|NGUNGSI (LAGI)|

6.6K 699 12
                                    

Happy reading gaeess....

°°°

Siang berlalu dengan damai, matahari yang tadinya bersinar dengan garang akhirnya terlelap jua. Bulan mengambil shift. Suara-suara makhluk nokturnal terdengar saling bersautan, seolah tak ingin kalah satu sama lain. Sungguh damai, dan pastinya akan lebih damai jika saja pria berambut dark brown yang tengah berguling-guling di sofa rumah tersebut menghentikan protesan rusuhnya itu.

"Lo sih, pakai acara minta nginap, budeg telinga gue dengerin abang-abang lo nelpon terus, mana semuanya nyerocos panjang lebar."

Alea memutar bola matanya, ia merasa jengah, entah sudah berapa kali pria yang sayangnya temannya itu menggerutui hal yang sama secara terus-menerus.

"Lo jangan nyalahin gue lah, Papi Gul yang minta gue nginap di sini," decak Alea sepenuhnya tak terima disalahkan.

Sungguh, Alea memang tidak merasa bersalah sama sekali dengan perihal Angkasa yang mendapat telpon berkali-kali dari kakak-kakaknya. Sebelum ini, respon keempat kakaknya itu sebenarnya terkesan  biasa saja saat ia berdekatan dengan lelaki, hanya Devan yang agak sedikit sensi, itu pun tak terlalu kentara. Namun, entah mengapa hal itu tak lagi berlaku saat ia dekat dengan Angkasa. Untuk Alvaska mungkin Alea bisa memaklumi, tapi untuk Alaska? Entahlah.  Vino pun sekarang sudah mulai mewanti-wanti, Alea yakin saat di rumah sakit tadi Angkasa menyinggung hal yang tidak-tidak sehingga membuat para kakaknya langsung memberikan sinyal siaga satu.

"Baru ditelpon beberapa kali udah ngedumel-dumel, cemen kamu dek," celetuk Aurora tiba-tiba.

"Tau tuh, mending Lea sama Abang, lebih macho." Lintang ikut mengimbuhi dengan niat memanas-manasi sang Adik.

"Udah dibilangin jangan jadi pedofil, ngeyel lo!" geram Angkasa. Untunglah saat ini Angkasa sedang tak bergairah meribut, sehingganya ia hanya menimpuk Lintang dengan kulit kacang. Coba saja gairah meributnya sedang tinggi, granat pun bisa melayang.

Lintang menyeringai tipis, ditatapnya Angkasa dan Alea secara bergantian. "Haam, bolehlah."

"Apanya yang boleh?!" sentak Angkasa setengah kesal.

"Berisik kalian! Nggak liat apa Alea nya risih, kalau mau gelut sekalian aja ambil piso, kalau mati syukur, tak cincang-cincang trus dijadiin soup," sembur Aurora yang sukses membuat Lintang dan Angkasa bergidik ngeri hingga diam seketika.

Alea sendiri hanya menyaksikan drama basic persaudaraan itu seraya menyantap santai kacang rebus. Saat awal Devan putus dengan Liam dulu, ia sudah pernah menginap hampir 1 minggu di sini, jadi ia sudah khatam dengan pemandangan mereka yang tiada hari tanpa gelut. Lagipula Alea juga punya 4 ekor spesies yang berlabel 'saudara' itu di rumah.

"Anu, Bang." Setelah lima menit berlalu dengan keheningan, akhirnya Angkasa memecah keheningan. "Persoalan Bunda sama Papi yang gue bicarain kemarin, menurut lo gimana?"

"Hussh, ngapain ngomongin itu di sini?" Aurora menepuk bahu Angkasa, dengan lirikan mata ia mengodekan keberadaan Alea, takut-takut Angkasa benar-benar melupakan keberadaan orang lain di rumah mereka dan tetap melanjutkan pembicaraan yang lumayan privasi ini.

Angkasa melirik Alea sejenak, hanya sejenak, lalu ia mengedik tak peduli. "Nggak papa kali, Kak. Alea udah agak tau permasalahannya, dikit," ujarnya santai.

Lintang ikut mengangguki perkataan Angkasa tersebut sebelum akhirnya kembali menyeringai. "Hu'um, lagian bentar lagi Alea kan bakal jadi anggota keluarga kita."

Living with Brothers  [TAMAT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang