°°°
"Astagaa, gue tau lo paling nggak mudeng sama MTK, tapi nggak gini juga kali. Ini materi perkalian matriks loh Leaa. Baris satu kolom satu yang di kiri lo kaliin ke baris satu kolom satu yang di kanan, trus, baris baris satu kolom dua yang di kiri lo kaliin sama baris dua kolom satu yang di kanan. Hasilnya lo tambahin. Lanjut ke baris dua. Sesimpel itu. Ujian kelulusan cuman tinggal ngitung minggu, masa gini doang nggak tau."
"Ini pelajaran kelas 11 loh, Bang. Lea udah lupa." Alea mengacak rambutnya dengan frustasi. Sudah cukup rasanya 1 jam ini ia digempur habis-habisan oleh serangan rumus. Devan benar-benar keterlaluan, saat sedang sakit pun ia masih sempat-sempatnya menyiksa Lea. Setidaknya biarkan Alea mereview pelajaran yang lampau dulu, bukan malah langsung dipaksa menggarap soal.
"Alasan, bilang aja pas pelajaran ini lo bolos, iya kan?" tuduh keji Devan.
Bola mata Alea refleks membola tak terima. Ingin membantah tapi tatapan sengit yang dilayangkan Devan membuat nyalinya ciut seketika.
"Udah, sekarang lo kerjain soal yang ini. Abang tunggu 30 menit. Pergi sana."
"Marah-marah terus, kayak cewek PMS aja." Alea mendelik, ia melangkah lunglai pada sofa yang berada di ruang rawat inap tersebut. Di sana tampak Angkasa sedang duduk santai, entah sejak kapan ia berada di sana.
"Papi Gul mana?" tanya Alea pada Angkasa. Pasalnya tadi mereka berangkat ke sini bertiga dengan Papi Gul. Hanya saja tadi Papi Gul dan Angkasa pergi ke ruangan Zera dulu.
"Udah pulang duluan, ada pekerjaan mendadak katanya," jawab Angkasa dengan mata yang fokus menatap handphonenya.
Alea mengangguk dan kembali memulai menggarap soal-soalnya. Ia duduk lesehan di karpet dengan menjadikan sofa sebagai alas buku.
"Lea."
"Hm."
"Lea, liat sini."
Alea mendongak, menatap heran pada Angkasa yang berbisik-bisik.
"Kenapa?" tanyanya keheranan.
Bukannya menjawab, Angkasa malah menyodorkan ponselnya pada Alea. Alea mengambil ponsel itu dengan penuh tanda tanya.
"Coba lo baca," perintah Angkasa.
Alea menatap layar ponsel yang ternyata menampilkan sebuah artikel itu. Matanya mulai menari-nari membaca tiap-tiap kata yang tertera.
"Eh?! Jangan bilang kalau—hmmphh!"
"Ssst, suaranya dikecilin, jangan sampai Bang Devan tau." Angkasa membekap mulut Lea.
Lea melirik Devan melalui ekor matanya, pria itu tengah melamun menatap jendela, kegiatan yang sudah sangat lazim dilihat oleh Lea semenjak beberapa minggu Devan masuk rumah sakit. Entah ini efek trauma kecelakaan atau ia masih memikirkan sang mantan kekasih, entahlah. Emosi kakaknya itu benar-benar tidak stabil, sebentar-sebentar marah, sebentar-sebentar melamun.
Alea menggeleng pelan, kembali dibacanya artikel tersebut dengan decakan tak percaya sekaligus khawatir yang amat kentara.
'Adopsi Ilegal Terendus, Yayasan Peduli Kasih di Jakarta digadang-gadang Menjual bayi dengan harga Rp18 juta pada Pasangan Sesama Jenis.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Living with Brothers [TAMAT]✓
Novela Juvenil"Loh, ntar-ntar, mama nitipin gue ke abang-abang biar gue bisa dididik sama mereka? Kelakuan mereka kan lebih laknat dari gue." ..... Dituntut agar bisa ini itu saja sudah cukup membuat Alea kesal. Sekarang mamanya berulah lagi dengan menitipkan Ale...