"Lari woy, larii!"
"Waaah!"
Alea mengerahkan kemampuan berlarinya sekuat tenaga, bagaimana tidak, si pemilik pohon mangga alias Pak Jamal sedang mengejar mereka sambil menenteng golok.
Baru beberapa menit yang lalu dengkul Alea lemas ketika mendengar cerita Raka yang mengatakan jika Pak Jamal itu sedikit rada. Eh, sekarang dengkulnya malah dipaksa bekerja keras karena dikejar sang empunya.
"Lea, cepetan manjat!" seru Alaska, begini-begini juga ia sayang ke Alea, mana mungkin ia tega melihat Alea dibacok, siapa yang akan menjadi babunya nanti?
"Woy! Tungguin! Tolongin gue bawa mangganya anjir!" Dari kejauhan Angkasa tampak berlari tunggang langgang sambil memeluk mangga-mangga yang sempat dipetik tadi, wajahnya sudah pusat pasi. Pak Jamal sudah sangat dekat dengannya!
"Lea! Cepetan!" pinta Alaska.
Alea yang sejenak sempat teralihkan perhatiannya oleh Angkasa langsung tersadar, dengan bersusah payah ia memanjat pagar yang menjadi pembatas antara sekolah dengan lahan kosong di belakang sekolah.
Setelah Alea berhasil memanjat, Alaska ikut menyusul dan membantu Alea turun dari atas pagar tersebut, bergabung dengan Alvaska serta Raka yang sedari tadi sudah berhasil berpindah ke sebalik pagar.
Tak lama, Angkasa ikut melompat dari pagar, dadanya naik turun tak karuan.
"Gilaahhh... nyaris mati gue," keluhnya.
"Nggakpapa, yang penting mangganya dapet," cengir Raka.
"Yaa, kalian mah enak lari tanpa beban, lah gue? Kudu bawa beban," protes Angkasa.
"Heleh, mangga delapan biji doang lo keluhin," ejek Alaska.
"Nih, lo yang bawa semuanya, kan delapan biji doang." Angkasa menyodorkan semua mangga itu sekaligus ke Alaska, Alaska yang tak siap membuat mangga tersebut berserakan ke tanah, untung saja tak ada yang pecah.
"Beresin, gue pergi dulu, byee." Alaska berlari begitu saja.
Alea yang tak ingin disuruh-suruh ikut berlari, tak lupa Raka yang juga mengekorinya.
Sekarang tinggal lah Angkasa berdua dengan Alvaska di area belakang sekolah tersebut.
"Bantuin," ucap Angkasa.
Alvaska tak menyahut, ia justru menatap Angkasa dengan tatapan aneh.
"Woy! Bantuin!" seru Angkasa kesal.
Tapi Alvaska tetap tak bergeming, Angkasa pun berdecak kesal, dengan dongkol ia mengutip satu persatu mangga tersebut.
"Angkasa..."
"Huh?" Angkasa mendongakkan kepalanya begitu mendengar panggilan Alvaska.
"Gue mau ngomong."
•••••
"Yuhuuu! Rujak rujak!" Alea berseru senang begitu Alaska datang menghidangkan rujak.
"Soal makan aja, cepat lo, disuruh ngulek nggak mau," sinis Alaska.
"Hehe, Alaska kan jago ngulek," cengir Alea yang membuat Alaska mendengus.
"Njir, asemnya kebangetan," keluh Nino.
"Nggak usah banyak bacot lo, ngambilnya antara hidup dan mati anjir, langsung keinget Tuhan gue. Ya kan Sa?" Alaska menyenggol lengan Angkasa, tapi Angkasa hanya melirik malas, tak merespon sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Living with Brothers [TAMAT]✓
Teen Fiction"Loh, ntar-ntar, mama nitipin gue ke abang-abang biar gue bisa dididik sama mereka? Kelakuan mereka kan lebih laknat dari gue." ..... Dituntut agar bisa ini itu saja sudah cukup membuat Alea kesal. Sekarang mamanya berulah lagi dengan menitipkan Ale...