalan ke arah mereka sambil menempelkan benda pipih di telinganya.

- REDLINE - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang