|PERKARA HOODIE|

14K 1.3K 9
                                    

"Deek, bangun, sarapan dulu."

"Haaam." Alea meracau tak karuan ketika Liam membangunkannya pagi-pagi buta begini.

Ya, meskipun pada kenyataannya sekarang sudah jam tujuh lewat, tetap saja bagi Alea yang notabenenya pemuja hari libur, sekarang masih pagi buta.

"Dek, disuruh bangun malah tambah nyenyak tidurnya."  Liam gemas sendiri melihat kelakuan adik iparnya ini, bukannya langsung bangun malah tambah bergelung menikmati tidurnya, pakai acara peluk-pelukan dengan Devan lagi.

Baru tadi malam mereka berdua adu mulut karena Alea yang kekeuh tetap ingin menumpang tidur di kamar ini, sementara Devan tak terima waktunya dan Liam selalu diganggu oleh sang adik, eh, sekarang malah berlagak seolah adik kakak yang paling romantis sedunia.

"Bangun!" Liam menarik paksa Alea dari pelukan Devan.

Alea terduduk dengan mata yang masih terpejam, "hmm, iya-iya, ini udah bangun," ucapnya dengan suara serak.

"Yaudah, kakak tunggu di meja makan ya," pinta Liam seraya berlalu meninggalkan kamar.

Sepeninggalan Liam, Alea sedikit membuka matanya, mencoba melawan kantuk yang masih menyerang, dengan sedikit terhuyung ia turun dari ranjang.

Wajahnya seketika pias melihat Devan yang masih bergelung di selimut tebalnya, "Bisa-bisanya Bang Devan nggak dibangunin, gue malah dipaksa bangun," gerutunya.

Alea sedikit menendang kaki Devan sebelum ngacir ke dapur lantai bawah.

Ia mencuci wajahnya di wastafel dan langsung duduk manis di meja makan.

Liam yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Alea melihatnya dengan tatapan heran, "nggak sikat gigi dulu gitu? Atau sisir rambut kek," tanyanya.

"Enggak dong, mageer," jawab Alea dengan suara cemprengnya, sementara tangannya saat ini sibuk mencomot sup ayam di dalam mangkuk.

Liam benar-benar mengelus dada jadinya, ingin sekali ia melemparkan sendok tepat ke wajah Alea, tapi yang ada nanti Devan marah padanya. Meskipun Devan sering cekcok dengan Alea, tetap saja ia akan sangat tak terima jika ada yang menyakiti adik bungsunya itu.

"Morning by..."

"Pagi."

'Uhuk!' Seketika Alea tersedak tulang ayam, matanya terbelalak kaget, bisa-bisanya pagi-pagi buta begini ia disuguhkan pemandangan yang tak manusiawi baginya.

Devan dan Liam saling memanggut bibir, di depan mata kepalanya sendiri!

"Heh, mata." Belum sadar Alea dari keterkagetannya, tiba-tiba saja sebuah tangan besar menghalangi penglihatannya.

Alea sedikit mendongakkan kepalanya untuk memastikan siapa pelakunya, "Vaskaa," rengeknya, jujur saja Alea itu tipe orang yang mudah shock melihat hal-hal yang menurutnya tabu, dan pagi ini ia disuguhkan pemandangan seperti itu, tentu saja ia merengek berharap Alvaska menghentikan aksi kakaknya dan kekasihnya itu.

Alvaska memutar bola matanya, ia sedikit mensiku perut Devan, mengisyaratkan untuk berhenti. Devan yang baru menyadari ada adik bungsunya disitu pun buru-buru menghentikan aksinya.

"Hehehe, makan dek," selorohnya dengan raut wajah yang merasa bersalah.

Alea melanjutkan menyantap makanannya dengan sedikit canggung, begitupun dengan yang lainnya.

Saat ini di meja makan hanya ada Alea dengan kedua kakaknya beserta Liam. Alaska kemaren izin kepada Devan untuk pergi muncak dengan teman-temannya, sementara Vino sejak jam enam pagi tadi sudah berangkat ke kampus, mahasiswa semester akhir itu sedang sibuk-sibuknya mengurusi skripsi.

"Bang, Lea ke rumah Kak Rora dulu ya," pamit Alea begitu menghabiskan sarapannya.

Ketiga lelaki di meja makan itu sontak menatap Alea bingung.

"Mau ngapain?" Tanya Alvaska lebih dulu.

"Mau balikin hoodie Angkasa," jawab Alea jujur.

Devan mengernyitkan keningnya bingung, "Angkasa adeknya Rora? Kok bisa hoodie nya di kamu?"

"Ya waktu itu kan..." Alea mengatupkan mulutnya, ia baru sadar jika barusaja secara tak langsung ia sudah menggali lubangnya sendiri, mana mungkin ia bercerita soal kejadian malam lusa.

"Kenapa?" Tanya Liam dan Devan hampir berbarengan, sementara Alvaska saat ini menatap Alea tak suka, pikirannya kembali terkonek ke kejadian malam itu.

"Hamm, itu... Hujan, yaa, hujan. Kan kemaren Alea pergi sekolah bareng Angkasa, pulangnya juga, eh pas pulang kehujanan, yaudah, dipinjamin hoodie sama dia," kelit Alea, ia benar-benar sangat gugup, terlebih lagi Alvaska terus melontarkan tatapan tak bersahabatnya.

"Loh? Kemaren kakak di cafe dari jam sembilan sampai sore nggak hujan tuh, lagipun kan Angkasa biasanya naik mobil, kok bisa kehujanan?" Tanya Liam bingung, ia kembali mencoba mengingat-ingat hari kemarin, mana tau kalau ia melupakan jika kemaren memang hujan.

Alea sudah kelimpungan sendiri, bisa-bisanya ia lupa jika kekasih kakaknya itu punya cafe yang tak begitu jauh dari sekolahnya.

"Haam, itu loh, maksud Alea kesiram minuman, ho'oh, kesiram minuman."

"Loh, tadi katanya hujan." Devan mengernyitkan dahinya semakin bingung, yang benar yang mana?

Alea lagi-lagi kelimpungan, otaknya berusaha mencari alasan yang lain.

Sementara Alea berpikir keras, Alvaska pergi begitu saja dari meja makan, tampaknya ia sangat kesal melihat adik perempuan satu-satunya yang dulu tampak begitu polos sekarang sudah berani berbohong ke kakak-kakaknya.

"Aiih, iya karena hujaan, keguyur gitu!" Teriak Alea frustasi, ia bahkan tak menyadari jika Alvaska sudah tak ada lagi di sampingnya.

"Hah?" Devan dan Liam saling memandang, otak mereka loading seketika, Alea ini kenapa?

"Nggak kesiram minuman dek?" Tanya Liam.

"Aghh, terserah lah, pokoknya basah."

Alea cepat-cepat pergi dari dapur, ia masuk ke dalam kamar Devan dan Liam lagi guna mengambil hoodie Angkasa yang sudah kering.

Alea sedikit menyisir rambutnya sebelum akhirnya ngacir ke rumah Angkasa yang tepat berada di samping rumahnya, meninggalkan Devan dan Liam yang saat ini menatap kepergiannya dengan tatapan curiga.

Tampaknya sebentar lagi mereka akan cosplay menjadi detektif Conan.

°°°°°°

Bagian 5: |PERKARA HOODIE| END✓

Minggu, 22 Agustus 2021

Living with Brothers  [TAMAT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang