Di bagian 'SIBLINGS' aku ngasih target 70 vote kan? Nah, berhubung udah terpenuhi jadi aku update lagi.
Happy reading
°°°
"Devan, habis ini ada kelas nggak? Kita makan siang bareng ya."
Devan menatap kikuk pada perempuan di depannya. Daisy namanya, perempuan yang telah menjadi sahabatnya dari bangku SMA. Hubungan pertemanannya dengan Daisy selama ini baik-baik saja sebelum beberapa hari yang lalu Vino mengatakan sesuatu yang membuat hatinya gusar seketika.
"Sepengalaman temen-temen tongkrongan gue nih ya, Bang. Cewek sama cowok kalau dah sahabatan pasti salah satunya ada yang nyimpan rasa. Apalagi yang modelan Kak Daisy, udah fix sih dia suka sama lo, cinta malahan."
Perasaannya tak enak, jika ditinjau ke belakang, selama mereka bersahabat Daisy memang sangat perhatian. Tapi sepertinya Devan salah mengartikan perhatian itu.
Di tengah kegundahan itu, ponselnya tiba-tiba saja berdering, menyelamatkan ia dari tatapan Daisy yang memohon.
"Bentar ya, Vino nelpon," ucapnya seraya menunjukkan layar ponsel yang menunjukkan nama Vino.
Daisy mengangguk lesu. Devan yang orangnya memang tak tegaan sedikit mengusap rambut Daisy sebelum berlalu mengangkat telpon.
"Ha-"
"Bang, tolongin gue Bang!" Baru juga diangkat, suara panik Vino sudah menyambut pendengarannya.
"Bikin ulah apa lagi lo?" tanya Devan dengan mimik jengah. Adiknya satu itu memang benar-benar, padahal ia sudah menduduki kelas akhir, tapi masih saja berulah, tak lucu jika ia di DO di saat 6 bulan lagi akan lulus.
"Gue nggak sengaja nonjok adek kelas, Bang. Idungnya patah," adu Vino dengan suara tercekat.
"Gila lo! Anak orang lo apain?!" Devan berseru keras, untunglah ia berada di perkarangan taman kampus yang sedang sepi.
"Baang, tolongin gue. Pihak sekolah mau nelfon mama, ntar kalau uang jajan gue dipotong mama gimana dong?"
"Nyawa anak orang tu pikirin, bukan malah uang jajan," gerutu Devan.
"Aelah bang, yang patah hidungnya kali, bukan jantungnya."
"Serah. Tunggu di sana, ntar gue nyusul."
Devan memutuskan sambungan dan kembali mengantongi ponsel tersebut. Cepat-cepat ia melangkah kembali ke tempat ia meninggalkan Daisy tadi, ia yakin Daisy masih menunggunya di sana.
"Daisy."
Wanita berambut ikal itu langsung berdiri kala Devan berlari kecil ke arahnya.
"Daisy, maaf ya. Hari ini nggak bisa, Vino buat ulah lagi di sekolahnya," tutur Devan penuh penyesalan.
"Oh, oke." Daisy mengangguk dengan pandangan menyendu.
Devan benar-benar tak tega melihatnya, tak bisa dipungkiri lagi hatinya akan sangat gelisah saat melihat perempuan berwajah murung seperti itu.
"Daisy, maaf ya, jangan sedih. Akhir minggu ini kita jalan bareng deh, janji," ujar Devan dengan senyum pasti.
Kepala Daisy mendongak, menatap tepat ke manik abu milik Devan. "Oke, aku tagih hari Minggu," ujarnya dengan pandangan penuh puja.
Senyum Devan merekah, dikecupnya pipi Daisy sekilas sebelum melangkah ringan menuju parkiran kampus. Di dalam hati ia berharap Daisy tak akan pernah menginginkan hal lebih akan hubungan mereka. Bukannya ia tak ingin membuka sedikit hatinya, ia hanya merasa dirinya belum pantas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Living with Brothers [TAMAT]✓
Fiksi Remaja"Loh, ntar-ntar, mama nitipin gue ke abang-abang biar gue bisa dididik sama mereka? Kelakuan mereka kan lebih laknat dari gue." ..... Dituntut agar bisa ini itu saja sudah cukup membuat Alea kesal. Sekarang mamanya berulah lagi dengan menitipkan Ale...