Why di chapter sebelumnya banyak yang bilang kapal Lea-Angkasa karam? Mereka kan resmi pacaran, kapalnya berlayar dong ༎ຶ‿༎ຶ
Btw, aku nggak kebiasa bikin dialog pakai aku kamu, maaf kalau dialog di sini bahasanya terkesan rancu
Happy reading~
°°°
"Limabelas menit, nggak lebih."
Alvaska menatap pria di hadapan mamanya dengan pandangan mengintimidasi. Pria itu, setelah membuat kekacauan, ia malah dengan tak tau malunya meminta berbicara empat mata dengan mamanya.
Jika bukan karena Nayra sendiri yang berkata juga ingin berbicara empat mata, tak akan sudi ia meninggalkankan mamanya berdua dengan pria brengsek itu.
"Ma, Vaska sama yang lain nunggu di luar, kalau dia berani macam-macam teriak aja. Pintunya Vaska biarin kebuka," ucap Alvaska dengan begitu lembut. Ia lalu melangkah pergi setelah sebelumnya menyempatkan diri melayangkan tatapan mengancam pada Papi Gul. Oh, atau sekarang kita lebih tepat memanggil Galang.
Suasana kamar seketika hening saat eksistensi Alvaska tak lagi terlihat.
Galang menatap lamat pada Nayra. Masih sama dengan Nayra yang ia kenal puluhan tahun yang lalu, terlihat rapuh, namun selalu berusaha menutupi semua itu.
"Nayra, apa kabar?"
Mata Nayra memicing tak suka. "To the point aja, kamu mau bicarain apa?" tukasnya.
Galang mengusap tengkuknya canggung, ia tak tau bagaimana mengawali pembicaraan ini. Hubungan mereka sudah sangat lama berakhir, tapi entah mengapa Galang merasa masih ada hal yang harus diselesaikan.
"Anak kita ... kembar?"
"Anak kita?" Nayra tersenyum miring, ia sangat tak suka anaknya diklaim begitu saja.
Galang kian dilingkupi perasaan tak enak. "Kita udah bicarain ini sebelumnya Nayra, waktu itu kamu bilang mau gugurin."
"Aku nggak pernah mau ngegugurin mereka. Aku bilang gitu karena aku sadar diri, aku nggak mau nuntut lebih. Kehadiran anak di tengah kita pasti cuma bakal ngebebanin kamu. Setelah aku ngalah, hasilnya apa? Kamu malah pergi."
"Nayra..." Galang mengacak rambutnya dengan frustasi. "Aku nggak maksud gitu. Tapi aku, aku nggak mau hubungan kita waktu itu tambah jauh lagi. Kamu sendiri tau gimana nggak benarnya hubungan kita. Aku punya istri, aku punya anak. Waktu itu mungkin yang tekorbankan cuma anak kita, tapi kalau kita ngelanjutin semua itu, berapa banyak lagi hal yang harus dikorbanin?"
Nayra mendongak pongah. "Tapi aku nggak gugurin anak aku. Nggak ada siapapun yang dikorbanin. Dan aku, nggak bakal pernah ngebebanin mereka ke kamu. Soo, semuanya udah selesai."
"Nayraa, jangan bikin aku ngerasa bersalah." Galang menatap Nayra dengan penuh keputusan asaan. "Waktu itu aku ninggalin kamu tanpa beban pikiran karena kamu milih buat gugurin anak kita. Nggak ada alasan kuat buat aku bertahan, aku pengen memperbaiki semuanya. Kalau aja waktu itu kamu bilang mau mempertahankan mereka, mungkin aku nggak bakal pergi, kita bisa besarin mereka sama-sama."
"Dengan status aku yang masih jadi simpenan? Emangnya kamu mau nikahin aku?"
"Tapi dari awal kita dekat kamu bilang nggak perlu status."
"Terus anak aku? Gimana nasib mereka?!" Nayra berseru keras. "Kamu nggak pernah sepenuhnya ada buat aku. Sebenarnya mau kamu pergi atau enggak pun nggak ada bedanya buat aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Living with Brothers [TAMAT]✓
Ficção Adolescente"Loh, ntar-ntar, mama nitipin gue ke abang-abang biar gue bisa dididik sama mereka? Kelakuan mereka kan lebih laknat dari gue." ..... Dituntut agar bisa ini itu saja sudah cukup membuat Alea kesal. Sekarang mamanya berulah lagi dengan menitipkan Ale...