|YA, BEGINILAH AKHIR DAN MULANYA|

11.9K 866 106
                                    


Seolah dikejar waktu yang tak menentu, Alea berlari sekencang yang ia bisa. Adrenalin yang meningkat cepat ditambah dengan beratnya gaun yang ia kenakan membuat jarak antara kamar di lantai dua dengan pintu depan di lantai dasar terasa berkali lipat jauhnya.

Tak ada waktu lagi untuknya berleha-leha, Aurora mengatakan jika Gilbert hanya pergi keluar sebentar sebelum nantinya akan kembali lagi.

Mungkin tadi ia memang bersikap pasrah dengan menerima keadaan begitu saja. Namun, bayang-bayang hidup ia dan sang Kakak yang nantinya akan diatur sedemikian rupa oleh Gilbert merembes masuk ke dalam pikirannya. Detik itu juga ia tersadar, pilihannya untuk pasrah adalah kesalahan besar. Ia harus bebas, bagaimanapun caranya ia harus bebas, biarlah Devan ia urus nanti, yang terpenting sekarang ia tak boleh diperbudak begitu saja.

Langkah tergesa Alea berganti dengan langkah penuh waspada begitu menginjak lantai bawah. Ia berjalan mengendap menuju pintu keluar, detak jantungnya masih bertalu-talu. Matanya menatap awas ke sekeliling, takut-takut ada seseorang yang melihatnya kabur.

Setelah beberapa detik berjalan waspada, akhirnya Lea bisa sedikit lega kala berhasil menginjak teras rumah.

Kelegaan itu perlahan bertambah dengan perasaannya yang menghangat saat melihat Alvaska berjalan tergesa ke arahnya.

"Alvaska!" Alea terpekik senang bercampur haru, tak memedulikan mereka yang bisa saja terjungkal, Alea berhambur begitu saja menubruk tubuh Alvaska.

Alvaska menyambut tubuh adiknya itu dengan rengkuhan hangat. Ia mengelus punggung Alea lembut. Dibiarkannya Alea terisak sebentar di pelukannya, entah itu isak haru atau isak kepedihan, ia tak tahu. Yang jelas Alvaska ingin memberi ruang pada Alea untuk beberapa menit.

"Ssshh, udah, gue di sini." Alvaska menangkup wajah Alea dan menghapus bulir-bulir sisa isakan itu.

Alea mendongak, ada begitu banyak cerita yang ingin ia lontarkan, tapi ia teringat posisi mereka sangat beresiko, mereka harus cepat-cepat pergi dari sini.

Kepalanya tertoleh kian kemari mencari keberadaan Vino, matanya sedikit memancarkan binar antusias kala melihat mobil milik kakaknya terparkir sedikit jauh dari keberadaan mereka. Ia yakin ada Vino di dalam sana yang menunggunya dan siap tancap gas membawa mereka pergi dari sini.

"Vaska, ayo cepetan ke tempat Bang Vino, kita harus per-- hmmphh!"

"Ssstt... iya, kita harus pergi." Alvaska berbisik lirih tepat di telinga Alea. Dengan tangan yang masih membekap mulut sang Adik, ia memaksa Alea untuk berjalan menjauh baik dari rumah itu maupun dari mobil Vino yang masih terparkir.

Alea berusaha memberontak, tapi tenaga Alvaska tentulah jauh lebih besar darinya. Ia panik, tentu saja, entah hal apa lagi yang membuat Alvaska berbuat seperti ini.

Alvaska membawanya ke area belakang rumah Devan yang lama. Di tempat ini mungkin Gilbert akan sedikit lama untuk menemukan mereka, tapi fakta itu tak membuat Lea tenang sama sekali. Saat ini, Alvaska jauh lebih menyeramkan.

Alvaska tampak memasang mode waspada, matanya menatap awas ke sekeliling. Dirasa aman, ia melepaskan bekapannya secara perlahan.

"Ffuah! Alvaska, lo gila?!" Alea berteriak sekencang mungkin, membuat Alvaska berancang-ancang ingin membekap mulutnya lagi jika saja Alea tak cepat-cepat menepis tangannya.

"Alvaska, jangan banyak ulah, kita harus pergi, secepatnya," tekan Alea dengan suara yang mulai merendah. Ia berusaha semaksimal mungkin menahan emosi untuk tak melontarkan kata-kata pedas pada Alvaska yang tengah mencekal erat kedua tangannya.

Alvaska tampak tak peduli, ia justru malah mengusap-usap pipi Lea dengan penuh kelembutan. "Bilang sama gue, lo mau pergi kemana?" tanyanya dengan suara begitu rendah.

Living with Brothers  [TAMAT]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang